Penerapan metode tanya jawab dalam meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa
Kelas VII C SMP Negeri 1 Abang
OLEH
I
Putu Wirasanjaya,S.Pd
NIP.
19741029 200902 1 001
Guru Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial
di SMP Negeri 1 Abang Kabupaten
Karangasem – Bali
Dinas pendidikan pemuda
dan olah raga kabupaten karangasem
smp negeri 1 Abang
Desember 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Tujuan
Pendidikan Nasional sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 “Tujuan Pendidikan
Nasional adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yang cerdas, beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian
mantap dan mandiri, serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”(dalam
Depdiknas, 2003).
Upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah lama dilakukan. Di dalam
GBHN selalu tercantum bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu
prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Berbagai inovasi dan program
pendidikan juga telah dilaksanakan, antara lain: penyempurnaan kurikulum,
pengadaan buku/bahan ajar dan buku referensi, peningkatan mutu guru dan tenaga
kependidikan melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan
mereka, peningkatan manajemen pendidikan serta pengadaan fasilitas. Namun
demikian berbagai indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan sekolah menengah
dapat dikatakan relatif rendah. Berdasarkan hasil observasi pada bulan Agustus 2012
di kelas VII SMP Negeri 1 Abang
menunjukkan bahwa guru yang mengajar di kelas VII tahun-tahun yang lalu
merasa belum terampil dalam melaksanakan pembelajaran IPS secara bermakna, guru
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan strategi pembelajaran dengan kemampuan
siswa yang beragam, dan pembelajaran yang dilakukan cenderung bersifat
prosedural sehingga dikhawatirkan pengetahuan siswa juga akan bersifat
prosedural. Diakui bahwa bila pengetahuan prosedural telah baik, maka
pengetahuan ini akan bekerja secara cepat dan otomatis (Dahar, 1989;41).
Pendidikan
kewarganegaraan (IPS) bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga
negara Indonesia sehingga memiliki wawasan, sikap dan ketrampilan
kewarganegaraan yang memadai, yang memungkinkan untuk berpartisipasi secara
cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara Indonesia (Depdiknas,2005). Tujuan mata pelajaran IPS
tersebut kemudian dijabarkan ke dalam beberapa kompetensi yang harus dimiliki
oleh siswa. Kompetensi-kompetensi yang
hendak diwujudkan melalui mata pelajaran IPS antara
lain (a) kemampuan untuk mengenal lingkungan social dan ekonomi, dan (b) kemampuan untuk menghayati dan mempelajari
sejarah bangsa. Hal tersebut sesuai
dengan konsep Benjamin S. Bloom tentang kemampuan siswa yang mencakup ranah
kognitif, psikomotor dan afektif (Depdiknas, 2003).
Berdasarkan
observasi awal yang penulis lakukan pada pelajaran IPS di kelas VII SMP Negeri 1
Abang, terungkap bahwa kelas VII C mengalami masalah dalam pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa kelas VII C belum mampu mencapai
kompetensi yang diharapkan hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi ulangan
dimana jumlah siswa kelas VII C masih banyak mendapat niai dibawah 60. Selain itu motivasi siswa kelas VII C dalam pembelajaran
juga masih rendah, walaupun hal ini sudah berupaya diatasi dengan menerapkan
metode diskusi tetapi upaya ini belum mampu meningkatkan motivasi siswa.
Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terungkap
beberapa masalah yang mendasar yang dialami oleh kelas VII C yaitu. Pertama, motivasi belajar siswa masih relatif rendah,
sebagian besar siswa kurang tertarik belajar IPS, terbukti dengan banyaknya
siswa yang bercakap-cakap dan kurang merespon apa yang disajikan guru selama
pembelajaran berlangsung. Kedua, selama proses pembelajaran, metode yang
digunakan kurang variatif yaitu lebih
didominasi satu metode sehingga menimbulkan kejenuhan dalam diri siswa saat
belajar. Ketiga, keseriusan siswa
mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan guru, tugas-tugas yang diberikan
sepertinya hanya dikerjakan apa adanya bahkan banyak siswa yang tidak
mengerjakan tugas dengan alasan tidak mengerti bahkan mengatakan tidak bisa.
Hasil
diskusi informal dengan guru-guru pengajar IPS di sekolah menghasilkan
kesepahaman bahwa umumnya kesulitan-kesulitan
yang dialami siswa berupa kesulitan yang berasal dari diri siswa itu
sendiri yang disebut kesulitan internal dan kesulitan yang berasal dari luar yang
disebut kesulitan eksternal. Kesulitan internal misalnya berupa rendahnya
kemampuan kognitif, minat, bakat dan motivasi siswa. Kesulitan eksternal
seperti kurangnya sarana dan prasarana belajar seperti terbatasnya jumlah buku
paket yang tersedia, tidak tepatnya metode belajar yang diterapkan guru, dan
termasuk rendahnya kompetensi guru dalam membelajarkan siswanya. Kegagalan
siswa dalam menanggulangi kesulitan belajar yang berimplikasi pada kegagalan
siswa dalam pembelajaran IPS, untuk itu perlu dicarikan solusi agar
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Salah satu solusi yang dapat
mengatasi kesulitan belajar siswa tersebut adalah berupaya memilih metode
pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa peserta didik. Metode
pembelajaran yang dipilih harus mampu memotivasi siswa untuk aktif dalam proses
pembelajaran, meningkatkan prestasi belajar siswa sehingga kompetensi yang
ditetapkan dapat tercapai.
Salah satu metode
pembelajaran yang nantinya dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran adalah metode tanya jawab.
Dengan metode tanya jawab diharapkan siswa termotivasi untuk menjawab
pertanyaan guru, mengemukakan pendapat dan mengajukan pertanyaan sehingga siswa
aktif dalam proses pembelajaran.
Dari latar belakang tersebut maka
penulis mengangkat permasalahan yang berjudul Penerapan Metode Tanya Jawab
dalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Abang.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas maka rumusan masalah yang ingin
dicari pemecahannya adalah sebagai berikut.
1. Apakah penerapan metode tanya jawab dapat
meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Abang?
2. Apakah penerapan metode tanya jawab dapat
meningkatkan motivasi belajar IPS Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Abang?
1.3 Tujuan
Penelitian
Penulis mengetengahkan masalah ini
didorong oleh suatu tujuan dalam kaitannya dengan memaksimalkan potensi siswa
dan profesionalisme guru dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, mengacu
pada perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan dari
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan metode tanya jawab
dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Abang.
2. Untuk mendeskripsikan penerapan metode tanya jawab
dapat meningkatkan motivasi belajar IPS siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Abang.
1.4 Manfaat
Penelitian
Dalam hal ini,
signifikansi penelitian mengandung arti sebagai relevansi penelitian baik
dilihat dari sudut perkembangan ilmu pengetahuan, kepentingan masyarakat,
maupun kepentingan peneliti itu sendiri, maka apabila hipotesis dalam
penelitian ini terbukti kebenarannya, maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat memiliki signifikansi sebagai berikut:
1.4.1 Signifikansi Teoritis
Yang dimaksud dengan
signifikansi teoritis adalah informasi yang diperoleh oleh penelitian ini
diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga dapat
digunakan sebagai pedoman bagi peneliti yang lain terkait dengan pembelajaran
yang digunakan.
1.4.2 Signifikansi Praktis
1. Bagi siswa, penerapan metode tanya jawab
diharapkan siswa termotivasi untuk menjawab pertanyaan guru, mengemukakan
pendapat dan mengajukan pertanyaan sehingga siswa aktif dalam proses
pembelajaran sehingga nantinya siswa akan terlatih dalam mengambil keputusan
dan memecahkan masalah yang ada dalam mata pelajaran yang lain dan berguna
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi guru IPS, hasil penelitian ini dapat dipakai
acuan para guru IPS sebagai salah satu alternatif dalam memilih metode
pembelajaran sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar IPS dan motivasi
belajar siswa.
3. Bagi Peneliti, penelitian tindakan ini dapat
memberikan pengalaman langsung bagi peneliti sebagai seorang guru IPS dalam
menerapkan pembelajaran IPS dengan dengan metode tanya jawab dalam memperbaiki
kualitas pembelajaran
4. Bagi Sekolah, dengan meningkatnya
motivasi dan prestasi belajar IPS siswa akan dapat meningkatkan prestasi dan
prestise SMP Negeri 1 Abang sehingga mampu bersaing dengan SMP lainnya,
khususnya di Kabupaten Karangasem. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan kualitas pembelajaran dan prestasi
belajar pada mata pelajaran lainnya.
1.5 Batasan
Masalah
Ruang lingkup
permasalahan yang dimaksud adalah pembatasan masalah untuk memperjelas ruang
lingkup penelitian yang akan dilaksanakan.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.5.1 Subjek Penelitian:
Yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah terbatas pada siswa kelas VIIC SMP Negeri 1 Abang tahun pelajaran 2012/2013.
1.5.2 Objek Penelitian :
Yang dijadikan objek penelitian dalam
penelitian ini adalah motivasi belajar, prestasi belajar IPS siswa kelas VII
C SMP Negeri 1 Abang tahun pelajaran 2012/2013.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori
Belajar Bermakna
Dalam buku Educational psychology: Cognitive View, David Ausubel menyatakan:“The most important single factor influencing learning is that the learner already knows. Ascertain this and tech him accordingly” (Ausubel,1968 dalam Ratna Willis1998:117). Dalam terjemahannya berbunyi: faktor-faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian.
Pernyataan Ausubel inilah yang mejadi
inti teori belajarnya. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam
struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran
selain konsep-konsep yang telah dibahas dibahas terlebih dahulu ada beberapa
konsep dan prinsip-prinsip lain yang perlu kita perhatikan. Konsep-konsep atau
prinsip-prinsip itu adalah pengaturan awal (advance
organizer), diferensiasi progresif, penyesuaian integratif, dan belajar
superordinat. Semua konsep-konsep ini akan dibahas dengan sedapat mungkin
memberikan contoh-contoh penerapannya dalam mengajar.
2.1.1
Pengetahuan awal (advance orgaizer)
David Ausubel memperkenalkan konsep
pengatur awal dalam teorinya. Pengaturan awal mengarah para siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan
menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat
digunakan dalam membatu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat
dianggap semacam pertolongan mental, dan disajikan sebelum materi baru.
2.1.2
Diferensiasi Progresif
Dalam pembelajaran bermakna perlu
terjadi pengembangan elaborasi konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut Ausubel
pengembangan konsep berlangsung dengan baik bila unsur-unsur yang paling umum,
paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian
baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu
(Ratna Willis1998:119). Dengan menggunakan strategi ini, guru mengajarkan konsep-konsep yang
paling inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep yang kurang inklusif, dan
setelah itu baru mengajar hal-hal yang lebih khusus, seperti contoh-contoh
setiap konsep. Proses penyusunan konsep semacam ini disebut diferensiasi
progresif.
2.1.3
Belajar Superordinat
Belajar superordinat terjadi, bila
konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur
suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Hal yang sama terjadi bila anak
belajar bahwa tomat, buncis, wortel adalah semua sayuran, dan setelah mereka
belajar biologi dan ditekankan konsep-konsep buah tomat dam buncis adalah
buah-buah tanaman (planfruit).
Mungkin belajar superordinat tidak bisa terjadi di sekolah, sebab sebagian
besar guru-guru dan buku-buku teks mulai dengan konsep-konsep inklusif; tetapi
kerap kali mereka gagal untuk memperlihatkan secara eksplisif hubungan-hubungan
pada konsep inklusif ini, waktu
dikemudian hari disajikan konsep-konsep khusus superordinat.
2.1.4
Penyesuaian Integratif
Dalam suatu pembelajaran kadang-kadang
siswa dihadapkan ke dalam pertentangan kognitif
(cognitive dissonance). Untuk
mengatasi atau mengurangi sedapat mungkin pertentangan kognitif ini, Ausubel
menyarankan suatu prinsip lain, yaitu yang dikenal dengan prinsip penyesuaian
integratif atau rekonsiliasi integratif.
Menurut Ausubel, dalam mengajar bukan
hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga
harus diperlihatkan bagaimana konsep-kosep baru dihubungkan pada konsep-konsep
superordinat (Ratna Willis1998:121). Kita harus memperlihatkan secara eksplisit
bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti
sebelumnya lebih sempit, dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatnya lebih
tinggi sekarang mengambil arti baru.
Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa dengan pembelajaran bermakna siswa mampu belajar memahami
konsep-konsep yang berkaitan dengan materi yang sudah dipelajari dan
menghubungkan dengan materi yang akan dipelajari mulai dari materi yang
bersifat umum ke materi yang lebih khusus. Selain itu penyesuaian terhadap materi
ajar diperlukan untuk mengurangi pertentangan kognitif. Dengan demikian siswa
akan mendapat manfaat dari belajar konsep-konsep tertentu dan mendapatkan makna
dari hasil belajar tersebut. Pelajaran dirasakan akan bermakna bagi diri siswa
apabila pelajaran itu dapat dilaksanakan atau digunakan pada kehidupannya
sehari-hari di luar kelas pada masa
mendatang.
2.2 Pentingya
Memilih Metode yang tepat Dalam Proses Pembelajaran
Dalam interaksi pembelajaran, metode mengajar dipandang sebagai salah satu
komponen yang penting karena berkaitan erat dengan komponen belajar lainnya.
Metode mengajar sebagai alat mengajar
dalam mencapai tujuan pengajaran yang ingin dicapai sehingga semakin baik
penggunaan metode pengajaran semakin berhasil pencapaian tujuan, artinya
apabila guru dalam memilih metode yang tepat disesuaikan dengan bahan
pengajaran, siswa, situasi dan kondisi, media pembelajaran maka semakin
berhasillah tujuan yang ingin dicapai (Soetomo,1993).
Metode adalah suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sudjana (2000:76)
menjelaskan metode pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Degeng
(1989:3) menjelaskan metode pembelajaran sebagai cara-cara yang berbeda untuk
mencapai hasil pembelajaran yang berbeda dibawah kondisi yang berbeda. Dalam
kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang
guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai salah satu
metode mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar guru tidak harus terpaku
dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang
bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian
siswa. Penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan belajar
mengajar bila penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang
mendukung serta kondisi psikologis peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan
kompetensi guru dalam pemilihan metode yang tepat sesuai dengan materi yang
diajarkan. Lebih jauh dikatakan metode pembelajaran merupakan alat untuk
menciptakan proses mengajar dan belajar. Tersedia berbagai macam metode untuk
pembelajaran IPS. Guru dapat memilih salah satu atau lebih diantara
metode-metode yang tersedia. Tidak ada keterbatasan dalam menggunakan metode
tertentu untuk mata pelajaran tertentu. Namun penggunaan suatu metode harus
relevan dengan tujuan yang akan dicapai.
Metode mengajar yang guru gunakan
dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui
seleksi yang berkesesuaian dengan
perumusan tujuan instruksional khusus.
Dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru menampilkan beberapa metode dengan
tujuan masalah yang dibahas dalam pembelajaran dapat terpecahkan dan tujuan
pembelajaran tercapai. Masalah dalam pemilihan metode antara lain sebagai berikut
2.3.1. Nilai Strategis Metode
Kegiatan belajar mengajar adalah
sebuah interaksi yang bernilai pendidikan yang di dalamnya terjadi interaksi
edukatif antara guru dengan anak didik, ketika guru menyampaikan bahan
pelajaran kepada anak didik di kelas. Bahan pelajaran yang guru berikan itu
akan kurang memberikan dorongan (motivasi) kepada anak didik bila
penyampaiannya menggunakan strategi yang kurang tepat. Di sinilah kehadiran
metode menempati posisi penting dalam penyampaian bahan pelajaran.
Bahan pelajaran yang disampaikan tanpa
memperhatikan pemakaian metode justru akan mempersulit bagi guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran, pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pengajaran salah
satunya disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Karena itu, dapat
dipahami bahwa adalah suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam kegiatan
belajar mengajar. Nilai strategisnya adalah metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan
belajar mengajar.
2.3.2. Efektifitas Penggunaan Metode
Penggunaan metode yang tidak sesuai
dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Akhirnya banyak bahan
pelajaran yang terbuang dengan percuma dikarenakan guru menggunakan metode
menurut kehendak sendiri dan mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas, serta
situasi kelas. Guru yang selalu senang menggunakan metode ceramah
sementara tujuan pengajarannya adalah agar anak didik dapat
memperagakan alat, berdampak pada kegiatan belajar mengajar yang kurang
kondusif. Seharusnya penggunaan metode dapat dapat menunjang pencapaian tujuan
pengajaran, bukannya tujuan yang harus menyesesuaikan diri dengan metode.
Karena itu, efektifitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian
antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan.
2.3.3. Pentingnya Pemilihan dan Penentuan Metode
Titik sentral yang harus dicapai oleh
setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran, termasuk
perangkat program pengajaran yang dituntut secara mutlak untuk menunjang
tercapainya tujuan tersebut. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan sedangkan anak didik diwajibkan memiliki mempunyai
kreativitas yang tinggi dalam belajar, bukan selalu menanti perintah guru.
Guru sebagai salah satu sumber belajar
berkewajiban meyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar
mengajar anak didik di kelas. Salah satu
kegiatan yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan penentuan
metode yang bagaimana yang akan dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran.
Pemilihan dan penentuan metode ini didasari adanya metode-metode tertentu yang
bisa dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.
Kegagalan guru mencapai tujuan
pengajaran akan terjadi jika pemilihan dan penentuan metode tidak dilakukan
dengan pengenalan terhadap karakteristik dari masing-masing metode pengajaran.
Karena itu, yang terbaik guru lakukan adalah megetahui kelebihan dan kelemahan
dari beberapa metode pengajaran.
2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode
Dalam pandangan yang sudah diakui kebenarannya
mengatakan bahwa setiap metode mempunyai sifat masing-masing, baik mengenai
kebaikan-kebaikannya maupun mengenai kelemahan-kelemahannya. Guru akan lebih
mudah menetapakan metode yang paling sesuai dengn situasi dan kondisi yang
khusus dihadapinya, jika memahami sifat-sifat masing-masing metode tersebut. Pemilihan dan penentuan metode
dipengaruhi beberapa faktor antara lain sebagai berikut.
2.3.4.1. Anak Didik
Anak didik adalah manusia berpotensi
yang menghajatkan pendidikan. Di sekolah, gurulah yang berkewajiban untuk
mendidiknya. Diruang kelas guru akan berhadapan
dengan sejumlah anak didik dengan latar belakang kehidupan yang
berlainan. Status sosial mereka juga bermacam-macam, begitu pula mengenai jenis
kelamin ada yang berjenis kelamin laki-laki dan ada yang berjenis kelamin
perempuan. Postur tubuh mereka ada yang tinggi, sedang dan ada pula yang
rendah. Pendek kata dari aspek fisik ini
selalu ada perbedaan dan persamaan pada setiap anak didik.
Jika pada aspek biologis terdapat
persamaan dan perbedaan, maka pada aspek intelektual juga ada perbedaan. Para
ahli sepakat bahwa secara intelektual, anak didik selalu menunjukkan perbedaan.
Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang
diberikan dalam kegiatan belajar mengajar, dan lambatnya tanggapan anak didik
terhadap rangsangan yang diberikan guru.
Tinggi atau rendahnya kreativitas anak
didik dalam mengolah kesan dari bahan pelajaran yang baru diterima bisa
dijadikan tolok ukur dari kecerdasan seorang anak. Kecerdasan seorang anak
terlihat seiring dengan meningkatnya kematangan usia anak. Daya pikir anak
bergerak dari cara berpikir konkret ke
arah cara berpikir abstrak. Anak-anak SMP dan SMA sudah mulai dapat berpikir
abstrak. Berdasarkan IQ anak, ditentukanlah klasifikasi kecerdasan seorang
dengan perhitungan tertentu. Dari IQ ini pula diketahui persamaan dan perbedaan
kecerdasan seseorang.
Dari aspek psikologis sudah diakui ada
juga perbedaan. Di sekolah, perilaku anak didik selalu menunjukkan perbedaan,
ada yang pendiam, ada yang kreatif, ada yang suka bicara, ada yang tertutup (introver), ada yang terbuka (ekstrover), ada yang pemurung, ada yang
periang, dan sebagainya. Semua perilaku anak didik tersebut mewarnai suasana
kelas. Dinamika kelas terlihat dengan banyaknya jumlah anak dalam kegiatan
belajar mengajar. Kegaduhan semakin terasa jika jumlah anak didik sangat banyak
di dalam kelas. Semakin banyak jumlah anak didik di kelas, semakin mudah
terjadi konflik dan cenderung sukar dikelola.
Perbedaan individual anak didik pada
aspek biologis, intelektual dan psikologis sebagaimana disebut di atas,
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang mana sebaiknya guru ambil
untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam waktu yang relatif lama
demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan secara operasional.
Jadi, kematangan anak didik yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan
penentuan metode pengajaran.
2.3.4.2. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari
setiap kegiatan belajar mengajar. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran
memilki fungsi dan jenis yang bermacam-macam. Secara hierarki tujuan itu
bergerak dari yang rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan instruksional atau
tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler atau tujuan kurikulum, tujuan
instusional, dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran merupakan
tujuan intermedier (antara, yang paling
langsung dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Tujuan pembelajaran dikenal
ada dua yaitu TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional
Khusus).
Perumusan tujuan instruksional khusus,
misalnya akan mempengaruhi kemampuan yang bagaimana yang terjadi pada diri anak
didik, proses pengajaran dan penyeleksian metode yang digunakan oleh guru di
kelas. Metode yang guru pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak
diisi ke dalam diri setiap siswa. Metode harus tunduk terhadap tujuan maka dari
itu metode harus mendukung sepenuhnya.
2.3.4.3. Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang
guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh
jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di
luar ruang sekolah. Maka guru dalam hal ini tentu memilih metode mengajar yang
sesuai dengan situasi yang diciptakan itu. Di lain waktu sesuai dengan sifat
bahan dan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan, maka guru menciptakan
lingkungan belajar anak didik secara berkelompok. Anak didik dibagi ke dalam
beberapa kelompok belajar dibawah pengawasan dan bimbingan guru. Disana semua
anak didik dalam kelompok masing-masing diserahi tugas oleh guru untuk
memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini tentu saja guru telah memilih metode
mengajar untuk membelajarkan anak didiknya yaitu metode pemecahan masalah (problem solving). Situasi yang
diciptakan guru akan mempengaruhi pemilihan dan peentuan metode mengajar.
2.3.4.4. Fasilitas
Fasilitas merupakan hal yang
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah
kelengkapan yang menujang belajar anak
didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan
metode mengajar. Ketiadaan laboratorium untuk praktik IPA, misalnya kurang
mendukung penggunaan metode eksperimen atau metode demonstrasi. Demikian juga
halnya ketiadaan mempunyai fasilitas olahraga, tentu sukar bagi guru menerapkan
metode latihan. Justru itu keampuhan suatu metode mengajar akan terlihat jika
faktor lain mendukung.
2.3.4.5. Guru
Setiap guru mempunyai kepribadian yang
berbeda, seorang guru misalnya kurang suka berbicara, tetapi seorang guru yang
lain suka berbicara. Seorang guru yang bertitel sarjana pendidikan dan
keguruan, berbeda dengan guru yang sarjana bukan pendidikan dan keguruan di
bidang penguasaan ilmu kependidikan dan keguruan barang kali lebih banyak
menguasai metode-metode mengajar, karena memang dia dicetak sebagai tenaga ahli
dibidang keguruan dan wajar saja dia menjiwai dunia guru.
Latar belakang pendidikan guru diakui
mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode
menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Itulah yan biasanya dirasakan
oleh mereka yang bukan berlatar belakang pendidikan guru. Apalagi belum
memiliki pengalaman mengajar yang memadai. Sungguh pun begitu baik ia berlatar
belakang pendidikan guru maupun dia yang berlatar bukan pendidikan guru, dan
sama-sama minim pengalaman mengajar di kelas, cenderung sukar memilih metode
yang tepat. Tetapi ada juga yang tepat memilihnya, namun dalam pelaksanaannya
menemui kendala disebabkan labilnya kepribadian dan dangkalnya pengusaan atas
metode yang digunakan. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa kepribadian,
latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahn intern
guru yang dapat dipengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
2.3.1. Kedudukan Metode dalam Belajar
Kegiatan belajar mengajar yang
melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai sutau proses dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur
lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Seperangkat teori dan
pengalaman yang dimiliki guru digunakan untuk mempersiapkan program pengajaran
dengan baik dan sistematis. Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan
adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang
penting dalam keberhasilan kegiatan belajar dan mengajar. Metode memiliki
kedudukan sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan
sebagai alat untuk mencapai tujuan dijelaskan sebagai berikut.
a. Metode sebagai Alat Motivasi Ekstrinsik
Sebagai salah satu komponen
pengajaran, metode memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen
lainnya dalam kegiatan pembelajaran. Tidak ada satu pun kegiatan belajar
mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Ini berarti guru memahami
benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar
mengajar. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya,
karena adanya perangsang dari luar. Karena itu metode berfungsi sebagai alat
perangsang dari luar yang dapat membangkitkan gairah belajar seseorang.
(Sardiman dalam Saiful Bahri,2006:73).
Dalam penggunaan metode terkadang guru
harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana di kelas. Jumlah anak
mempengaruhi penggunaan metode. Tujuan intruksional adalah pedoman yang mutlak
dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan
jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudalah bagi guru menentukan menentukan
metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan tersebut.
Dalam mengajar, guru jarang sekali
menggunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada
kebaikan dan kelemahannya. Penggunaan satu metode cenderung menghasilkan
kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik sehingga jalan
pengajaran pun tampak kaku dan anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan
kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik dan guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan
keilmuan sehingga anak didik dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat
difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar
mengajar. Akhirnya, dapat dipahami bahwa penggunaan metode yang tepat dan
bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatn
belajar mengajar di sekolah.
b. Metode sebagai Strategi Pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak
semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap
anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang
sedang dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak
didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat lambatnya
penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki
pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.
Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut diatas memerlukan strategi pengajaran
yang tepat yaitu dengan metode yang sesuai dengan tujuan pelanjaran. Untuk
sekelompok anak didik akan menjadi mudah menyerap bahan pelajaran bila guru
menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok anak didik yang lain
mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode
demonstrasi atau eksperimen.
Karena itu, dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Dra. Roestiyah dalam Saiful Bahri (2006:74), guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau yang biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Metode sebagai alat untuk Mencapai Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang
akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang
memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa
membawa kegiatan belajar mengajar menurut sekehendak hatinya dan mengabaikan
tujuan yang telah dirumuskan. Kegiatan belajar mengajar yang tidak memiliki tujuan
menyebabkan kesulitan dalam menyeleksi kegiatan yang harus dilakukan dan mana
yang harus diabaikan dalam upaya mencapai keinginan yang dicita-citakan.
Tujuan dari kegiatan belajar mengajar
tidak akan pernah tercapai selama komponen- komponen lainya tidak diperlukan.
Salah satunya adalah komponen metode.
Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode
secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pembelajaran. Metode adalah
pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Etika tujuan dirumuskan agar anak didik
memiliki ketrampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus sesuai dengan tujuan.
Antara metode dengan tujuan jangan sampai bertolak belakang atau bertentangan.
Maksudnya, metode dan tujuan harus sejalan dimana metode harus menunjang
pencapaian tujuan pembelajaran. Jadi guru sebaiknya menggunakan metode yang dapat
menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang
efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pada prakteknya sering guru hanya
menggunakan satu metode dalam pengajaran yaitu metode ceramah, sehingga proses
belajar anak hanya sekedar merekam informasi saja. Guru mendiktekan informasi
dan anak memperhatikan dan mencatat. Yang akhirnya anak membiasakan diri untuk
tidak kreatif mengemukakan ide-ide dan pemecahan masalah yang efeknya akan
dibawa anak dalam kehidupan masyarakat. Dia kurang dapat mengolah informasi
menjadi ide-ide baru, hanya merekam dan mengemukakan informasi seperti apa yang
telah diterimanya. Seolah-olah bagaikan kamera yang hanya merekam situasi saat
itu tanpa ada seleksi.
Sebenarnya
mengajar dengan cara di atas kelemahannya hampir semua guru mengetahui dan
menyadari. Cara mengajar demikian perlu diperbaiki dan dikembangkan. Namun
demikian tidaklah mudah memperbaiki cara di atas karena disamping diperlukan
sarana dan prasarana, media yang lebih memadai, tetapi perlu juga adanya
kemampuan dan kemauan guru untuk meningkatkan ketrampilan dan sikapnya dalam
teori pendidikan, khususnya pembaharuan dalam proses belajar mengajar.
Beberapa metode yang dapat digunakan
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar diantaranya adalah metode
proyek, metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemberian
tugas, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah dan
masih banyak lagi metode yang digunakan guru dalam pengajarannya.
Beberapa
metode tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
1.
Metode Proyek
Metode proyek atau unit adalah cara
penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas
dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan
dan bermakna.
Penggunaan metode ini bertolak dari
anggapan bahwa pemecahan masalah tidak akan tuntas bila tidak ditinjau dari
berbagai segi. Dengan perkataan lain, pemecahan setiap masalah perlu melibatkan
bukan hanya satu mata pelajaran atau bidang studi saja, melainkan hendaknya
melibatkan berbagai mata pelajaran yang ada kaitannya dan sumbangnya bagi
pemecahan masalah tersebut, sehingga setiap masalah dapat dipecahkan secara
keseluruhan. Dalam penggunaannya metode proyek memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Beberapa kelebihan dari metode proyek
antara lain sebagai berikut.
a. Dapat memperluas pemikiran siswa yang berguna
dalam menghadapi masalah kehidupan.
b. Dapat membina siswa dengan kebiasaan menerapkan
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dalam kehidupan sehari-hari secara terpadu.
c. Metode ini sesuai dengan prinsip-prinsip didaktik
modern yang dalam pengajaran perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut.
1. Kemampuan individual siswa dan kerja sama dalam
kelompok.
2. Bahan pelajaran tidak terlepas dari kehidupan riil
sehari-hari yang penuh dengan masalah.
3. Pengembangan aktivitas, kreativitas dan pengalaman
siswa banyak dilakukan.
4. Agar teori dan praktek, sekolah dan kehidupan
masyarakat menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Selain kelebihannya, metode proyek ini
juga terdapat kekurangan-kekurangan antara lain sebagai berikut.
a. Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik
secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini.
b. Pemilihan topik unit yang tepat sesuai dengan
kebutuhan siswa, cukup fasilitas dan sumber-sumber belajar yang diperlukan
bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah.
c. Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat
mengaburkan pokok unit yang dibahas.
2.
Metode Eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah
cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar
dengan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri
atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek,
keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami
sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan
menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.
Metode eksperimen memiliki
kelebihan-kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya.
b. Dapat membina siswa untuk membuat
terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat
bagi kehidupan manusia.
c. Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat
dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.
Metode eksperimen memiliki
kekurangan-kekurangan antara lain sebagai berikut.
a. Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains
dan teknologi.
b. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan
dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal.
c. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan
ketabahan.
d. Setiap percobaaan tidak selalu memberikan hasil
yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar
jangkauan kemampuan atau pengendalian.
3.
Metode Tugas dan Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah
metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa
melakukan kegiatan belajar. Masalahnya tugas dilaksanakan oleh siswa dapat
dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan,
di bengkel, di rumah siswa atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.
Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara
waktu sedikit. Artinya banyaknya bahan yang tersedia dengan waktu kurang
seimbang. Agar bahan pelajaran selesai sesuai dengan batas waktu yang
ditetukan, maka metode inilah yang biasanya guru gunakan untuk mengatasinya.
Tugas dan resitasi tidak sama dengan
pekerjaan rumah (PR), tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas biasanya bisa
dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat lainnya.
Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif
belajar, baik secara individual maupun secara kelompok. Oleh sebab itu,
tugas dapat diberikan secara individual, atau dapat pula secara berkelompok.
Tugas yang diberikan kepada anak didik ada beberapa jenis. Karena itu, tugas
sangat banyak macamnya, bergantung pada tujuan yang akan dicapai; seperti tugas
meneliti, tugas menyusun laporan (lisan/tulisan), tugas motorik (pekerjaan
motorik), tugas di laboratorium dan lain-ain.
Ada langkah-langkah dalam penggunaan
metode tugas atau resitasi yang harus diikuti antara lain sebagai berikut.
a. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa
hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
- Tujuan yang
akan dicapai
- Jenis tugas
yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
- Sesuai dengan
kemampuan siswa.
- Ada
petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa .
- Sediakan waktu
yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
b. Langkah Pelaksanaan Tugas
- Diberikan
bimbingan/pengawasan oleh guru
- Diberikan
dorongan sehingga anak mau bekerja
- Diusahakan/dikerjakan
oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
- Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang
ia peroleh dengan baik dan sistematik.
c. Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
Fase mempertanggungjawabkan tugas
inilah yang disebut resitasi. Adapun hal-hal yang harus dikerjakan dalam fase
ini adalah sebagai berikut.
- Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa
yang telah dikerjakannya.
- Ada tanya jawab/diskusi di kelas.
- Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan
tes maupun non tes atau cara lainnya.
Metode tugas dan resitasi memiliki kelebihan dan
kekurangan, antara lain sebagai berikut.
\ Kelebihannya
a. Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas
belajar individual atau pun kelompok.
b. Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar
pengawasan guru.
c. Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa
d. Dapat mengembangkan kreativitas siswa.
\ Kekurangannya
a. Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang
mengerjakan tugas atau orang lain.
b. Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang
aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan
anggota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.
c. Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan
perbedaan individual siswa.
d. Sering memberikan tugas yang monoton (tidak
variasi) dapat menimbulkan kebosanan siswa.
4.
Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian
pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapakan kepada suatu masalah yang bisa berupa
pernyataan atau pertanyaan
yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan. Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang
dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses belajar
mengajar terjadi, dimana interaksi antara dua atau lebih individu yang
terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat
terjadi juga semuanya aktif, tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja.
Metode diskusi ada kebaikan dan kekurangannya. Adapun kebaikan dari metode
diskusi adalah sebagai berikut.
a. Merangsang kreativitas anak didik dalam bentuk
ide, gagasan-gagasan prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan masalah.
b. Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang
lain.
c. Memperluas wawasan.
d. Membina untuk terbiasa musyawarah untuk mufakat
dalam memecahkan suatu masalah.
Kekurangan dari metode diakui adalah sebagai
berikut.
a. Pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga
memerlukan waktu yang panjang.
b. Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar
c. Perserta mendapat informasi yang terbatas.
d. Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka
berbicara ingin menonjolkan diri.
5.
Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama dan role
playing dapat dikatakan sama artinya
dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatiskan
tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Tujuan diterapkan dengan
pengunaan metode sosiodrama antara lain sebagai berikut.
- Agar siswa dapat
menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
- Dapat belajar
bagaimana membagi tanggung jawab.
- Dapat belajar
bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
- Merangsang kelas
untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Petunjuk dalam menggunakan metode sosiodrama
adalah sebagai berikut.
a. Tetapkan masalah–masalah sosial yang menarik
perhatian siswa untuk dibahas.
b. Ceritakan kepada kelas (siswa) mengenai isi dari
masalah-masalah dalam konteks cerita tersebut.
c. Tetapkan siswa yang dapat atau yang bersedia untuk
memainkan peranannya di depan kelas.
d. Jelaskan kepada pendengar mengenai peranan mereka
pada waktu sosiodrama sedang berlangsung.
e. Beri kesempatan kepada para pelaku untuk berunding
beberapa menit sebelum mereka memainkan peranannya.
f. Akhiri sosiodrama pada waktu situasi pembicaraan
mencapai ketegangan.
g. Akhiri sosiodrama dengan diskusi kelas untuk
bersama-sama memecahkan masalah persoalan yang ada pada sosiodrama tersebut.
h. Jangan lupa menilai hasil sosiodrama tersebut
sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut.
Metode sosiodrama selain mempunyai kelebihan, juga
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sebagai berikut.
Kelebihan metode sosiodrama antara
lain sebagai berikut.
a. Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan
mengingat isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami,
menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus
diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.
b. Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan
berkreatif. Pada waktu main drama para pemain dituntut untuk mengemukakan
pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk
sehingga dimungkinan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan menjadi
pemain yang baik di masa yang akan datang.
d. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan
dibina dengan sebaik-baiknya.
e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan
membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
f. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa
yang baik agar mudah dipahami orang lain
Kelemahan metode sosiodrama adalah sebagai
berikut.
a. Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama
mereka menjadi kurang kreatif.
b. Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam
rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaku pertunjukkan.
c. Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat
bermain sempit menjadi kurang bebas.
d. Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan
para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan sebagainya.
6.
Metode demonstrasi
Metode demostrasi adalah cara
penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu
proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya
ataupun tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Dengan metode
demontrasi, proses penerimaan siswa
terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga
membentuk pengertian dengan sempurna.
Metode demonstrasi baik digunakan
untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan
dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya
sesuatu, proses mengerjakan sesuatu atau menggunakannya, komponen-komponen yang
membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan untuk
mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Metode demonstrasi
mempunyaikelebihan dan kekurangannya sebagai berikut.
Kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai
berikut.
a. Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan
lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau
kalimat).
b. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
c. Proses pengajara lebih baik.
d. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati,
menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.
Kekurangan metode demonstrasi antara lain sebagai
berikut.
a. Metode ini memerlukan ketrampilan guru secara
khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan
tidak efektif.
b. Fasilitas seperti peralatan, tepat, dan biaya yang
memadai tidak selalu tersedia dengan baik.
c. Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan
yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin
terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran yang lain.
7.
Metode Problem
Solving
Metode Problem solving (metode pemecahan masalah) metode mengajar yang
memuat suatu metode berpikir dan metode lainnya yang dimulai dengan mencari
data sampai kepada menarik kesimpulan. Penggunaan metode ini mengkuti
langkah-langkah sebagai berikut.
a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.
Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya, berdiskusi dan lain-lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah
tersebut. Dugaan jawaban itu tentu saja didasarkan kepada data yang telah
diperoleh pada langkah kedua di atas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.
Dalam langkah ini siswa berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin
bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini
tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi,
dan lain-lain.
e. Menarik kesimpulan, maksudnya siswa harus sampai
kepada simpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Metode problem
solving mempunyai kelebihan sebagai berikut.
- Metode ini dapat
membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dengan dunia kerja.
- Proses belajar
mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi
dan memecahkan masalah secara trampil, apabila menghadapi permasalahan
dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu
kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia.
- Metode ini
merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental
dengan menyoroti permasalahan dari berbagai permasalahan dari berbagai
segi dalam rangka mencari pemecahan.
Kekurangan metode Problem solving adalah sebagai berikut.
a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya
sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta
pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa, sangat memerlukan
kemampuan dan ketrampian guru. Sering orang beranggapan keliru bahwa penerapan
metode pemecahan masalah hanya cocok untuk SMP, SMA dan PT saja. Padahal untuk
siswa SD sederajat juga bisa dilakukan dengan tingkat kesulitan permasalahan
yang sesuai dengan taraf kemampuan berpikir anak.
b. Proses belajar mengajar dengan mengguakan metode
ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil
waktu pelajaran lain.
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan
mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak
berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok yang kadang-kadang
memerlukan berbagai sumber belajar merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
8.
Metode Karyawisata
Metode karyawisata adalah cara
mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa ke suatu tempat atau objek
tertentu di luar sekolah untuk mempelajari/menyelidiki sesuatu seperti meninjau
pabrik sepatu, suatu bengkel mobil, toko serba ada, suatu peternakan atau
perkebunan, museum, dan sebagainya. Karyawisata sering juga disebut dengan
istilah widyawisata, atau study tour.
Kelebihan dari metode karyawisata antara lain
sebagai berikut.
a. Karyawisata
memiliki prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata
dalam pengajaran.
b. Membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih
relevan dengan kenyataan dan kebutuhan di masyarakat.
c. Pengajaran serupa ini dapat lebih merangsang
kreativitas siswa.
d. Informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas dan
aktual .
Kekurangan metode karyawisata antara lain sebagai
berikut.
a. Fasilitas yang diperlukan dan biaya yang
dipergunakan sulit untuk disediakan oleh siswa atau sekolah.
b. Sangat memerlukan persiapan atau perencanaan yang
matang.
c. Memerlukan koordinasi dengan guru serta bidang
studi lain agar tidak terjadi tumpang tindih waktu dan kegiatan selama
karyawisata.
d. Dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi lebih prioritas daripada
tujuan utama, sedang unsur studinya menjadi terabaikan.
e. Sulit mengatur siswa yang banyak dalam perjalanan
dan mengarahkan siswa kepada kegiatan studi yang menjadi permasalahan.
9.
Metode Latihan
Metode latihan yang disebut juga metode training, merupakan suatu cara
mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai
sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk
memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat juga
digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan
ketrampilan. Sebagai suatu metode yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga
tidak dapat disangkal bahwa metode latihan mempunyai beberapa kelemahan. Maka
dari itu, guru yang ingin mempergunakan metode latihan ini kiranya tidak
salah bila memahami karakteristik metode
ini.
Kelebihan metode latihan adalah sebagai berikut.
a. Untuk memperoleh kecakapan motorik, seperti
menulis, melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat,
menggunakan alat-alat (mesin permainan dan atletik), dan trampil menggunakan
peralatan olahraga.
b. Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalam
perkalian, menjumlahkan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda (simbol) dan
sebagainya.
c. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi
yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol,
membaca peta, dan sebagainya.
d. Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan
menambahkan ketepatan serta kecakapan pelaksanaan.
e. Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak
memerlukan konsentrasi dalam pelaksanaannya.
f. Pembentukan kebiasaan-kebiasaan membuat
gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, menjadi lebih otomatis.
Kelemahan metode latihan adalah sebagai berikut.
a. Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa
lebih banyak dibawa kepada penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
b. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara
berulang-ulang merupakan hal yang monoton, mudah membosankan.
c. Membentuk kebiasan yang kaku, karena bersifat
otomatis.
d. Dapat menimbulkan verbalisme.
10. Metode
Ceramah
Metode ceramah metode yang boleh
dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan
sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses
belajar mengajar. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada
anak didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam
kegiatan pengajaran.
Cara mengajar dengan ceramah dapat
dikatakan sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan
untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uaraian tentang suatu pokok
persoalan serta masalah secara lisan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan
penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa. Metode ini
memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai berikut.
Kelebihan dari Metode Ceramah
- Guru mudah
menguasai kelas.
- Mudah
mengorganisasikan tempat duduk/kelas.
- Dapat diikuti
oleh jumlah siswa yang besar.
- Mudah
mempersiapkan dan melaksanakannya.
- Guru mudah
menerangkan pelajaran dengan baik.
Kekurangan Metode Ceramah
- Mudah menjadi
verbalisma (pengertian kata-kata)
- Yang visual
menjadi rugi, yang audit (mendengar) yang besar menerimanya.
- Bila selalu
digunakan dan terlalu lama, membosankan.
- Guru
menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar
sekali.
- Menyebabkan
siswa menjadi pasif.
11. Metode
Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode
dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan kepada siswa dan siswa
menjawab, atau sebaliknya siswa bertanya kepada guru dan guru menjawab
pertanyaan siswa (Soetomo,1993:13). Metode ini sering digunakan dalam
pengajaran IPS dimana metode tanya jawab ini bisa dilaksanakan bersamaan dengan
metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan lainnya dengan tujuan ingin lebih
meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan anak. Ada pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat umum misalnya “Apakah kalian telah siap pindah ke langkah
beriutnya?” atau “Kira-kira berapa lama lagi kalian siap akan menyelesaikan tugas
tersebut?” Pertanyaan-pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan penting namun
lebih menyangkut prosedural, jadi tidak mengenai materi substantive yang
dipelajari. Guru menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu untuk
menjelaskan prosedur, untuk memastikan apakah siswa memahami apa yang
dilakukan, untuk memperoleh balikan tentang suatu kegiatan demonstrasi atau
penjelasan. Bertanya dapat pula digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa
terhadap konsep, generalisasi, atau mata pelajaran. Kadang pertanyaan
memerlukan siswa untuk mengingat kembali informasi yang pernah dibaca atau
didengar dalam diskusi kelas. Jadi, metode tanya jawab adalah suatu metode yang
cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama
dari guru kepada siswa atau sebaliknya yaitu siswa bertanya kepada guru. Metode
tanya jawab memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
Kelebihan dari Metode Tanya Jawab
a. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian
siswa, sekalipun ketika itu siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar
dan hilang kantuknya.
b. Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan
daya pikir, termasuk daya ingatan.
c. Mengembagkan keberanian dan ketrampilan siswa
dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
Kekurangan Metode Tanya Jawab
a. Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat
mendorong siswa untuk berani, dengan menciptakan suasana yang tegang.
b. Tidak mudah membuat pertanyaan yang tidak sesuai
dengan tingkat berpikir dan pemahaman siswa.
c. Waktu banyak terbuang, terutama bila siswa tidak
dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
d. Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin
cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap siswa.
Guru melontarkan teknik tanya jawab
itu mempunyai tujuan agar siswa dapat mengerti atau mengingat-ingat tentang
fakta yang dipelajari, didengar, ataupun dibaca sehingga memiliki pengertian
yang mendalam tentang fakta itu. Diharapkan dengan tanya jawab itu mampu
menjelaskan langkah-langkah berpikir kritis atau proses yang ditempuh dalam
memecahkan masalah sehingga jalan pikiran anak tidak meloncat-meloncat yang
akan merugikan siswa sendiri dalam menangkap suatu masalah untuk dipecahkan.
Dengan demikian mungkin siswa menemukan pemecahan masalah dengan cepat dan
tepat. Pertanyaan, kesanksian keragu-raguan adalah sumber aktivitas mental.
Pertanyaan adalah stimulus mendorong anak untuk berpikir dan belajar (Nasution
M.A, 1982:163).
Menurut Nasution M.A, tujuan pertanyaan
adalah:
- mendorong anak
untuk berpikir untuk memecahkan suatu soal
- membangkitkan
pegertian lama dan pengertian baru
- menyelidiki dan
menilai penguasaan siswa tentang bahan pengajaran
- membangkitkan
minat tentang sesuatu sehingga timbul keinginan untuk mempelajarinya
- menunjukkan
perhatian anak pada bagian-bagian penting dalam pelajaran
- menyelidiki
kepandaian, minat, kematangan dan latar belakang anak
- menarik
perhatian anak atau kelas
(Nasution, M.A,
1982: 162)
Dalam mengajukan pertanyaan, ada
beberapa kaidah yang harus diikuti sehingga pertanyaan itu efektif dan tidak menimbulkan
penafsiran ganda. Jika pertanyan yang diajukan tidak tepat, justru akan membuat
anak semakin bingung. Menurut Nasution M.A, ciri-ciri pertanyaan yang baik
adalah:
1. Pertanyaan harus jelas dan singkat
2. Tujuan pertanyaan harus jelas
3. Pertanyaan harus mengandung suatu masalah
4. Pertanyaan harus mendorong anak untuk berpikir
5. Hendaknya disingkirkan pertanyaan yang menghendaki
jawaban “ya” atau “tidak”.
Sedangkan teknik bertanya oleh guru
dalam kelas adalah:
1. Tujukan mula-mula pertanyaan pada seluruh kelas.
- Beri kesempatan
yang sama kepada setiap anak untuk menjawab
- Beri waktu
secukupnya kepada siswa untuk berpikir untuk menjawab
- Pada umumnya
jangan mengulangi pertanyaan
- Pada umumnya
jangan ulangi jawaban siswa
- Jangan
mendesak-desak siswa yag menyatakan bahwa ia tidak dapat menjawab
pertanyaan.
- Kadang-kadang
tujukan pertanyaan kepada siswa yang tidak menyimak
- Berikan
pertanyaan seperti suasana bercakap-cakap
Dalam merespon jawaban siswa sikap guru harus
hati-hati agar jangan sampai merespon yang diberikan, mengakibatkan motivasi
siswa menurun atau justru membunuh keberanian siswa dalam menjawab persoalan.
Dengan sikap yang tepat, guru dapat merangsang tumbuhnya keberanian dan
motivasi siswa dalam menjawab pertanyaan atau mengajukan pertanyaan kepada
guru.
Menurut Nasution, M.A, sikap guru terhadap jawaban
siswa adalah sebaiknya:
1. tunjukan sikap menghargai jawaban siswa. Jangan
mengatakan jawaban siswa itu salah karena dapat mematikan jawaban siswa.
2. tafsirkan jawaban anak ke arah yang menguntungkan
siswa. Jawaban siswa yang agak kabur dirumuskan oleh guru dengan kata-kata yang
agak berlainan sehingga benar.
3. kadang-kadang boleh juga suatu jawaban disuruh
menilai kebenarannya oleh siswa yang lainnya.
4. guru harus menuntut dari siswa agar jawaban yang
disampaikan dalam bahasa yang baik.
Keuntungan Metode Tanya Jawab
1. suasana lebih aktif
2. anak mendapat kesempatan baik secara individu
maupun secara kelompok untuk menanyakan banyak hal.
3. guru mengetahui bagaimana penguasaan anak terhadap
materi yang sedang disampaikan
4. mendorong anak untuk berani mengajukan
pendapatnya.
2.3 Motivasi
Belajar
Motivasi merupakan keadaan internal
diri yang dapat membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara prilaku disampaikan
oleh Woolfolk (1993) dalam (Arya, 2004:46). Menurut Gleitman dan Reber
dinyatakan bahwa”pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal manusia yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti
pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah” (Syah,
2000:136).
Secara
umum motivasi menunjuk kepada seluruh gerakan, termasuk situasi yang mendorong,
dorongan yang timbul dari dalam diri individu, dan tujuan akhir dari gerakan
atau perbuatan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tingkah laku termotivasi
adalah tingkah laku yang berlatar belakang adanya kebutuhan. Tujuan tingkah
laku dikatakan tercapai apabila kebutuhan telah terpenuhi.
“Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri seseorang
yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan. Pernyataan tersebut mengandung tiga pengertian, yaitu
bahwa : (1) motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusia, (2) motivasi ditandai dengan rasa (feeling), afeksi
seseorang, dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia, dan (3)
motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan” (Sardiman, 2001:72)
Maslow
(Suparno,2001:88) mengembangkan teori motivasi yang sifatnya hirarkis. Ia
menyusun tingkatan motivasi manusia sebagai berikut.
1. Kebutuhan fisik, makan, minum, rumah dan pakaian.
2. Kebutuhan akan rasa aman, seperti keinginan untuk
dilindungi secara fisik maupun fisiologis.
3. Kebutuhan untuk menjadi bagian dari golongan
termasuk untuk dimiliki dan memiliki (belonging).
Terkait dengan kebutuhan ini adalah persahabatan atau afiliasi, rasa disayangi
dan menyayangi.
4. Kebutuhan untuk dihargai, yang direfleksikan pada
kebutuhan untuk menguasai ketrampilan/komptetensi tertentu secara memadai,
presitise, dan perasaan diakui oleh lingkungan besar.
5. Puncak kebutuhan manusia tersebut adalah
aktualisasi diri, yaitu perkembangan diri pribadi secara maksimal.
Dengan kelima motivasi tersebut, seseorang akan
terdorong untuk belajar jika dirinya berada di dalam lingkungan yang nyaman,
bebas dari ancaman, memperoleh penghargaan dari sekitarnya, dan memiliki
kebebasan untuk berkembang.
Cofer and Apply menyatakan bahwa ada
enam aspek yang berhubungan dengan motivasi sebagai prilaku khusus, yaitu : (1)
sukses, (2) gagal, (3) nilai positif sukses, (4) nilai negatif gagal, (5)
motivasi belajar, (6) motivasi untuk menghindari kegagalan. Dari kutipan
tersebut tampak bahwa motivasi belajar merupakan salah satu aspek yang
berhubungan dengan motivasi sebagai prilaku khusus. Murray (dalam Arya,
2004:50) memberikan deskripsi tentang kecenderungan-kecenderungan sikap
individu yang memiliki motivasi belajar tinggi, yaitu sebagai berikut. (Arya, 2004:51)
a. memiliki dorongan yang kuat untuk menyelesaikan
tugas yang sulit,
b. memiliki dorongan untuk menguasai dan
mengorganisir benda, orang, dan gagasan,
c. ingin mengerjakan sesuatu secepat dan semandiri
mungkin,
d. ingin memperoleh pengakuan dari orang lain atas
hasilnya dan atas segala usahanya.
Menurut Slavin motivasi belajar adalah
upaya keras yang dilakukan secara terus menerus untuk mencapai suatu tujuan.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa siswa yang mempunyai motivasi belajar yang kuat
cenderung bertahan lebih lama menyelesaikan suatu tugas dibandingkan dengan
siswa yang kurang memiliki motivasi belajar. Kalaupun mereka gagal, mereka akan
menghubungkan kegagalan tersebut dengan
kurangnya usaha (Slavin 1995:55)
McClelland menyimpulkan dari penelitiannya bahwa
motivasi belajar merupakan faktor penting yang menentukan tingkat pertumbuhan
masyarakat. Ia menemukan tiga karakteristik umum dari orang yang memiliki
motivasi belajar, yaitu : (1) kepiawaian menetapkan tujuan personal yang tinggi
tetapi secara rasional dapat dicapai, (2) lebih komit terhadap kepuasan belajar
secara personal dari dalam daripada iming-iming hadiah dari luar, dan (3)
keinginan akan umpan balik dari pekerjaannya (McClelland, 1999 dalam Arya,
2004:52).
Pada dasarnya siswa yang memiliki
motivasi belajar tinggi sangat besar harapannya untuk meraih sukses dan tidak
banyak pikirannya dihantui oleh perasaan-perasaan gagal, dan mereka umumnya
memiliki harapan untuk sukses lebih besar serta memiliki semangat kompetisi
yang lebih positif dan terarah. Bagi seseorang yang memiliki motivasi belajar
tinggi juga tampak melalui usaha-usahanya untuk menghindari kegagalan yang
menghadangnya. Adapun bentuk usaha-usaha tersebut seperti : belajar dengan
rajin, selalu mengerjakan tugas tepat waktu, dan tidak mudah menyerah dalam
menyelesaikan tugas yang dibebankan.
McClelland
menyatakan bahwa motivasi belajar mempunyai dua aspek yaitu : pertama
mencirikan ketahanan dan suatu kekuatan akan kegagalan, dan kedua meningkatkan usaha
keras yang berguna dan mengharapkan akan kebelajaran. Sedangkan Traves (1982)
dalam Yuniati (2003:43) mengatakan bahwa ada dua kata yang penting dalam
motivasi belajar yaitu mengharapkan sukses dan takut akan kegagalan (Yuniati,
2003:43).
Dari
uraian tersebut motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
suatu dorongan dari dalam diri siswa untuk meraih sukses dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya dan bertujuan untuk memperoleh kebelajaran dalam kompetisi.
Untuk mencapai kebelajaran dalam kompetisi atau pengakuan keunggulan dari siswa
lain dapat dilakukan dengan rajin belajar, mempunyai harapan untuk sukses dalam
segala tindakan, dan berusaha dengan sekuat tenaga menghindari segala bentuk
kegagalan yang menghadang. Dari uraian tersebut, diperoleh tiga dimensi untuk
mengukur motivasi belajar, yaitu : (1) motivasi belajar, (2) harapan sukses,
dan (3) penghindaran kegagalan.
Memotivasi
belajar penting artinya dalam proses belajar mengajar siswa karena fungsinya
yang mendorong, menggerakkan dan mengarahkan kegiatan belajar. Karena itu, prinsip-prinsip
pergerakan memotivasi belajar sangat
erat kaitannya dengan prinsip-prinsip belajar itu sendiri. Dibawah ini akan
diuraikan beberapa prinsip belajar dan motivasi supaya mendapat perhatian dari
pihak perencanaan pengajaran khususnya dalam rangka merencanakan kegiatan
belajar mengajar.
2.4.1 Kesatu, Kebermaknaan
Siswa akan suka dan
termotivasi belajar apabila hal-hal yang dipelajari mengandung makna tertentu
baginya. Kemaknaan sebenarnya bersifat personal karena dirasakan sebagai
sesuatu yang penting bagi diri seseorang. Ada kemungkinan pelajaran yang
disajikan oleh guru tidak dirasakan sebagi bermakna berusaha menjadi pelajarannya dengan makna
bagi semua siswa. Caranya ialah dengan mengaitkan pelajarannya yang pengalaman
masa lampau siswa, tujuan-tujuan masa mendatang dan minat serta nilai-nilai
yang berarti bagi mereka.
1. Hubungan pengajaran dengan pengalaman para siswa
Pelajaraan akan bermakna bagi siswa
jika guru berusaha menghubungkannya dengan pengalaman masa lampau, atau
pengalaman-pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya.
2. Hubungan pengajaran dengan minat dan nilai siswa
Sesuatu yang menarik minat dan nilai
tertinggi bagi siswa berarti bermakna baginya. Karena itu, guru hendaknya berusaha
menyesuaikan pelajaran (tujuan, materi, dan metodik) dengan minat para
siswanya. Caranya antara lain memberikan kesempatan kepada para siswa berperan
serta memilih.
2.4.2 Kedua, Modelling
Siswa akan suka
memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan
lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengajarkannya dalam
bentuk tingkah laku model, bukan dengan hanya menceramah/menceritakannya secara
lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa
yang diinginkan oleh guru. Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut.
1)
Guru supaya
menetapkan aspek-aspek penting dari tingkah laku yang dipertunjukkan sebagai
model. Jelaskan setiap tahap dan keputusan yang akan ditempuh agar mudah diterima oleh siswa.
2)
Siswa yang
dapat menirukan model yang telah dipertunjukkan hendaknya diberikan ganjaran
yang setimpal.
3)
Model harus
diamati sebagai suatu pribadi yang lebih tinggi daripada siswa sendiri, yang
mempertunjukkan hal-hal yang lebih untuk ditiru oleh siswa.
4)
Hindarkan
jangan sampai tingkah laku model berbenturan dengan nilai-nilai atau keyakinan
siswa sendiri.
5)
Modelling disajikan dalam teknik mengajar atau dalam ketrampilan-ketrampilan sosial.
2.4.3 Ketiga, Komunikasi Terbuka
Siswa lebih sukar
belajar bila penyajian terstruktur supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap
pengawasan siswa. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk melaksanakan
komunikasi terbuka, yaitu sebagai berikut.
1. Kemukakan tujuan yang hendak dicapai kepada para
siswa agar mendapat perhatian mereka.
2. Tunjukkan hubungan-hubungan, kunci agar siswa
benar-benar memahami apa-apa yang sedang diperbincangkan.
3. Jelaskan pelajaran secara nyata, diusahakan
menggunakan media instruksional sehingga lebih menjelaskan masalah yang sedang
dibahas.
Tujuan-tujuan apa
yang diinginkannya, bahan pelajaran apa yang hendak dipelajari, dan
kegiatan-kegiatan apa yang ingin dilakukannya. Kesempatan itu berarti
menyalurkan minat siswa untuk belajar lebih baik. Jika hal itu dapat dilakukan,
maka berarti siswa akan menjadi lebih bermotivasi dalam pembelajaran yang
disajikan oleh guru.
2.4.4 Keempat, Prasyarat
Dalam pembelajaran
guru hendaknya berusaha mengetahui/ mengenali prasyarat-prasyarat yang telah
dimiliki. Siswa yang berada dalam kelompok yang bersyarat akan mudah mengamati
hubungan antara pengetahuan yang sederhana yang telah dimiliki dengan
pengetahuan yang kompleks yang akan dipelajari. Berbeda halnya dengan siswa
yang belum memiliki prasyarat yang
diperlukan, ternyata lebih sulit menerima pelajaran baru dengan kemungkinan
timbulnya kegagalan dan frustasi. Untuk mengenali apakah siswa telah memiliki
prasyarat yang dibutuhkan itu, maka guru dapat melakukan analisis terhadap
tugas, topik, dan tujuan-tujuan yang dicapai. Kemudian guru memberikan tes
mengenai prasyarat tersebut. Bertitik tolak dari keadaan siswa tersebut, guru
akan lebih mudah menyesuaikan pelajarannya sehingga membangkitkan motivasi
belajar yang lebih tinggi di kalangan siswa.
2.4.5 Novelty
Siswa lebih senang
belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian baru (novelty) atau masih asing. Sesuatu gaya
dan alat yang baru atau masing-masing bagi siswa akan lebih menarik perhatian
mereka untuk belajar, misalnya yang belum pernah dilihat sebelumnya. Cara-cara
tersebut misalnya menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi,
berbagai alat bantu, tugas macam-macam kegiatan yang mungkin asing bagi mereka.
2.4.6 Keenam Latihan/Praktek yang Aktif dan Bermanfaat
Siswa lebih senang
belajar jika mengambil bagian yang aktif dalam latihan/praktek untuk mencapai
tujuan pengajaran. Praktek secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri,
bukan mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis. Pengajaran hendaknya
disesuaikan dengan prinsip ini, dengan cara sebagai berikut.
1. Usahakan agar siswa sebanyak mungkin menjawab
pertanyan-pertanyaan atau memberikan respons terhadap pertanyaan guru,
sedangkan siswa lainnya menulis jawaban-jawaban dan menanggapinya secara lisan.
2. Mintalah agar siswa menyusun atau menata kembali
informasi yang diperolehnya dari bacaan.
3. Sediakan laboratorium dan situasi praktek lapangan
berdasarkan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.
2.4.7 Latihan Terbagi
Siswa lebih senang
belajar jika latihan dibagi-dibagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek.
Latihan-latihan secara demikian akan lebih meningkatkan motivasi siswa belajar
dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang
panjang. Cara yang demikian akan melelahkan siswa, bahkan mungkin menyebabkan
mereka tidak menyenangi pelajaran, serta mengalami kekeliruan dalam
mempraktekkanannya.
2.4.8 Kedelapan, Kurangi secara Sitematik Paksaan Belajar
Pada waktu mulai
belajar, siswa perlu diberikan paksaan atau pemompaan. Akan tetapi bagi siswa yang sudah memulai meguasai pelajaran,
maka secara sisteamtik pemompaan itu dikurangi dan akhirnya lambat laun siswa
dapat belajar sendiri. Harus dihindarkan jangan sampai siswa mau belajar
tergantung pada pemompaan saja. Lagi pula pemompaan itu jangan terlalu segera
dihilangkan karena mungkin siswa mendapat kekeliruan. Cara itu memang perlu
dilaksanakan dalam rangkaian meningkatka motivasi belajar siswa.
2.4.9 Kesembilan, Kondisi yang Menyenangkan
Siswa lebih senang melanjutkan
belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan. Maka guru dapat melakukan
cara-cara berikut.
1) Usahakan jangan mengulangi hal-hal yang telah
mereka keahui karena menyebabkan kejenuhan.
2) Suasana
fisik kelas jangan sampai membosankan.
3) Hindarkan terjadinya frustasi dikarenakan situasi
kelas yang tidak menentu atau mengajukan permintaan yang tak masuk akal, dan
diuar jangkauan pikiran manusia.
4) Hindarkan suasana kelas yang bersifat emosional
sebagai akibat adanya kontak personal.
Untuk menciptakan kondisi yang
menyenangkan dapat dilakukan dengan cara-cara berikut.
1) Siapkan tugas-tugas yang menantang selama
diselenggarakannya latihan.
2) Berilah siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang
telah dicapai oleh masing-masing siswa.
3) Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha
yang dilakukan oleh siswa.
2.4 Prestasi
belajar IPS
Prestasi belajar adalah suatu
kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung dengan tes. Menurut Muryati
(2001:18), Prestasi adalah hasil dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan. Prestasi
belajar merupakan suatu hal yang sangat komplek, karena prestasi belajar
merupakan hasil olahan suatu masukan yang dalam hal ini adalah siswa baru yang
memasuki suatu sekolah menjadi keluaran yaitu siswa yang telah mampu
menyelesaikan tugas yang diberikan (lulus). Menurut Bloom prestasi belajar
merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendapat lain mengemukakan bahwa prestasi
belajar mencerminkan sejauh mana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan pada setiap bidang studi. Dari definisi-definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan kemampuan aktual yang dapat diukur
dan berwujud penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang dicapai
oleh siswa sebagai hasil dari proses belajar.
2.5 Kerangka
Berpikir
Semua guru berupaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya dengan
melakukan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Menerapkan berbagai metode pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah salah
satu contoh dari tindakan tersebut. Dalam penelitian ini dicobakan suatu metode
tanya jawab yaitu metode pemberian pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
materi yang akan dibahas kepada siswa atau siswa bertanya kepada gurunya.
Metode ini juga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi siswa dalam
mengembangkan rasa kerjasama dan tanggung jawab dan diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi belajar di dalam diri siswa. Dari paparan ini dapat diduga
bahwa pernerapan metode tanya jawab dapat meningkatkan prestasi belajar IPS dan
motivasi belajar siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Seting
Penelitian
Seting penelitian yang akan
dilaksanakan ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam
pelaksanaan tindakan digunakan metode tanya jawab dalam pembelajaran IPS.
3.2
Variabel
Penelitian
Variabel
penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah metode tanya jawab dalam pembelajaran IPS,
sedangkan variabel terikatnya adalah motivasi dan prestasi belajar. Variabel populasinya
terdiri dari 7 kelas, karena ini penelitian PTK maka hanya satu kelas dipakai
sampel dan dianggap kelas ini dapat
mewakili kelas lainnya. Sampel penelitian adalah siswa kelas VII C SMP Negeri 1
Abang tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 42 orang . Alasan pengambilan
sampel penelitian ini karena prestasi belajar siswa masih rendah dan motivasi
siswa dalam pembelajaran IPS masih rendah.
3.3 Rancangan
dan Pelaksanaan Tindakan
Penilaian
tindakan ini terdiri dari dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari
tahapan-tahapan. Adapun tahapan-tahapan masing-masing siklus dari penelitian ini sebagai berikut.
Siklus ke-I
- Perencanaan Tindakan I
- Pelaksanaan Tindakan I
- Observasi dan evaluasi I
- Refleksi I
Siklus ke-II
1.
Perencanaan Tindakan II
2.
Pelaksanaan Tindakan II
3.
Observasi dan evaluasi II
4.
Refleksi II
Pembuatan Laporan
3.3.1. Siklus I
3.3.2.
Siklus II
Refleksi dilakukan pada akhir siklus,
sebagai acuan dalam refleksi ini adalah hasil tes prestasi belajar IPS dan
hasil kuisioner motivasi belajar siswa.
Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta
menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya
3.4 Prosedur
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri
atas.
1. Data prestasi belajar IPS. Data ini dikumpulkan
dengan menggunakan tes prestasi belajar IPS. Tes ini dalam bentuk soal essay.
2. Data motivasi belajar, untuk mengetahui motivasi
belajar siswa digunakan kuisioner
motivasi belajar yang telah dimodifikasi dan diadaptasi dari tes yang dibuat
Robinson, yang meliputi tiga aspek yakni : motivasi belajar, harapan sukses,
dan penghindaran kegagalan. Instrumen ini menggunakan skala Likert yang terdiri
dari lima pilihan jawaban yaitu : hampir selalu (HS), sering (SR),
kadang-kadang (KK), jarang (JR), dan tidak pernah (TP). Untuk pernyataan yang
positif, masing-masing pilihan pada setiap item diberi skor yaitu : HS = 5 ; SR
= 4 ; KK = 3 ; JR = 2 ; TP = 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif cara memberikan skor adalah kebalikannya dari
pertanyaan positif yaitu : HS = 1 ; SR = 2 ; KK = 3 ; JR = 4 ; TP = 5.
3.5 Analisis
Data
(1) Data Prestasi belajar IPS
Prestasi belajar IPS dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menentukan
nilai rata-rata prestasi belajar IPS (mean) dengan rumus :
=
Keterangan:
M = Rata-rata penguasaan konsep
X = Nilai tes
prestasi belajar siswa
N = Banyaknya siswa
Kualifikasi prestasi belajar IPS
ditentukan dengan kriteria berikut.
Tabel 3.1. Kreteria
Prestasi Belajar
Skor |
Kriteria |
85
≤ M ≤
100 |
Sangat Baik |
70
≤ M < 85 |
Baik |
55
≤ M < 70 |
Cukup |
40
≤ M < 55 |
Kurang |
0 ≤ M
< 40 |
Sangat Kurang |
Kriteria keberhasilan nilai rata-rata
prestasi belajar IPS kelas sekurang-kurangnya 65 sesuai dengan tuntutan
kurikulum serta daya serap dan ketuntasan belajar siswa dengan rumus sebagai berikut.
DS = M x 10%
KB =
Keterangan :
DS =
Daya Serap
M =
Nilai rata-rata penguasaan konsep
KB = Ketuntasan Belajar
N =
Banyaknya Siswa
Daya serap dan ketuntasan
belajar yang dicapai diharapkan memenuhi tuntutan kurikulum yaitu Daya Serap (DS)
³ 65% dan Ketuntasan Belajar (KB) ³ 85% (Depdikbud, 1993).
2) Data Motivasi Belajar Siswa
Analisis terhadap motivasi
belajar siswa dilakukan secara deskriptif kualitatif. Kriteria penggolongan
motivasi disusun berdasarkan mean ideal (MI) dan standar deviasi ideal (SDI).
Rumus MI dan SDI adalah :
MI = ½ (skor tertinggi ideal +
skor terendah ideal)
SDI = 1/6 (skor tertinggi ideal
– skor terendah ideal)
Motivasi
belajar siswa ditentukan dengan menghitung rata-rata motivasi belajar siswa
untuk kemudian dikategorikan dengan pedoman berikut.
Tabel
3.2 Kreteria Penilaian Motivasi Belajar
Skor |
Kriteria |
|
Sangat Tinggi |
MI + 0,5 SDI £ |
Tinggi |
MI – 0,5 SDI £ |
Sedang |
MI – 1,5 SDI £ |
Rendah |
|
Sangat rendah |
Untuk skor rata-rata
motivasi belajar siswa digunakan rumus :
Keterangan
:
= skor
rata-rata motivasi belajar siswa
X = skor motivasi belajar siswa
N =
banyaknya siswa
Kriteria
keberhasilan motivasi belajar siswa berhasil bila motivasi belajar siswa
berada pada kriteria tinggi
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan ini berlangsung selama
dua siklus dari bulan September 2012 sampai dengan bulan Desember
2012. Hasil penelitian mencakup
motivasi prestasi belajar, prestasi belajar, dan respon siswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus
dimana masing-masing siklus terdiri dari lima pertemuan, dengan distribusi
waktu empat pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu pertemuan untuk
pemberian evaluasi. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis
sesuai dengan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil analisis data
tentang motivasi belajar, prestasi belajar, dan respon siswa pada setiap siklus
adalah sebagai berikut :
Hasil penelitian pada siklus I
mancakup prestasi belajar dan motivasi belajar siswa. Hasil analisis data dapat
diuraikan sebagai berikut.
1)
Prestasi
belajar
Data tes prestasi belajar siklus I terlihat pada lampiran 11. Data prestasi belajar pada siklus I disajikan pada tabel 4.1 .
Tabel 4.1 Data Prestasi Belajar Siklus I
No |
Nama Siswa |
Skor |
Ketuntasan |
|
1 |
Aditya Pradnyana I Gede Made |
75 |
Tuntas |
|
2 |
Aditya Pratama Putra |
60 |
Belum Tuntas |
|
3 |
Agus Pindiartho Widnyana I K |
75 |
Tuntas |
|
4 |
Andika Pranata I Putu |
60 |
Belum Tuntas |
|
5 |
Andita May Utama Wayan |
85 |
Tuntas |
|
6 |
Angga Sutejaningrat |
75 |
Tuntas |
|
7 |
Apriyanti I GustiAyu |
80 |
Tuntas |
|
8 |
Ari Putra Dewa Gede |
60 |
Belum Tuntas |
|
9 |
Aryanta Putra I Wayan |
70 |
Tuntas |
|
10 |
Asta Andika I Putu |
75 |
Tuntas |
|
11 |
Ayu Diah Utari Ni Made |
55 |
Belum Tuntas |
|
12 |
Ayu Juni Suryantari Ni Komang |
75 |
Tuntas |
|
13 |
Ayu Wahyuni Ni Kadek |
70 |
Tuntas |
|
14 |
Darmiasa I Ketut |
65 |
Tuntas |
|
15 |
Dianarasi Ni kadek |
80 |
Tuntas |
|
16 |
Dina Antariwati komang |
75 |
Tuntas |
|
17 |
Dwi Ageng putri Segari Ida Ayu Md |
75 |
Tuntas |
|
18 |
Dwi Pramestia Utari |
70 |
Tuntas |
|
19 |
Galang Vidyasuara Putra Made |
55 |
Belum Tuntas |
|
20 |
Indra Nugraha I Made |
75 |
Tuntas |
|
21 |
Kawiyasa I Made |
75 |
Tuntas |
|
22 |
Manmanta Yossanta I Made |
65 |
Tuntas |
|
23 |
Mega Aprilliani Ni Luh |
65 |
Tuntas |
|
24 |
Merta Kepakisan I Gusti Nyoman |
55 |
Belum Tuntas |
|
25 |
Mia Septiari Dewi Ni Wayan |
70 |
Tuntas |
|
26 |
Muni Arsa I Gusti Ayu |
70 |
Tuntas |
|
27 |
Murniasih Ni Luh |
70 |
Tuntas |
|
28 |
Murniati I Gusti Ayu |
70 |
Tuntas |
|
29 |
Nila Krisnayanti Ni Putu |
70 |
Tuntas |
|
30 |
Novita Wulandari I Gusti Ayu |
75 |
Tuntas |
|
31 |
Oka Sukrayana I Gede |
70 |
Tuntas |
|
32 |
Putra Ida Bagus Made |
70 |
Tuntas |
|
33 |
Putu Sukrayani Ni Luh |
70 |
Tuntas |
|
34 |
Sandi Sentosa |
60 |
Belum Tuntas |
|
35 |
Sanistrawati Ni Made |
55 |
Belum Tuntas |
|
36 |
Sri Juniantari I Gusti Ayu |
70 |
Tuntas |
|
37 |
Sukirta Adi Arnawa I Komang |
60 |
Belum Tuntas |
|
38 |
Tresna Anjani Ni Putu |
65 |
Tuntas |
|
39 |
Utami Dewi Ida Ayu |
70 |
Tuntas |
|
40 |
Weda Ary Bhawana Kadek |
50 |
Belum Tuntas |
|
41 |
Widya Pratwi I Putu |
50 |
Belum Tuntas |
|
42 |
Yuni Ardani Ni Putu |
70 |
Tuntas |
|
Jumlah |
2855 |
|
Data
prestasi diatas kemudian dibuatkan tabel distribusi sesuai dengan kreteria yang
telah ditetapkan yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.2 Distribusi Prestasi Belajar Siklus I
Kriteria |
Jumlah Siswa (orang) |
Persentase |
Keterangan |
85
≤ M ≤
100 |
1 |
2,38% |
Sangat baik |
70
≤ M < 85 |
26 |
61,90% |
Baik |
55
≤ M < 70 |
13 |
30,95% |
Cukup |
40
≤ M < 55 |
2 |
4,77% |
Kurang |
0
≤ M < 40 |
0 |
0% |
Sangat Kurang |
Berdasarkan tabel 4.2. diperoleh persentase jumlah siswa yang termasuk kategori sangat baik sebesar 2,38%, kategori baik sebesar 61,90%, kategori cukup sebesar 30,95%, kategori kurang sebessar 4,77% dan tidak ada siswa dengan kategori sangat kurang. Untuk daya serap dan dan ketuntasan belajar klasikalnya dihitung dengan menggunakan data pada tabel 4.1.
Nilai rata-rata (R) dari siklus I adalah sebagai
berikut
R =
67,98
Daya serap (DS) yang didapatkan pada siklus I
adalah sebagai berikut.
DS = M ´ 10% = 6,798 ´ 10 % = 67,98%
Ketutasan Belajar (KB) klasikal yang didapatkan
pada siklus I berdasarkan tabel 4.1 adalah sebagai berikut.
KB =
KB =
KB = 73,81%
Dari hasil analisis data tersebut
dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 67,98 dan daya
serap sebesar 67,98%. Hasil tersebut telah sesuai dengan tuntutan kurikulum
yaitu nilai rata-rata lebih besar atau sama dengan 65, sedangkan ketuntasan
belajar klasikalnya sebesar 73,81% belum memenuhi tuntutan kurikulum atau
kurang dari 85 % sehingga ketuntasan secara klasikal belum tuntas.
2)
Motivasi
Belajar siswa
Data
motivasi belajar siswa siklus I terlihat pada lampiran 12. Hasil distribusi data motivasi belajar siswa
siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi Motivasi Belajar Siswa Siklus
I
Kriteria |
Jml. Siswa (orang) |
Persentase |
Keterangan |
80 ≤ |
15 |
35,71% |
Sangat tinggi |
67
≤ |
10 |
23,81% |
Tinggi |
53
≤ |
13 |
30,95% |
Sedang |
40
≤ |
4 |
9,53% |
Rendah |
|
0 |
0% |
Sangat rendah |
Hasil analisis data motivasi belajar, diperoleh skor rata-rata motivasi
Belajar siswa siklus I sebesar 74,00 dengan kategori tinggi. Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh persentase jumlah siswa
yang memiliki motivasi belajar termasuk kategori sangat tinggi sebesar 35,71% kategori tinggi sebesar 23,81% kategori
sedang sebesar 30,95% kategori rendah sebesar 9,53%, dan tidak ada siswa dengan
kategori sangat rendah. Dari hasil tersebut tampak bahwa sebanyak 60% siswa
telah memenuhi kriteria keberhasilan. Secara umum motivasi belajar pada siklus
I belum sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu berada pada
kategori sedang, karena itu ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan dilihat
dari kendala-kendala pada hasil angket yang didapatkan.
3)
Hasil
Refleksi
Berdasarkan
hasil pengamatan peneliti selama pemberian tindakan pada siklus I ditemukan beberapa kendala atau hambatan.
Kendala atau hambatan tersebut yaitu :
a. Ada beberapa siswa yang tidak mau berpartisipasi
dalam kelompoknya.
b. Ada beberapa orang siswa yang belum mampu menjawab
soal LKS dengan baik
c. Pada saat menghadapi tes, masih banyak siswa yang
belum mempersiapkan diri secara maksimal, hanya ada beberapa orang siswa saja
yang mau dan berani bertanya pada guru pengajar di luar jam pelajaran.
Adanya
kendala atau hambatan tersebut menyebabkan belum optimalnya proses pembelajaran
yang dilangsungkan, beberapa kelompok yang anggotanya tidak mau berpartisipasi
tidak mampu menyelesaikan LKS dalam waktu yang telah ditentukan. Ketidaksiapan
beberapa siswa dalam menghadapi tes menyebabkan masih adanya siswa yang hasil tesnya di bawah standar yang
diharapkan sehingga ketuntasan belajarnya masih ada di bawah standar yang
diharapkan dalam penelitian ini. Kendala atau hambatan tersebut juga berdampak
pada hasil angket motivasi belajar yang didapatkan, ada 13 orang siswa yang
motivasi belajarnya ada pada kategori sedang dan 4 orang ada pada kategori
rendah.
Upaya
perbaikan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu dengan melakukan tindakan
sebagai berikut.
a.
Pada siklus
II dipilih salah satu kelompok sebagai kelompok terbaik dengan kriteria dapat
menyelesaikan LKS paling cepat dan bila salah satu anggotanya yang ditunjuk
secara acak mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Selain itu
peneliti juga mengubah kelompok yang terbentuk sebelumnya karena ada satu
kelompok yang terlihat pasif dan jumlah anggotanya lebih sedikit dari yang
lainnya. Peneliti juga memberikan motivasi kepada siswa untuk menjawab soal
dengan baik dan tepat.
b.
Memberikan
arahan kepada siswa agar tidak malu bertanya, baik pada temannya maupun pada
guru pengajarnya di luar jam pelajaran jika ada soal-soal yang tidak mampu
dipecahkannya. Selain itu peneliti/guru juga memberikan kesempatan kepada siswa
(±15 menit) untuk bertanya sebelum tes dimulai.
4.1.3
Proses Pembelajaran Siklus II
Sebelum
pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti mensosialisasikan kembali tentang
penerapan metode tanya jawab dalam pembelajaran. Secara umum proses belajar
mengajar pada siklus II ini sama dengan pelaksanaan tindakan siklus I. Namun
ada beberapa peningkatan yang ditunjukkan, siswa lebih aktif dan lebih
termotivasi dalam belajarnya, mereka berlomba untuk menjadi kelompok terbaik.
Selain itu, siswa sudah banyak yang berani bertanya kepada guru pengajar, baik
pada saat jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran.
4.1.4
Hasil Penelitian Siklus II
Hasil penelitian pada siklus II
mencakup prestasi belajar dan motivasi belajar siswa terhadap penerapan metode
tanya jawab. Hasil analisis data dapat diuraikan sebagai berikut.
1)
Prestasi
belajar
Data tes Prestasi belajar siklus II
terlihat pada lampiran 11. Data prestasi belajar pada siklus II disajikan pada
tabel 4.4.
Tabel
4.4 Data Prestasi Belajar Siklus II
No |
Nama Siswa |
Skor |
Ketuntasan |
|
1 |
Aditya Pradnyana I Gede Made |
80 |
Tuntas |
|
2 |
Aditya Pratama Putra |
80 |
Tuntas |
|
3 |
Agus Pindiartho Widnyana I K |
80 |
Tuntas |
|
4 |
Andika Pranata I Putu |
85 |
Tuntas |
|
5 |
Andita May Utama Wayan |
75 |
Tuntas |
|
6 |
Angga Sutejaningrat |
70 |
Tuntas |
|
7 |
Apriyanti I GustiAyu |
70 |
Tuntas |
|
8 |
Ari Putra Dewa Gede |
85 |
Tuntas |
|
9 |
Aryanta Putra I Wayan |
90 |
Tuntas |
|
10 |
Asta Andika I Putu |
85 |
Tuntas |
|
11 |
Ayu Diah Utari Ni Made |
75 |
Tuntas |
|
12 |
Ayu Juni Suryantari Ni Komang |
70 |
Tuntas |
|
13 |
Ayu Wahyuni Ni Kadek |
80 |
Tuntas |
|
14 |
Darmiasa I Ketut |
90 |
Tuntas |
|
15 |
Dianarasi Ni kadek |
90 |
Tuntas |
|
16 |
Dina Antariwati komang |
85 |
Tuntas |
|
17 |
Dwi Ageng putri Segari Ida Ayu Md |
90 |
Tuntas |
|
18 |
Dwi Pramestia Utari |
90 |
Tuntas |
|
19 |
Galang Vidyasuara Putra Made |
75 |
Tuntas |
|
20 |
Indra Nugraha I Made |
70 |
Tuntas |
|
21 |
Kawiyasa I Made |
100 |
Tuntas |
|
22 |
Manmanta Yossanta I Made |
70 |
Tuntas |
|
23 |
Mega Aprilliani Ni Luh |
80 |
Tuntas |
|
24 |
Merta Kepakisan I Gusti Nyoman |
70 |
Tuntas |
|
25 |
Mia Septiari Dewi Ni Wayan |
80 |
Tuntas |
|
26 |
Muni Arsa I Gusti Ayu |
85 |
Tuntas |
|
27 |
Murniasih Ni Luh |
85 |
Tuntas |
|
28 |
Murniati I Gusti Ayu |
60 |
Belum Tuntas |
|
29 |
Nila Krisnayanti Ni Putu |
75 |
Tuntas |
|
30 |
Novita Wulandari I Gusti Ayu |
79 |
Tuntas |
|
31 |
Oka Sukrayana I Gede |
90 |
Tuntas |
|
32 |
Putra Ida Bagus Made |
75 |
Tuntas |
|
33 |
Putu Sukrayani Ni Luh |
75 |
Tuntas |
|
34 |
Sandi Sentosa |
70 |
Tuntas |
|
35 |
Sanistrawati Ni Made |
80 |
Tuntas |
|
36 |
Sri Juniantari I Gusti Ayu |
85 |
Tuntas |
|
37 |
Sukirta Adi Arnawa I Komang |
55 |
Belum Tuntas |
|
38 |
Tresna Anjani Ni Putu |
60 |
Belum Tuntas |
|
39 |
Utami Dewi Ida Ayu |
70 |
Tuntas |
|
40 |
Weda Ary Bhawana Kadek |
60 |
Belum Tuntas |
|
41 |
Widya Pratwi I Putu |
90 |
Tuntas |
|
42 |
Yuni Ardani Ni Putu |
75 |
Tuntas |
|
Jumlah |
3284 |
|
Data
prestasi diatas kemudian dibuatkan tabel distribusi sesuai dengan kreteria yang
telah ditetapkan yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.5 Distribusi Prestasi belajar Siklus II
Kriteria |
Jumlah Siswa (orang) |
Persentse |
Keterangan |
85
≤ M ≤
100 |
15 |
35,71% |
Sangat baik |
70
≤ M < 85 |
23 |
54,76% |
Baik |
55
≤ M < 70 |
4 |
9,53% |
Cukup |
40
≤ M < 55 |
0 |
0% |
Kurang |
0
≤ M < 40 |
0 |
0% |
Sangat Kurang |
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh persentase jumlah siswa
yang termasuk kategori sangat baik
sebesar 35,71%, kategori baik
sebesar 54,76%, kategori cukup sebesar 9,53%, dan tidak ada siswa dengan
kategori kurang dan sangat kurang.
Untuk nilai rata-rata, daya serap
dan ketuntasan belajar klasikalnya dihitung dengan menggunakan data pada tabel
4.4.
Nilai rata-rata (R) dari siklus II adalah sebagai
berikut
R = 78,19
Daya serap (DS) yang didapatkan pada siklus II
adalah sebagai berikut.
DS = M ´ 10% = 7,819 ´ 10 % = 78,19%
Ketutasan Belajar (KB) klasikal yang didapatkan
pada siklus II berdasarkan tabel 4.4 adalah sebagai berikut
KB =
KB =
KB = 90,47 %
Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata pada siklus II adalah 78,19
dan daya serap sebesar 78,19% dan telah memenuhi tuntutan kurikulum, sedangkan
ketuntasan belajar klasikalnya sebesar 90,47% juga telah memenuhi tuntutan
kurikulum yaitu lebih besar dari 85 % atau tuntas.
Untuk melihat peningkatan prestasi
belajar yang diperoleh siswa pada siklus I dan siklus II dibuatkan tabel data sebagai
berikut.
Tabel 4.6 Data Prestasi Belajar Siklus I dan
Siklus II
No |
Prestasi Belajar IPS |
Rata-rata |
Ketuntasan Klasikal |
Kreteria Keberhasilan |
1 |
Siklus
I |
67,98 |
73,81 |
Belum tuntas |
2 |
Siklus
II |
78,19 |
90,47 |
Tuntas |
Dilihat dari hasil analisis siklus I dan siklus II telah terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 10,21 dan ketuntasan klasikal sebesar 16,67%. Perbandingan prestasi belajar untuk masing-masing siklus terlihat pada tabel 4.7 dan gambar grafik 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.7 Perbandingan Prestasi Belajar untuk Masing-masing
Siklus
Siklus I |
Siklus II |
Kategori |
2,38% |
35,71% |
Sangat baik |
61,90% |
54,76% |
Baik |
30,95% |
9,53% |
Cukup |
4,77% |
0% |
Kurang |
0% |
0% |
Sangat Kurang |
|
|
|
Gambar 4.1 Diagram Batang Prestasi belajar
2)
Motivasi
Belajar siswa
Data
motivasi belajar siswa siklus II terlihat pada lampiran 12. Hasil analisis data motivasi belajar siswa
siklus II dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Distribusi Motivasi Belajar Siswa Siklus
II
Kriteria |
Jumlah Siswa (orang) |
Persentase |
Keterangan |
80 ≤ |
33 |
78,57% |
Sangat tinggi |
67
≤ |
7 |
16,67% |
Tinggi |
53
≤ |
2 |
4,76% |
Sedang |
40
≤ |
0 |
0% |
Rendah |
|
0 |
0% |
Sangat rendah |
Hasil analisis data motivasi belajar, diperoleh skor rata-rata motivasi belajar siswa siklus II sebesar 85,90 dengan kategori tinggi. Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh persentase jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar dengan termasuk kategori sangat tinggi sebesar 78,57%, kategori tinggi sebesar 16,67%, kategori sedang sebesar 4,76%, dan tidak ada siswa dengan kategori rendah maupun sangat rendah. Dari hasil tersebut tampak bahwa sebanyak 95,24% siswa telah memenuhi kriteria keberhasilan. Secara umum motivasi belajar pada siklus II sudah sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu minimal berada pada kategori tinggi. Perbandingan motivasi belajar siswa untuk masing-masing siklus terlihat pada gambar grafik 4.2.
Gambar 4.2 Diagram Batang Motivasi Belajar
Dari gambar grafik 4.2 dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan.
4.2 Pembahasan Hasil
Penelitian
Berdasarkan hasil analisis pada siklus I, skor
rata-rata prestasi belajarnya sebesar 67,98 dengan kategori cukup dan skor
rata-rata motivasi belajar sebesar 74,00 dengan kategori tinggi. Temuan ini
menunjukkan bahwa hasil tersebut telah memenuhi tuntutan yang diharapkan dalam
penelitian ini. Namun ketuntasan belajar klasikalnya masih berada di bawah
standar yang diharapkan, ketuntasan belajar klasikal pada siklus I sebesar 73,81%
masih lebih kecil dari yang diharapkan yaitu sebesar 85%. Dari hasil refleksi
pada siklus I, terdapat kendala-kendala yang menyebabkan belum tercapainya
hasil yang diharapkan, yaitu : (1) Ada
beberapa siswa yang tidak mau berpartisipasi dalam kelompoknya. Dari hasil
pengamatan dan wawancara, hal ini disebabkan karena di kelompok ahli tersebut
tidak ada siswa yang memiliki kemampuan akademik yang bisa diharapkan mampu
membimbing teman-temannya. Siswa yang diharapkan mampu sebagai ketua kelompok
dan mampu membimbing teman-temannya ternyata jarang mengikuti pembelajaran; (2)
Ada beberapa orang siswa yang belum paham tentang model pembelajaran dengan
menggunakan metode tanya jawab ; (3) Pada saat menghadapi tes, masih banyak
siswa yang belum mempersiapkan diri
secara maksimal, hanya ada beberapa orang siswa saja yang mau dan berani
bertanya pada guru pengajar di luar jam pelajaran.
Berdasarkan
kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I, maka pada siklus II dilakukan
upaya-upaya perbaikan yatu : (1) Peneliti mengubah kelompok yang terbentuk
sebelumnya, sehingga masing-masing kelompok benar-benar heterogen, baik
akademik maupun jenis kelaminnya. Selain itu, siswa yang jarang mengikuti
pembelajaran diberikan pembinaan dan bimbingan agar mau mengikuti pembelajaran IPS.
Untuk menambah antusias dan motivasi siswa pada siklus II peneliti/guru memilih
salah satu kelompok sebagai kelompok terbaik dengan kriteria dapat
menyelesaikan LKS paling cepat dan bila salah satu anggotanya yang ditunjuk
secara acak mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru ; (2) Pada
siklus II, peneliti memberikan arahan kepada siswa agar tidak malu bertanya,
baik pada temannya maupun pada guru pengajarnya di luar jam pelajaran jika ada
soal-soal yang tidak mampu dipecahkannya. Selain itu peneliti/guru juga
memberikan kesempatan kepada siswa (±15 menit) untuk bertanya sebelum tes dimulai.
Dengan
melakukan perbaikan/pemecahan masalah terhadap kendala-kendala yang dihadapi
pada siklus I, pembelajaran pada siklus II tampak lebih baik dari sebelumnya,
hampir semua siswa berperan aktif dalam pembelajaran, hal ini berdampak pada
hasil yang didapatkan. Skor rata-rata prestasi belajar meningkat dari sebesar 67,98
dengan kategori cukup pada siklus I menjadi sebesar 78,19 dengan kategori baik
pada siklus II. Skor rata-rata motivasi belajar siswa juga meningkat dari
sebesar 74,00 dengan kategori tinggi pada siklus I menjadi sebesar 85,90 dengan
kategori sangat tinggi pada siklus II. Ketuntasan belajar klasikalnya juga
meningkat dari sebesar 73,81% pada siklus I menjadi sebesar 90,47% pada siklus
II. Dilihat dari hasil analisis siklus I dan siklus II telah terjadi
peningkatan nilai rata-rata sebesar 10,21 dan ketuntasan klasikal sebesar
16,67%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penerapan metode tanya jawab dalam
pembelajaran IPS dapat meningkatkan prestasi dan movitiasi belajar siswa.
Secara
umum penelitian ini dapat dikatakan berhasil, karena dua butir kriteria
keberhasilan yang diharapkan dapat tercapai yaitu : (1) hasil prestasi belajar
selama diterapkannya metode tanya jawab dalam pembelajaran IPS sesuai dengan
tuntutan kurikulum dengan ketuntasan belajar sesuai standar yang diharapkan;
(2) motivasi belajar siswa selama penerapan metode tanya jawab dalam
pembelajaran IPS mencapai kategori sangat tinggi
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode tanya jawab dalam
pembelajaran mampu meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar. Hasil
penelitian yang sama juga didapatkan oleh Gede Sarya dan I Made Bawa Mulana,
dalam penelitiannya menemukan bahwa penggunaan metode tanya jawab mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan
prestasi belajarnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan,
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, penerapan
metode tanya jawab dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan prestasi belajar IPS
siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Abang, dengan skor rata-rata prestasi belajar
yang diperoleh pada siklus I dan II masing-masing sebesar 67,98 dan 78,19.
Ketuntasan belajar klasikal pada siklus I dan II masing-masing sebesar 73,81%
dan 90,47%. Dilihat dari data tersebut maka dari siklus I ke siklus II telah terjadi peningkatan nilai
rata-rata prestasi belajar sebesar 10,21 dan ketuntasan klasikal sebesar 16,67%
Kedua,
penerapan metode tanya jawab dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VII
C SMP Negeri 1 Abang, skor rata-rata motivasi belajar meningkat dari sebesar 74,00
pada siklus I dengan kategori tinggi menjadi sebesar 85,90 pada siklus II
dengan kategori sangat tinggi.
5.2 Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian melalui penerapan metode
tanya jawab dalam pembelajaran IPS terjadi peningkatan prestasi belajar dan motivasi
belajar siswa, maka disarankan hal-hal sebagai berikut.
(1). Kepada guru IPS agar berusaha mencoba menerapkan metode
tanya jawab dalam pembelajaran IPS sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi
belajar dan prestasi belajar siswa.
(2). Kepada pengambil kebijakan di sekolah hendaknya
penerapan metode tanya jawab bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk diterapkan
pada pelajaran lain yang memiliki permasalahan serupa dengan yang ditemukan
oleh peneliti.
(3). Kepada pembaca, jika berkeinginan mengadakan
penelitian lebih lanjut lagi mengenai metode tanya jawab dalam pembelajaran IPS
diharapkan mengambil materi yang lain atau materi yang lebih luas lagi untuk
meyakinkan hasil penelitian ini, dan juga diharapkan mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam
penelitian ini sehingga hasil yang diperoleh lebih optimal.
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(CLASSROOM ACTION
RESEARCH)
1 |
Judul Penelitian |
Penerapan metode tanya jawab dalam meningkatkan prestasi belajar IPS
Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Abang |
|
2 |
Peneliti |
|
|
|
a. |
Nama Lengkap dan Gelar |
I Putu Wirasanjaya,S.Pd |
|
b. |
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
|
c. |
Jabatan |
Guru Pertama |
|
|
NIP |
19741029 200902 1 001 |
|
d. |
Pangkat/Golongan |
Penata Muda Tk.I/III.b |
|
e. |
Bidang Studi |
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) |
|
f. |
Unit Kerja |
SMP Negeri 1 Abang |
|
|
Alamat Sekolah |
Abang |
3 |
Lama Penelitian |
16 Minggu (September – Desember 2012) |
|
|
|
|
Mengetahui, Kepala SMP Negeri 1 Abang Drs. I Nengah Rai NIP. 19581231 198803 1 135 |
Amlapura, 30 Desember 2012 Peneliti, I Putu Wirasanjaya,S.Pd NIP. 19741029 200902 1 001
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas Asung
Kerta Wara Nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas
yang berjudul “Penerapan metode tanya jawab dalam meningkatkan prestasi belajar
IPS Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Abang”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan penelitian ini,
penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu melalui
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Kepala SMP Negeri 1 Abang yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan penelitian dan bimbingannya.
2. Bapak/Ibu guru serta staf SMP Negeri 1 Abang yang
telah bekerjasama dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. Seluruh siswa kelas VII C tahun pelajaran 2012/2013 yang telah
berpartisipasi di dalam penelitian ini.
4. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu baik moral maupun material
dalam merampungkan penyusunan penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan
dan saran demi penyempurnaan penelitian ini. Harapan penulis semoga penelitian
ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Amlapura, Desember 2012
Penulis
Penerapan
metode tanya jawab dalam meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas VII C
SMP Negeri 1
Abang
Oleh
I Putu Wirasanjaya,S.Pd
NIP. 19741029 200902 1 001
ABSTRAK
Tujuan mata pelajaran IPS tersebut kemudian
dijabarkan ke dalam beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Kompetensi-kompetensi yang hendak diwujudkan
melalui mata pelajaran IPS antara lain (a) kemampuan untuk mengenal
lingkungan sosial dan ekonomi, dan (b)
kemampuan untuk menghayati dan mempelajari sejarah
bangsa. Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan
pada pelajaran IPS di kelas VII SMP Negeri 1 Abang, terungkap bahwa kelas VII C
mengalami masalah belum mampu mencapai kompetensi yang diharapkan hal ini dapat
dilihat dari hasil evaluasi ulangan dimana jumlah siswa kelas VII C masih
banyak mendapat niai dibawah 60. Tujuan
dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui penerapan metode tanya jawab
dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Abang
dan untuk mendeskripsikan penerapan metode tanya jawab dapat meningkatkan
motivasi belajar IPS siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Abang.
Seting penelitian adalah penelitian tindakan kelas
yang bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajaran IPS
dengan metode tanya jawab. Variabel penelitian adalah siswa kelas VII C SMP Negeri 1
Abang tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 42 orang. Penelitian tindakan kelas
ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Data penelitian berupa: data prestasi
belajar, dan data motivasi belajar siswa. Data prestasi belajar siswa
dikumpulkan dengan tes dan motivasi siswa dikumpulkan dengan tes motivasi. Data
yang telah terkumpul tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif atau
kualitatif.
Hasil
analisis data penelitian ini, pada siklus I, prestasi belajar sebesar 67,98
dengan ketuntasan klasikal sebesar 73,81% belum tuntas. Pada siklus II
rata-rata prestasi belajar sebesar 78,19 dengan ketutasan 90,47% dengan
kualifikasi tuntas. Pada siklus I, motivasi belajar siswa memiliki skor
rata-rata sebesar 74,00 dengan kualifikasi tinggi dan pada siklus II rata-rata motivasi
belajar siswa sebesar 85,90 dengan kualifikasi sangat tinggi. Dilihat dari data
tersebut maka dari siklus I ke siklus II
telah terjadi peningkatan nilai rata-rata prestasi belajar sebesar 10,21 dan
ketuntasan klasikal sebesar 16,67%. Jadi penerapan metode tanya jawab dapat meningkatkan
motivasi dan pretasi belajar siswa kela VII.C SMP Negeri 1 Abang.
DAFTAR ISI
halaman
Halaman Pengesahan................................................................................................ i
Kata Pengantar......................................................................................................... ii
Abstrak.................................................................................................................... iv
Daftar Isi.................................................................................................................. v
Daftar Tabel............................................................................................................ vi
Daftar Gambar....................................................................................................... vii
Daftar Lampiran.................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................... 5
1.5 Batasan Masalah....................................................................................... 6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Belajar Bermakna..................................................................... ....... 8
2.2 Pentingnya Memilih Metode dalam Proses
Pembelajaran................. ..... 11
2.3 Motivasi Belajar...................................................................................... 45
2.4 Prestasi Belajar IPS................................................................................. 55
2.5 Kerangka Berpikir................................................................................... 56
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Seting Penelitian................................................................................ ..... 57
3.2 Variabel Penelitian............................................................................. ..... 57
3.3 Rancangan dan Pelaksanaan Tindakan.............................................. ..... 58
3.4 Prosedur Pengumpulan Data............................................................. ..... 63
3.5 Analisis Data..................................................................................... ..... 64
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian.................................................................................. ..... 67
4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I.............................................................. 67
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II............................................................. 74
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian............................................................. ..... 80
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan............................................................................................ ..... 84
5.2 Saran.................................................................................................. ..... 84
DAFTAR
PUSTAKA
Lampiran-lampiran
DAFTAR
TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kreteria Prestasi Belajar ...................………….............................. 64
3.2 Kreteria Penilaian Motivasi Belajar.................... ........................... 66
4.1 Data Prestasi Belajar Siswa Siklus I ............................................. 68
4.2 Distribusi Prestasi Belajar Siklus I....... .......................................... 69
4.3 Distribusi Motivasi Belajar Siswa Siklus I. .................................... 71
4.4 Data Prestasi Belajar Siklus II............. .......................................... 74
4.5 Distribusi Prestasi Belajar Siklus II..... .......................................... 76
4.6 Data Prestasi Belajar Siklus I dan Siklus II .................................... 77
4.7 Perbandingan
Prestasi Belajar untuk masing-masing Siklus.......... 78
4.8 Distribusi
Motivasi Belajar Siswa Siklus II................................... 79
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1. Diagram Batang Prestasi Belajar ..................................................... 78
Gambar 4.2. Diagram Batang Motivasi Belajar ................................................... 80
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
01.
Daftar Nama
Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Abang
02. Tes Motivasi Belajar Siswa
03. Nama-nama Kelompok Siklus I
04. Nama-nama Kelompok Siklus II
05. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
06. Lembar Kerja Siswa Siklus I
07. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
08. Lembar Kerja Siswa Siklus II
09. Tes Prestasi Belajar Siklus I
10 . Tes
Prestasi Belajar Siklus II
11. Data Prestasil
Belajar Siswa
12. Data Motivasi Belajar Siswa
Daftar Pustaka
Ali, Muhammad. 1992. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Sinar
Baru
Anonim,
1997. Peningkatan Motivasi Siswa untuk Belajar. Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah : Depdikbud
Anonim, 2002. Kurikulum & Hasil
Belajar, Rumpun Pelajaran PKn, Pusat
Kurikulum
Balitbang Depdiknas.
Anonim, 2002. Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Pusat Kurikulum Balitbang
Depdiknas
Anonim, 2003. Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Pusat Kurikulum Balitbang
Depdiknas
Arikunto, S. 1991. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Carin, A. 1993. Teaching Modern Science. New York:
Macmillan Publishing
Company.
Dahar, Ratna Wilis.1989.Teori-teori
Belajar. Jakarta:Erlangga.
Degeng, I Nyoman.1989.Ilmu Pelajaran Taksonomi
Variabel.Jakarta.Depdikbud.
Depdiknas. 2004. Pedoman Khusus
Pegembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran
PKn. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2004. Pedoman Khusus
Pegembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata
Pelajaran PKn. Jakarta: Depdiknas
Ibrahim, M., Fida R., Nur, M. dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa Press.
Kaelan, 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
Kartawan, I Made Arya. 2004.
Pengaruh Metode Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi belajar IPA
(Studi Eksperimentasi pada Siswa SMU N di Kota Singaraja). Tesis (Tidak
Diterbitkan). Singaraja :IKIP
Mustaqim.2003.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Renika
Cipta.
Nasution.1982.Didaktik
Asa-asas Belajar-Mengajar. Bandung: Andira.
Nurkancana,
Sunartana. 1991. Evaluasi Prestasi
belajar. Surabaya: Usaha Nasional
Saifuddin Azwar. 1996. Pengantar Psikologi Intelegensi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saiful Bahri Djamarah.2006. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta:Renika Cipta.
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Megajar.
Bandung: Sinar Baru
Sudjana, N dan Ibrahim 2001.Penelitian dan Penilaian Pendidikan.
Bandung Sinar Baru.
Suparno, Suhaenah. 2001. Membangun
Kompetensi Belajar. Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas.
Surya, Moh. 1997. Prinsip-Prinsip
Motivasi dalam Belajar. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah :
Depdikbud
Susilo.2007. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:Pustaka Book Publisher.
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rodakarya.
Yuniati, Ni Nyoman. 2003.
Efektivitas Model Pembelajaran Terhadap Prestasi belajar IPA Ditinjau dari
Motivasi Belajar (Eksperimen di SMU Negeri 1 Denpasar). Tesis (Tidak
Diterbitkan). Singaraja : IKIP
0 komentar:
Posting Komentar