
Halo sahabat Suryacreative, kali ini saya akan berbagi tentang pengalaman saya tetang pembelajaran sesuai Filosofi Ki Hajar Dewantara. Perkenalkan, saya adalah seorang guru IPA bertugas di SMP Negeri 1 Abang di daerah Karangasem, Provinsi Bali.
Sebelum saya mengikuti Program Guru Penggerak, saya merasa bahwa saya sudah menjadi pendidik dalam kategori baik dan profesional karena sudah menjalankan tugas saya sebagai guru. Saya mengajar materi IPA sesuai tuntutan kurikulum nasional di kelas saya sampai tuntas. Seluruh siswa yang saya ajar menuntaskan tugas-tugas pembelajaran. Berbagai model dan strategi pembelajaran pernah saya terapkan di kelas. Namun terkadang saya merasa jengkel dengan siswa yang tidak mengerjakan tugas-tugas yang telah berikan. Sehingga sayam beranggapan dan menyimpulkan siswa tersebut tidak memiliki ketertarikan untuk belajar di sekolah, terutama dalam pembelajaran IPA. Saya anggap mereka adalah siswa yang malas sehingga tidak memiliki niat belajar.
Setelah mengikuti kegiatan calon guru penggerak dan membaca modul Refleksi Pemikiran dari Ki Hajar Dewantara saya menyadari bahwa banyak guru yang tengah berada di zona nyaman termasuk saya. Ternyata selama ini pengajaran yang saya lakukan hanya menuntut perkembangan kognitif siswa, kehendaknya diikuti oleh siswa dalam belajar. Program pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan atas pertimbangan saya sendiri. Saya tidak pernah bertanya kepada siswa seperti Apa yang kalian harapkan dari pembelajaran IPA di kelas? Saya hanya menjadikan siswa sebagai objek, bukan subjek pembelajaran. Berikut ini perubahan yang saya lakukan.
- Proses pembelajaran di kelas saya berlandaskan sistem "Among". Pembelajaran yang dilakukan di kelas bertujuan untuk mendidik siswa sebagai subyek bukan obyek (anak adalah pusat pendidikan)
- Merdeka Belajar dimana siswa dididik di sekolah sesuai dengan bakat dan minat. Anak diibaratkan seperti kertas yang samar-samar telah berisi tulisan, tugas pendidik hanya menebalkan tulisan tersebut. Pendidik sebagai Tut Wuri Handayani berperan dalam menuntun, mengasuh, membimbing anak sesuai kodratnya agar jiwanya merdeka lahir dan bathin. Guru memberikan kebebasan pada anak dalam memilih gaya belajar yang mereka sukai. Dari yang tadinya hanya menuruti instruksi berubah menjadi merdeka belajar.
- Belajar dengan Dolanan. Pengajaran yang dilakukan di sekolah diselipi dengan mengembangkan garis kodrat anak, yaitu anak menyukai permainan. Jadi pembelajaran harus diselipi dengan dolanan anak sesuai dengan budaya setempat dan simulasi seperti permainan meong-meong, bermain congklak, atau megala-gala.
- Integrasi budaya lokal dalam pembelajaran. Supaya tidak sulit memahami materi, contoh-contoh diusahakan mencari yang kontekstual atau dekat dengan kehidupan nyata peserta didik.
- Penciptaan Budi Pekerti dimulai dari guru memberikan contoh yang positif (Ing Ngarsa sung tulada). Memberikan ide atau semangat (Ing Madya Mangun Karsa), dan memberikan dorongan dari belakang (Tut Wuri Handayani). Hal ini sesuai dengan Tri Logi Pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Di Bawah ini tertuang hal-hal yang bisa saya kerjakan sesegera mungkin untuk mewujudkan perubahan mereka belajar yang saya impikan.
- Keluar dari zona nyaman sebagai guru dengan cara mengubah mind set selaku pendidik tentang proses belajar dimana guru tidak perlu mendominasi namun lebih memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan potensinya sesuai keunikan dan kodrat yang ada dalam dirinya. Langkah awal dengan melakukan diagnosis non kognitif awal tentang cara belajar yang disukai anak, apa tugas yang disukai anak. Memilih model pembelajaran yang tepat dengan mempertimbangkan potensi peserta didik, potensi lingkungan, dan karakteristik materi pembelajaran. Dalam memberikan tugas proyek hendaknya guru menuntun kebebasan dalam proses, cara, dan penjadwalan waktu twtap dalam tuntunan dan berkoordinasi.
- Menggali ide-ide kreatif mengintegrasikan permainan tradisional dalam kegiatan sekolah seperti megala-gala, meong-meong, dll.

Dalam mewujudkan pendidikan berdasarkan sistem among, saya memerlukan berbagai dukungan dari segenap pihak. Hal ini sesuai dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu:
1. Lingkungan keluarga dari peserta didik
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat
0 komentar:
Posting Komentar