A.
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Peningkatan Prestasi Belajar ...... Siswa Kelas… Semester … .....………….. Tahun Ajaran …………
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan nasional. Perkembangan jaman saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing dengan negara lain yang telah maju. Pendidikan mepunyai peranan yang sangat peniting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan yang berkualiats akan berpengaruh pada kemajuan diberbagai bidang. Di samping mengusahakan pendidikan yang berkualitas, pemerintah perlu melakukan perataan pendidikan dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, agar mampu berperan serta dalam memajukan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak seperti peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demikian juga halnya dengan dunia pendidikan yang terdapat banyak persaingan-persaingan siswa dalam belajar. Hal tersebut terjadi karena para siswa menginginkan prestasi belajar yang lebih baik dari teman-temannya. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa selama mengikuti pelajaran pada periode tertentu dalam suatu lembaga pendidikan di mana hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol lainnya.
Prestasi belajar ........... adalah suatu kemampuan siswa dalam menguasai pengetahuan sikap, ketrampilan, baik mempelajari, memahami dan mampu mengerjakan atau menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dapat diukur secara langsung dengan test dan dapt dihitung hasilnya. Prestasi belajar tidak hanya memberikan informasi mengenai kemajuan siswa umum tentang kemajuan kegiatan pendidikan di sekolah.
Dalam proses belajar mengajar ........... di kelas ...... semester...... tahun ajaran........ mengalami masalah dalam belajar yang berakibat pada rendahnya prestasi belajar ............ Berdasarkan hasil pengamatan, siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Siswa cenderug tidak begitu tertarik dengan pelajaran ........... karena selama ini pelajaran ...........dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar ........... siswa di sekolah. Nilai rata-rata siswa baru mencapai........., ketuntasan belajarnya hanya ......%. Nilai ini tentu sangat jauh di bawah KKM mata pelajaran PKn yang ditetapkan di sekolah ini.
Faktor penyebab rendahnya prestasi belajar ........... siswa yakni faktor internal siswa itu sendiri, dimana motivasi belajar, intelegensi, kebiasan dan rasa percaya diri. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi rendah prestasi belajar ........... siswa, seperti; guru sebagai pembina kegiatan belajar, startegi pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan.
Permasalahan yang terjadi di sekolah ini perlu dicarikan solusi atau strategi baru untuk dapat melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa.Disinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik siswa. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan penciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran ............ Dalam hal ini penulis memilih model “pembelajaran berbasis masalah (PROBLEM BASED LEARNING) dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah rendahnya prestasi belajar dalam mata pelajaran ............Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses belajar mengajar didalam kelas dimana siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, setelah itu tugas guru adalah merangsang untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan persfektif yang berbeda diantara mereka.
Dengan demikian maka peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul penelitian: “................................................................................. ........................................................................................................................ ....................................................................................................................”.
B.
Rumusan Masalah dan Cara Pemecahannya
1. Rumusan Masalah
Melihat
adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di lapangan seperti
yang sudah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka rumusan penelitian ini
dapat disampaikan sebagai berikut:
Apakah model pembelajaran Problem Based Learningdapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas ..... ..... Negeri..................?
2. Cara Pemecahan Masalah
Model pembelajaranProblem Based Learningmerupakan salah satu dari
banyak cara yang bisa dilakukan guru dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran. Model ini mempunyai langkah-langkah yang mendorong keaktifan
siswa dalam belajar dengan cara memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih
banyak mengamati objek atau materi pelajaran, menemukan sendiri hal-hal yang
perlu, baik menyangkut materi, meneliti, mengintrogasi, memeriksa materi,
sehingga siswa-siswa akan dapat mengalami sendiri. Hal itu memerlukan persiapan
pemikiran yang matang. Untuk persiapan yang matang ini, guru semestinya
memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya bagi siswa untuk melakukannya,
menyiapkan sebaik-baiknya apa yang akan ditampilkan dihadapan siswa-siswa.
Model Pembelajaran Problem Based
Learningini mampu merangsang siswa untuk dapat
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, menuntut persiapan yang sangat matang,
menuntut kemampuan yang matang dalam kegiatan intelektual, menutut semangat
yang tinggi untuk mengikuti pelajaran agar dapat memproduksi apa yang
diharapkan, menuntut mereka lebih berpikir kritis. Contoh kemampuan berpikir
kritis adalah, apabila siswa giat mengikuti pelajaran, akibatnya adalah mampu
memecahkan masalah yang diharapkan. Siswa akan menjadi aktif akibat diberikan kesempatan
untuk menyiapkan materi lewat penemuannya sendiri, yang sudah pasti akan
membuktikan tuntutan-tuntutan kemampuan yang tinggi baik dalam penampilan
maupun keilmuan. Tanpa keilmuan yang mencukupi tidak akan mungkin tampilannya
akan memuaskan, dalam hal ini siswa tidak bisa sembarangan saja, mereka harus
betul-betul mampu menyimpulkan terlebih dahulu apa yang akan mereka sampaikan.
Tuntunan langkah-langkah analisis, pikiran intelektual, pemahaman konsep, bakat
akademik yang dilakukan dengan motivasi, interpretasi yang inovatif dipihak
guru akan menentukan keberhasilan pelaksanaan model ini.
Berdasar uraian singkat ini jelas bahwa model pembelajaran Problem Based Learningmenuntut kemampuan siswa untuk giat mempelajari apa yang disampaikan guru, mampu menampilkan dirinya sebagai pemikir di depan siswa-siswa yang lain. Dipihak lain, untuk dapat menyelesaikan tuntutan tersebut, inovasi yang dilakukan guru akan sangat menentukan. Inovasi tersebut berupa tuntunan-tuntunan, motivasi-motivasi, interpretasi serta kemampuan belajar tanpa hafalan. Oleh karenanya langkah-langkah ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai cara pemecahan masalah.
C.
Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah yang telah
disampaikan, tujuan penelitianini adalah:
Untuk meningkatkan prestasi belajar ………… setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learningdalam pembelajaran siswa …………...
D.
Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai acuan dalam memperkaya teori dalam rangka peningkatan kompetensi guru. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah, khususnya ..... Negeri ........ dalam rangka meningkatkan prestasi belajar ................... Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai informasi yang berharga bagi teman-teman guru, kepala sekolah di sekolahnya masing-masing.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tingkat
belajar tertentu (Udin S. W., 1997). Joyce, dkk. (2003) mengemukakan bahwa
suatu model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas. Oemar Hamalik (2003: 24)
menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang
digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan pengajaran dan membimbing
pengajaran di kelas. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran merupakan kerangka konseptual dalam wujud suatu perencanaan
pembelajaran yang melukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan sebagai pedoman
dalam pembelajaran di kelas.
Istilah
model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yakni: 1) rasional teoretik yang
logis yang disusun oleh para pencipta, 2) landasan pemikiran tentang apa dan
bagaimana siswa belajar, 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model
tersebut dapat berhasil, 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai (Wina Sanjaya, 2006: 128).
Sintaks
suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang
pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran (Nana S., 1989:
43). Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang
perlu dilakukan oleh guru atau siswa dan tugas-tugas khusus yang dilakukan oleh
siswa. Sintaks dari bermacam model pembelajaran mempunyai komponen yang sama
seperti diawali dengan menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar
terlibat dalam proses pembelajaran. Demikian pula setiap model pembelajaran
selalu mempunyai tahap menutup pelajaran. Namun demikian ada perbedaan seperti
perbedaan pengelolaan lingkungan belajar, perbedaan peran siswa, perbedaan
peran guru, perbedaan ruang fisik dan perbedaan sistem sosial kelas.
Perbedaan-perbedaan tersebut harus dipahami oleh para guru dalam menerapkan
model pembelajaran agar dapat dilaksanakan dengan baik.
Model pembelajaran
problem based learning (pembelajaran
berbasis masalah), awalnya dirancang untuk program graduate bidang kesehatan oleh Barrows, Howard (1986) yang kemudian
diadaptasi dalam bidang pendidikan oleh Gallagher (1995).Problem based learning disetting dalam bentuk pembelajaran yang
diawali dengan sebuah masalah dengan menggunakan instruktur sebagai pelatihan
metakognitif dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa.
Model
pembelajaran problem based learning
berlandaskan pada psikologi kognitif,
sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan
siswa, melainkan kepada apa yang sedang mereka pikirkan pada saat mereka
melakukan kegiatan itu. Pada problem
based learning peran guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator
sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah mereka sendiri. Belajar
berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian John Dewey
(Ibrahim, 2000). Pedagogi Jhon Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa
terlibat dalam proyek atau tugas yang berorientasi masalah dan membentu mereka
menyelidiki masalah-masalah tersebut. Pembelajaran yang berdayaguna atau
berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki
secara pribadi situasii yang bermakna merupakan hubungan problem based learning dengan psikologi Dewey. Selain Dewey, ahli
psikologi Eropa Jean Piaget tokoh pengembang konsep konstruktivisme telah
memberikan dukungannya. Pandangan konstruktivisme- kognitif yang didasari atas
teori Piaget menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat
dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuannya sendiri (Ibrahim,
2000).
Adaptasi
struktur problem based learning dalam
kelas-kelas sains dilakukan dengan menjamin penerapan beberapa komponen penting
dari sains. Empat penerapan esensial dari problem
based learning adalah seperti diurutkan dalam Gallagher et.al (1995)
adalah:
1)
Orientasi
siswa pada masalah
Pada saat mulai pembelajaran, guru menyampaikan
tujuan pembelajaran secara jelas, menumbuhkan sikap positif terhadap pelajaran.
Guru menyampaikan bahwa perlu adanya elaborasi tentang hal-hal sebagai berikut:
-
Tujuan
utama dari pembelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah informasi baru,
namun lebih kepada bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana
menjadikan pebelajar yang mandiri.
-
Permasalahan
yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak ”benar”. Sebuah penyelesaian yang
kompleks memiliki banyak penyelesaian yang terkadang bertentangan.
-
Selama
tahap penyelidikan dalam pembelajaran, siswa didorong untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari informasi dengan bimbingan guru.
-
Pada
tahap analisis dan penyelesaian masalah siswa didorong untuk menyampaikan
idenya secara terbuka.
Guru perlu menyajikan masalah dengan hati-hati
dengan prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi. Hal
penting di sini adalah orientasi kepada situasi masalah menentukan tahap untuk
penyelidikan selanjutnya. Oleh karena itu pada tahap ini presentasi harus
menarik minat siswa dan menimbulkan rasa ingin tahu.
2)
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Problem
based learning
membutuhkan keterampilan kolaborasi diantara siswa menurut mereka untuk
menyelidiki masalah secara bersama. Oleh karena itu mereka juga membutuhkan
bantuan untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas belajarnya.
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar kooperatif juga berlaku untuk mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok problem based learning.
Intinya di sini adalah guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan.
3)
Membantu
penyelidikan siswa
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan data-data atau melaksanakan eksperimen sampai mereka betul-betul
memahami dimensi dari masalah tersebut. Tujuannya agar siswa mengumpulkan cukup
informasi untuk membangun ide mereka sendiri. Siswa akan membutuhkan untuk
diajarkan bagaimana menjadi penyelidik yang aktif dan bagaimana menggunakan
metode yang sesuai untuk masalah yang sedang dipelajari.
Setelah siswa mengumpulkan cukup data mereka
akan mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan dan
pemecahan. Selama tahap ini guru mendorong semua ide dan menerima sepenuhnya
ide tersebut.
4)
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
Pada tahap ini guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang akan disajikan. Masing-masing
kelompok menyajikan hasil pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu diskusi.
Penyajian hasil karya ini dapat berupa laporan, poster maupun media-media yang
lain.
5)
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Tahap akhir ini meliputi aktivitas yang
dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir
mereka sendiri dan disamping itu juga mengevaluasi keterampilan penyelidikan
dan keterampilan intelektual yang telah mereka gunakan.
Selanjutnya beberapa ciri penting problem based learning sebagai berikut (Brook & Martin, 1993).
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat
merangsang dan melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan masalah. Kondisi ini
akan dapat mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam
mengidentifikasi permasalahan. Dalam konteks belajar kognitif sejumlah tujuan
yang terkait adalah belajar langsung dan mandiri, pengetahuan dan pemecahan
masalah. Sehingga untuk mencapai keberhasilan, para pebelajar harus
mengembangkan keahlian belajar dan mampu mengembangkan strategi dalam
mengidentifikasi dan menemukan permasalahan belajar, evaluasi dan juga belajar
dari berbagai sumber yang relevan.
2. Keberlanjutan masalah
Dalam hal ini ada dua hal yang harus terpenuhi. Pertama, harus dapat memunculkan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang relevan dengan contentdomain yang dibahas. Kedua,
permasalahan hendaknya riil sehingga memungkinkan terjadinya kesamaan pandang
antarsiswa. Ada tiga alasan kenapa permasalahan harus nyata (realistik). (1)
Siswa terkadang terbuka untuk meneliti semua dimensi dari permasalahan sehingga
dapat mengalami kesulitan dalam menciptakan suatu permasalahan yang luas dengan
informasi yang sesuai. (2) Permasalahan nyata cenderung untuk lebih melibatkan
siswa terhadap suatu konteks tentang kesamaan dengan permasalahan. (3) Siswa
segera ingin tahu hasil akhir dari penyelesaian masalahnya.
3. Adanya presentasi permasalahan
Pebelajar dilibatkan dalam mempresentasikan
permasalahan sehingga mereka merasa memiliki permasalahan tersebut. Ada dua hal
pokok dalam mempresentasikan permasalahan. Pertama,
jika siswa dilibatkan dalam pemecahan masalah yang autentik, maka mereka harus
memiliki permasalahan tersebut. Kedua,
adalah bahwa data yang ditampilkan dalam presentasi permasalahan tidak
menyoroti faktor-faktor utama dalam masalah tersebut, namun dapat ditampilkan
sebagai dasar pertanyaan sehingga tidak menampilkan informasi kunci.
4. Peran guru sebagai tutor dan fasilitator
Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator
adalah mengembangkan kreativitas berpikir siswa dalam bentuk keahlian dalam
pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri. Kemampuan dari
tutor sebagai fasilitator keterampilan mengajar kelompok kecil dam proses
pembelajaran merupakan penentu utama dari kualitas dan keberhasilan. Setiap
metode pendidikan bertujuan: (1) Mengembangkan kreativitas pada siswa dan
keahlian berpendapat. (2) Membantu mereka untuk menjadi mandiri. Sedangkan
tutorial adalah suatu penggunaan keahlian yang menitikberatkan masalah dasar
belajar langsung mandiri (Barrows dalam Savery & Duffy, 1994).
Barrows (1996) dalam tulisannya yang
berjudul Problem Based Learning in
Medicine and Beyond juga mengemukakan beberapa karakteristik Problem Based Learning sebagai berikut:
1)
Proses
pembelajaran bersifat Student Centered.
Melalui bimbingan tutor (guru), siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran
dirinya, mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk memperoleh
pemahahaman yang lebih baik, mengelola permasalahan dan menentukan dimana
mereka akan memperoleh informasi (buku teks, jurnal, internet, dsb).
2)
Proses
pembelajaran pembelajaran berlangsung pada kelompok kecil. Setiap kelompok
biasanya terdiri dari 5-8 orang. Anggota kelompok sebaiknya ditukar untuk setiap
unit kurikulum. Kondisi demikian akan memberikan kondisi praktis kepada siswa
untuk bekerja dan belajar secara lebih intensif dan efektif dalam variasi
kelompok.
3)
Guru
berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Dalam hal ini guru tidak berperan
sebagai penceramah atau pemberi faktual, namun berperan sebagai fasilitator.
Guru tidak memberitahu siswa tentang apa yang mereka harus pelajari atau baca.
Siswa itu sendirilah (secara berkelompok) yang mengidentifikasi dan menentukan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip apa yang harus mereka pelajari dan mereka
pahami agar mampu memecahkan masalah yang telah disajikan guru pada awal
setting pembelajaran.
4)
Permasalahan-permasalahan
yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus
tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran. Misalnya, masalah pasien atau
kesehatan masyarakat disajikan dalam berbagai bentuk seperti kasus tertulis,
simulasi pasien, simulasi komputer atau video. Kondisi demikian akan menantang
dan menghadapkan siswa dalam kondisi praktis serta akan memotivasi siswa untuk
belajar. Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa akan merealisasikan apa yang
perlu mereka pelajari dari ilmu-ilmu dasar serta akan mengarahkan mereka untuk
mengintegrasikan informasi-informasi dari berbagai disiplin ilmu.
5)
Informasi
baru diperoleh melalui belajar secara mandiri (self directed learning). Siswa diharapkan belajar dari dunia
pengetahuan dan mengakumulasikan keahliannya melalui belajar mandiri, serta
dapat berbuat seperti praktisi yang sesungguhnya. Selama proses belajar secara
mandiri, siswa bekerja bersama dalam kelompok, berdiskusi, melakukan komparasi,
mereview serta berdebat tentang apa yang sudah mereka pelajari.
6)
Masalah
merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah klinik.
Format permasalahan hendaknya mempresentasikan permasalahan pasien sesuai
dengan dunia realita. Format permasalahan juga harus memberi kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, melakukan tes fisik,tes
laboratorium dan tuntutan lainnya.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program pengajaran
yang berorientasi pada problem based
learning sehingga proses pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa (student centered) adalah sebagai berikut
(Gallagher & Stepien, 1995):
1)
Fokuskan
permasalahan (problem) sekitar
pembelajaran konsep-konsep esensial yang strategis. Gunakan permasalahan dan
konsep untuk membantu siswa melakukan investigasi substansi isi (content).
2)
Berikan
kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen atau
studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang diperlukan untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya.
3)
Berikan
kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki yang merupakan
proses metakognisi.
4)
Berikan
kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi yang mereka
kemukakan. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau publikasi atau
dalam bentuk penyajian poster.
Prosedur dan tahapan pelaksanaan proses pembelajaran problem based learning adalah sebagai berikut (dimodifikasi dari
Barrows and Myers, 1993).
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
Gambar 1. Alur Pembelajaran Problem Based Learning
Sebagai model pembelajaran problem based learning disamping
memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan. Wina Sanjaya (2006: 218)
menyatakan keunggulan problem based
learning adalah:
1.
Pemecahan
masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.
Pemecahan
masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3.
Pemecahan
masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4.
Pemecahan
masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan untuk memahami
masalah dalam kehidupan nyata.
5.
Pemecahan
masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping juga dapat
mendorong untuk melakukan siendiri baik terhadap hasil maupun proses
belajarnya.
6.
Melalui
pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya
merupakan cara berpikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa bukan hanya
sekedar belajar dari guru atau dari buku saja.
7.
Pemecahan
masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa.
8.
Pemecahan
masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan pengetahuan baru.
9.
Pemecahan
masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.
10.
Pemecahan
masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Sedangkan kelemahannya adalah:
1.
Manakala
siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah
yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba.
2.
Keberhasilan
pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu.
3.
Tanpa
pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Belajar berbasis masalah berakar dari
pandangan John Dewey, yang menyatakan bahwa sekolah mestinya mencerminkan
masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan
masalah kehidupan nyata. Pandangan ini mengharuskan guru untuk mendorong siswa
terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka
menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Pembelajaran di sekolah
seharusnya lebih memiliki manfaat nyata daripada abstrak. Pembelajaran yang
memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik yang merupakan pilihan mereka
sendiri. Visi pembelajaran yang berdayaguna atau terpusat pada masalah
digerakkan oleh keinginan siswa untuk menyelidiki secara pribadi masalah tersebut. Hal ini secara
jelas menghubungkan BBM dengan filosofi pendidikan dan pedagogi Dewey.
BBM juga dikembangkan dari
konsep konstruktivisme atas dasar pandangan Jean Piaget dan Lev Vygotsky.
Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus
menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini,
menurut Piaget dapat memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan
dalam otak mereka mengenai lingkungan yang mereka hayati. Pada saat mereka
tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori,
tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak.
Sementara itu, pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan
mereka dan memotivasinya untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang
menjelaskan lingkungan itu.
Pandangan ini lebih lanjut
mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses
perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak
statis namun secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi
pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal
mereka. Menurut Piaget, pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan situasi-situasi
dimana anak itu secara mandiri melakukan eksperimen, dalam arti mencoba segala
sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi
simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa
yang mereka temukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat yang
lain dan membandingkan temuannya dengan temuan anak lain (dalam Ibrahim dan
Nur, 2000).
Di pihak lain, Lev Vygostsky
percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan
dengan pengalaman baru yang menantang dan ketika mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman. Dalam upaya mendapatkan
pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang
telah dimilikinya untuk membangun pengertian baru. Vygotsky memberi tempat yang
lebih penting pada aspek sosial pembelajaran. Vygotsky percaya bahwa mereka
interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual siswa.
Pada dasarnya, baik Piaget
maupun Vigotsky, sama-sama mengembangkan konstruktivisme psikologis. Namun
demikian, Piaget lebih menekankan pada konstruktivisme psikologis yang bersifat
personal, sedangkan Vigotskty lebih menekankan pada kontruktivisme psikologis yang
bersifat sosial (Suparno, 1997: 43). Kedua konsep konstruktivisme tersebut
menjadi landasan pokok model Belajar Berdasarkan Masalah.
BBM juga berlandaskan pada social leraning theory Albert Bandura,
yang fokus pada pembelajaran dalam konteks sosial (social context). Teori ini menyatakan bahwa seorang belajar dari
orang lain, termasuk konsep dari belajar observasional, imination dan modeling.
Prinsip umum dari social learning theory
selengkapnya dinyatakan oleh Armrod (1999) sebagai berikut:
General
principles of social learning theory follows:
1. People can learn by observing the behavior is of
others and the autcomes of those behaviors.
2. Learning
can occur without a change in behavior. Behaciorists say that learning has to
be represented by a permanent change in behavior, in contrast social learning
theorists say that because people can learn thourg observation alone, their
learning may not necessarily be shown in their performance. Learning may or may
not result in a behavior change.
3. Cognition
plays a role in learning. Over the last 30 years social learning theory has
become increasingly cognitive in its interpretation of human learning.
Awareness and expectation of future reinforcements or punishments can have a
major effect on the behaviors that people exhibit.
4. Social
learning theory can be considered a bridge or a transition between behaviorist
learning theories and cognitive learning theories.
Belajar Berbasis Masalah didukung pula
oleh teorinya Jerome Bruner yang dikenal dengan pembelajaran penemuan. Belajar
penemuan ini merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya
membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu,
perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembelajaran yang
sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi. Tujuan pendidikan tidak hanya
meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan
kemungkinan-kemungkinan untuk penemuan siswa. Pembelajaran penemuan diterapkan
dengan menekankan penalaran induktif dan proses-proses inkuiri yang merupakan
ciri dari metode ilmiah. Belajar berdasarkan masalah pada intinya adalah
melakukan proses inkuiri tersebut.
Kaitan intelektual antara
pembelajaran penemuan dan belajar berbasis masalah sangat jelas. Pada kedua
model ini, guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif
lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa menentukan atau mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Pada belajar berbasis masalah atau penemuan, guru
mengajukan pertanyaan atau masalah kepada siswa dan memperbolehkan siswa untuk
menemukan ide dan teori mereka sendiri.
Belajar Berbasis Masalah (BBM)
memiliki nama lain yang pada dasarnya bermakna sama, seperti Problem-Based
Learning (PBL), Problem-Based Instruction (PBI), Project-Based Teaching (Pembelajaran
Proyek), Experienced Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman),
Authentic Learning (Belajar Autentik) dan Echored Instruction (Pembelajaran
Berakar pada Kehidupan Nyata).
Belajar Berbasis Masalah (BBM)
adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan masalah kehidupan yang bersifat
tidak tentu (ill-structured), terbuka
dan mendua. Masalah yang tidak tentu adalah masalah yang kabur, tidak jelas,
atau belum terdefinisikan (Fogarty, dalam Arnyana, 2004). Sedangkan Boud (1985:
1) menyatakan bahwa Belajar adalah masalah merupakan pembelajaran yang dimulai
dengan penyajian masalah, yang berupa pertanyaan atau teka-teki yang dapat
merangsang siswa untuk menyelesaikannya. Definisi yang hampir sama dinyatakan
oleh Ibrahim dan Nur (2000: 3), bahwa BBM terdiri dari menyajikan kepada siswa
situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kesempatan
kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Secara lebih spesifik,
Barrows (1996: 5) menyatakan bahwa BBM merupakan pembelajaran yang memiliki
karakteristik, yakni (1) belajar berpusat pada siswa, (2) belajar terjadi dalam
kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai fasilitator atau penuntun, (4) bentuk
masalah difokuskan pada pengaturan dan merangsang untuk belajar, (5) masalah
merupakan sarana untuk membangun keterampilan pemecahan masalah, (6) informasi
baru diperoleh melalui self-directing
learning.
Belajar Berbasis Masalah
diterapkan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi
berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar (Ibrahim
dan Nur, 2000). Peran guru dalam pembelajaran ini adalah menyajikan masalah,
mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Lebih penting
lagi, guru melakukan scaffolding,
yaitu suatu kerangka dukungan yang memperkaya keterampilan dan pertumbuhan
intelektual siswa. BBM tidak terjadi tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas
yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.
Belajar Berbasis Masalah
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mengajukan pertanyaan atau masalah. BBM
mengorganisasikan pertanyaan dan masalah yang sangat penting dan secara pribadi
bermakna bagi siswa. Masalah yang diajukan berupa situasi kehidupan
nyata/autentik, menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai
macam solusi untuk situasi tersebut. (2) Berfokus pada keterkaitan antar
disiplin. (3) Penyelidikan autentik. BBM mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian masalah secara nyata. Mereka
harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan simpulan sebagai solusi terhadap
masalah yang diajukan. (4) Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.
BBM menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata
atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. (5)
Kerja sama. BBM juga dicirikan oleh siswa bekerjasama antara yang satu dengan
lainnya dalam bentuk berpasangan atau berkelompok (antara 4-8 siswa) dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam pembelajarannya, siswa bekerjasama
antara satu dengan yang lain, untuk mengembangkan keterampilan berpikir (Ibrahim
dan Nur, 2000: 5-6).
Belajar berdasarkan masalah
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan
masalah dan keterampilan intelektual. Di samping itu, BBM memberikan kesempatan
belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman
nyata atau simulasi serta menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim
dan Nur, 2000). BBM dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal
ini didukung oleh Hastings yang mengemukakan bahwa belajar berdasarkan masalah
dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta
menghadapkan siswa pada latihan untuk memecahkan masalah (dalam Arnyana, 2004).
Ibrahim dan Nur (2000)
memberikan rasional tentang bagaimana BBM membantu siswa untuk berkinerja dalam
situasi kehidupan nyata dan belajar pentingnya peran orang dewasa. Mereka lebih
lanjut mengungkapkan bagaimana pembelajaran di sekolah seperti yang dipahami
secara tradisional, berbeda dalam empat hal penting dari aktivitas mental dan
belajar yang terjadi di luar sekolah. Keempat hal tersebut dipaparkan seperti
berikut: (1) Pembelajaran di sekolah berpusat pada kinerja siswa secara
individual, sementara di luar sekolah kerja mental melibatkan kerjasama dengan
orang lain. (2) Pembelajaran di sekolah terpusat pada proses berpikir tanpa
bantuan, sementara aktivitas mental di luar sekolah selalu melibatkan alat-alat
kognitif seperti komputer, kalkulator dan instrumen ilmiah lainnya. (3)
Pembelajaran di sekolah mengembangkan berpikir simbolik berkaitan dengan
situasi hipotesis, sementara aktivitas mental di luar sekolah mengharapkan
masing-masing individu berhadapan secara langsung dengan benda dan situasi yang
kongkret. (4) Pembelajaran di sekolah memusatkan pada keterampilan umum,
sementara di luar sekolah memerlukan kemampuan khusus.
Belajar berbasis masalah
biasanya terdiri dari 5 tahap yang dimulai dengan (1) orientasi siswa kepada
masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan
(5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Nur, 2000: 13);
Arends, 2004: 406). Jika jangkauan masalahnya sedang-sedang saja, kelima
tahapan tersebut mungkin dapat diselesaikan dalam 2 sampai 3 kali pertemuan.
Namun untuk masalah yang kompleks mungkin akan dibutuhkan setahun penuh untuk
menyelesaikannya. Model belajar berbasis masalah, pada umumnya diterapkan pada
bidang-bidang sains, untuk penerapannya pada bidang matematika, perlu adanya
modfikasi. Secara garis besar kelima langkah tersebut tetap, yang perlu sedikit
penyesuaian adalah pada kegiatan guru dan kegiatan siswa. Kelima tahapan
tersebut secara lengkap disajikan pada tabel.
Tabel 01. Sintaks Model Belajar Berbasis Masalah
Tahap |
Kegiatan Guru |
Kegiatan Siswa |
Tahap I Orientasi siswa kepada masalah |
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan kebutuhan yang diperlukan dan memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya |
Siswa menginventarisasi dan mempersiapkan kebutuhan
yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Siswa berada dalam kelompok yang
telah ditetapkan |
Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar |
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut |
Siswa membatasi permasalahannya yang akan dikaji |
Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok |
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah |
Siswa melakukan inkuiri, investigasi, dan
bertanya untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang dihadapi |
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya |
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan laporan serta membantu siswa untuk berbagai tugas dalam
kelompoknya |
Siswa menyusun laporan dalam kelompok dan
menyajikannya dihadapan kelas dan berdiskusi dalam kelas |
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah |
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan |
Siswa mengikuti tes dan menyerahkan tugas-tugas
sebagai bahan evaluasi proses belajar |
B. Prestasi Belajar
Prestasi belajar ................ sama dengan prestasi belajar
bidang studi yang lain merupakan hasil dari proses belajar siswa dan
sebagaimana biasa dilaporkan pada wali kelas, murid dan orang tua siswa setiap
akhir semester atau akhir tahun ajaran.
Prestasi belajar mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting bagi anak didik, pendidik, orang tua/wali murid dan sekolah, karena nilai atau angka yang diberikan merupakan manifestasi dari prestasi belajar siswa dan berguna dalam pengambilan keputusan atau kebijakan terhadap siswa yang bersangkutan maupun sekolah. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa yang dapat diukur, berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Djamarah (1994:23) mendefinisikan prestasi belajar sebagai
hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri
individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Kalau perubahan tingkah
laku adalah tujuan yang mau dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan
tingkah laku itulah salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk
mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah.
Dengan kata lain prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh siswa sebagai akibat
perbuatan belajar atau setelah menerima pengalaman belajar, yang dapat
dikatagorikan menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Dengan mengkaji hal tersebut di atas, maka faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar menurut Purwanto (2000: 102) antara
lain: (1) faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang dapat disebut
faktor individual, seperti kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan,
motivasi, dan faktor pribadi, (2) faktor yang ada diluar individu yang disebut
faktor sosial., seperti faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara
mengajamya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan
kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial. Dalam penelitian ini factor ke 2
yaitu factor yang dari luar seperti guru dan cara mengajarnya yang akan
menentukan prestasi belajar siswa. Guru dalam hal ini adalah kemampuan atau
kompetensi guru, pendidikan dan lain-lain. Cara mengajarnya itu merupakan
factor kebiasaan guru itu atau pembawaan guru itu dalam memberikan pelajaran.
Juga dikatakan oleh Slamet (2003: 54-70) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja,
yaitu faktor intern dan faktor ekstem. Faktor intern diklasifikasi menjadi tiga
faktor yaitu: faktor ja.....niah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.
Faktor ja.....niah antara lain: kesehatan, cacat tubuh. Faktor psikologis
antara lain: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.
Faktor kelelahan antara lain: kelelahan ja.....ni dan rohani. Sedangkan faktor
ekstern digolongkan menjadi tiga faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah,
faktor masyarakat. Faktor keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi
antara keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Faktor
sekolah antara lain: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah,
standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Faktor
masyarakat antara lain: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman
bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Peningkatan prestasi belajar yang penulis
teliti dalam hal ini dipengaruhi oleh factor ekstern yaitu metode mengajar
guru.
Sardiman (1988: 25) menyatakan prestasi belajar sangat
vital dalam dunia pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan
sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi. Adapun peran sebagai hasil
penilaian dan sebagai alat motivasi diuraikan seperti berikut.
Dalam pembahasan sebelumnya telah dibicarakan bahwa
prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang kemajuan prestasi siswa
setelah melakukan aktivitas belajar. Ini berarti prestasi belajar tidak akan
bisa diketahui tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktivitas belajar siswa.
Fungsi prestasi belajar bukan saja untuk mengetahui sejauhmana kemajuan siswa
setelah menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang lebih penting adalah sebagai
alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu maupun kelompok. Dalam
pembahasan ini akan dibicarakan mengenai prestasi belajar sebagai hasil
penilaian dan pada pembahasan berikutnya akan dibicarakan pula prestasi belajar
sebagai alat motivasi. Prestasi belajar sebagai hasil penilaian sudah dipahami.
Namun demikian untuk mendapatkan pemahaman, perlu juga diketahui, bahwa
penilaian adalah sebagai aktivitas dalam menentukan rendahnya prestasi belajar
itu sendiri.
Abdullah (dalam Mamik Suratmi, 1994: 22), mengatakan bahwa fungsi
prestasi belajar adalah: (a) sebagai indikator dan kuantitas pengetahuan yang
telah dimiliki oleh pelajar, (b) sebagai lambang pemenuhan keingintahuan, (c)
informasi tentang prestasi belajar dapat menjadi perangsang untuk peningkatan
ilmu pengetahuan dan (d) sebagai indikator daya serap dan kecerdasan murid.
Mohammad Surya (1979), mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara
lain dari sudut si pebelajar, proses belajar dan dapat pula dari sudut situasi
belajar.
Bila kita coba
lihat lebih dalam dari pendapat di atas, maka prestasi belajar dipengaruhi
banyak faktor. Faktor-faktor dari si pebelajar sendiri atau faktor dalam diri
siswa dan faktor luar. Faktor dalam diri siswa seperti IQ, motivasi, etos
belajar, bakat, keuletan, dan lain-lain
sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Penjelasan Surya selanjutnya adalah: dari sudut si pembelajar (siswa), prestasi belajar seseorang dipengaruhi antara lain oleh kondisi kesehatan ja.....ni siswa, kecerdasan, bakat, minat, motivasi, penyesuaian diri dan kemampuan berinteraksi siswa. Sedangkan yang bersumber dari proses belajar, maka kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran sangat menentukan prestasi belajar siswa. Guru yang menguasai materi pelajaran dengan baik, menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat, mampu mengelola kelas dengan baik dan memiliki kemampuan untuk menumbuhkembangkan motivasi belajar siswa untuk belajar, akan memberi pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa. Sedangkan situasi belajar siswa, meliputi situasi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
hasil yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar yang berbentuk
angka sebagai simbol dari ketuntasan belajar bidang studi ..............
Prestasi belajar ini sangat dipengaruhi oleh factor luar yaitu guru dan metode.
Hal inilah yang menjadi titik perhatian peneliti di lapangan.
Terkait dengan penelitian ini, untuk mengukur prestasi belajar ................... digunakan tes hasil belajar, dengan mengacu pada materi pelajaran .................. pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di sekolah ini.
C. Kerangka Berpikir
Model
pembelajaran Problem Based Learningdiseting memiliki bentuk yang diawali dengan
sebuah masalah dimana instruktur sebagai pelatih, diakhiri penyajian dan kerja
siswa, guru lebih sebagai pembimbing dan fasilitator, siswa diupayakan berpikir
untuk memecahkan masalahnya sendiri. Pemusatan masalah disekitar materi
pelajaran, kemampuan siswa mewujudkan hipotesis, kemampuan menyajikan hasil
karya, menuntuk kemampuan menganalisis, mempresentasikan hasil, pengembangan
kreativitas berpikir, menuntut kemampuan menyampaikan konsep-konsep terkait
materi. Model ini menuntut kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator,
kemampuan mengajar kelompok kecil, guru merupakan kunci keberhasilan
pembelajaran, kelompok bisa lebih banyak 5-8 orang. Unit-unit pelajaran ditukar
untuk setiap anggota kelompok. Guru harus menghindari ceramah, masalah
disampaikan sebagai stimulus sehingga pembelajaran menantang, kemampuan
metakognisi (mengolah data), siswa diupayakan memiliki kemampuan lebih dari
menggali semua masalah yang ada dan kemampuan membandingkan temuan-temuannya
dengan temua orang lain, sehingga siswa menjadi sangat aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran. Model ini menuntut kegiatan intelektual metode belajar
sendiri, memproses apa yang mereka telah dapatkan dalam pikirannya untuk
menjadi sesuatu yang bermakna. Mereka diupayakan untuk lebih produktif, mampu
membuat analisa membiasakan mereka brpikir kritis, dapat mempresentasikan apa
yang telah dipelajari. Model ini juga bisa diupayakan untuk pengembangan
kemampuan akademik, menghindarkan siswa belajar dengan hapalan, dapat memberikan
tambahan kemampuan untuk dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi,
serta menuntut kemampuan pemecahan dengan latihan khusus untuk mempertinggi
daya ingat dengan berlatih untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang ada.
D. Hipotesis Tindakan
Dengan
semua paparan di atas, dapat disampaikan hipotesis atau dugaan sementara yang
bunyinya:
Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat
Meningkatkan Prestasi Belajar ...........Siswa Kelas...... pada Semester
.......... Tahun ajaran ............... ..........................
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Setting/Lokasi Penelitian
B.
Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk
penelitian tindakan. Oleh karenanya, rancangan yang khusus untuk sebuah
penelitian tindakan sangat diperlukan. Penelitian tindakan didasarkan pada
filosofi bahwa setiap manusia tidak suka atas hal-hal yang statis, tetapi
selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Peningkatan diri untuk hal yang
lebih baik ini dilakukan terus menerus sampai tujuan tercapai (Suharsimi
Arikunto, Suhardjono, Supardi, 2006: 6-7).
Untuk penelitian ini
penulis memilih rancangan penelitian tindakan yang disampaikan oleh
........................ seperti terlihat pada gambar berikut.
![]() |
Gambar 01. Penelitian Tindakan Model Elliot,1991 (dalam Sukidin, Basrowi, Suranto, 2002: 52)
Prosedur:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
C.
Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas......... ..... Negeri
.......................... Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 03. Nama-nama siswa Kelas ..... ..... Negeri
..........................
Nomor Subjek Penelitian |
Nama Siswa |
1 |
|
2 |
|
3 |
|
4 |
|
5 |
|
6 |
|
7 |
|
8 |
|
9 |
|
10 |
|
11 |
|
12 |
|
13 |
|
14 |
|
15 |
|
16 |
|
17 |
|
18 |
|
19 |
|
20 |
|
21 |
|
22 |
|
23 |
|
24 |
|
25 |
|
26 |
|
27 |
|
28 |
|
29 |
|
30 |
|
2. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian
ini adalah peningkatan prestasi belajar siswa kelas ....... ..... Negeri
......................... setelah diterapkan model
...................................... dalam proses pembelajaran.
D.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan ....................
sampai bulan ...................... Sebagai gambaran dari pelaksanaan
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 04. Jadwal
Penelitian
No |
Kegiatan |
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
||
1. |
Penyusunan proposal dan pelaksanaan kegiatan awal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Perencanaan
tindakan I |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Pelaksanaan tindakan I |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Pengamatan/pengumpulan data I |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Refleksi I |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Perencanaan tindakan II |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7. |
Pelaksanaan tindakan II |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8. |
Pengamatan/pengumpulan data II |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9. |
Refleksi II |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Penulisan laporan/penjilidan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
E.
Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penelitian
ini digunakan tes prestasi belajar.
F.
Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil
penelitian ini adalah metode deskriptif. Untuk data kuantitatif dianalisis
dengan mencari mean, median, modus, membuat interval kelas dan melakukan
penyajian dalam bentuk tabel dan grafik.
G.
Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian
1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Tabel 05. Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar
No |
Standar Kompetensi |
Kompetensi Dasar |
Materi |
Indikator |
Bentuk Tes |
1. |
|
|
|
|
|
2. |
|
|
|
|
|
3. |
|
|
|
|
|
4. |
|
|
|
|
|
5. |
|
|
|
|
|
6. |
|
|
|
|
|
7. |
|
|
|
|
|
8. |
|
|
|
|
|
9. |
|
|
|
|
|
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan
untuk menilai prestasi belajar siswa kelas......... adalah tes. Tes ini terdiri
dari...... soal dengan bentuk tes (terlampir).
H.
Indikator Keberhasilan Penelitian
Dalam penelitian ini diusulkan tingkat
keberhasilan yaitu pada prestasi belajar siswa mencapai nilai rata-rata...........
dengan ketuntasan belajar sebesar 80% atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul. 2002. http://:www.scribd.com/doc/9037208/
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.Jakarta: Rineka Cipta.
Ali, M.S. 2002. Hasil Belajar Fisika Ditinjau dari Beberapa faktor Psikologis. Disertasi.IKIP Jakarta.
Alien, Deborah E. et al- 1996. The Power of Problem Based Learning in Teaching Introductory Science Courses. Jossey-Boss Publisher.
Amien, Moh. 1996. Perkembangan Intelektual Siswa SMP. Jurnal IlmuPendidikan. Jilid3 No. 4. Jakarta : LPTK dan ISPI.
Anastasi,
Anne. 1976. Psychological Testing. Fifth Edition.
Anom. 2000. Profesionalisme Guru Fisika dalam Menghadapi Tantangan Era Global.Makalah. Disampaikan pada seminar dalam rangka HUT ke-36 Jurusan FisikaSTKIP Singaraja pada 1 hari Minggu 5 Nopember 2000.
Arends, Richard I. 2004. Learning to Teach. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill
Arief Furchan. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Pustaka Belajar:Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1995. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara.
Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arnyana, Ida Bagus Putu. 2004. Pengembangan Perangkat Model BelajarBerdasarkan Masalah Dipandu Strategi Kooperatif serta PengaruhImplementasinya Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Basil BelajarSiswa Sekolak Menengah Atas pada Pelajaran Ekosistem. Disertasi.UNM.
Azwar, Saifuddin. 1996. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Azwar, Saifuddin. 2001. Tes Prestasi. Y ogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar,
Saifuddin. 2003. Penyusunan Skala Psikologi.
Azwar, Saifuddin. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007. Jakarta: BSNP.
Bakry, N.M. 1986. Logikci Praktis. Yogyakarta: Liberty.
Barbara J. Duch. 1995. Problem-based Learning in Physic:The Power of studentTeaching Students. Journal College Taching Vol XXV.No.5 MAR/APR.
Barrows Howard. 1996. New Direction for Teaching and Learning "Problem-Based Learning in Medichine and Beyond; Abrief Overview". Jossey BassPublishers.
Barrows, Howard. 1994. Practice Based Learning: Problem Based Learning Applied toMedical Education. Springfield II: Soulthern Illionis University School of Medicine.
Barrows. 1996. ProblemBased Learning Medicine Beyond. NewDirection for Teaching and Learning . Jossey -Bass Publis!
Barrows. U.S. & Myers.A.C. 1993. ProblemBased Learning in Seconda Schoosl.Unpublished Monograph. Springtield. II : Problem Based Learning Institute.Lanphier High School andSouthern Illionis UniversityMedical School.
Bodner, George M. 1986. Contructism A Theory of Knowledge. Purdue University.Journal of Chemical Education. Vol. 63. no. 10
Boud, David and Grahame I Feletti (eds). 1997. The Challenge of Problem-BasedLearning. 2nd Edition. Bolton : Northen Phototypcsetting.
Brooks J.G. & Martin G.B.I 993. In Search of Understanding: The Case for Contructivist Classroom. Alexandria Virginia.
BP7 Pusat, 1995, UUD 1945, P4, GBHN, Bahan Penataran P4,
Jakarta, BP7 Pusat
Campbell.D.T. & Stanley J.C. 1966. Experiment and quasi-experimental design for research. Boston: Hiughton Mifflin Company.
Candiasa, I Made. 2004. Analisis Butir Disertai Aplikasi dengan Iteman, Bigsteps danSPSS. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Candiasa, I Made. 2004. Statistik Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan SPSS.Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Candiasa, M. 2004. Statistik Multivariat dilengkapi aplikasi dengan SPSS. Unit Penerbitan IKIP Singaraja.
Citrawathi, D.M. dan I N. Kariasa. 2004. Implementasi Pembelajaran Berbasi.....salah pada Perkuliahan Gizi dan Kesehatan untuk MeningkatkanHasilBelajar dan Keterampilan Berpikir Mahasiswa. Laporan Hasil PenelitianTidak Diterbitkan. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Cony R. Semiawan. 1997. Keterkaitan antara Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Sekolah. Makalah disajikan dalam seminar di STKIP Singaraja.
Copi, Irving. 1986. Informal Logic. New York: Mc.Milan Publishing.
Dahar, R. W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dahar,
Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dantes, dkk.1994. Pengaruh Bakat Deferensial Matematika, kemampuan Awal danIntelegensi Terhadap Kesanggupan Berpikir Formal dalam Kaitannya denganPrestasi Belajar Matematika. Luporan Penelitian STKIP Singaraja .
Dantes, Nyoman. 2001. "Komparasi Kesanggupan Berpikir Formal antara Siswa..... di Kota dan Siswa di Desa pada Para Siswa Kelas I .....diKabupaten Buleleng". Kumpulan Makalah. IKIP Negeri Singaraja.
Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta:Jakarta.
Dayton, C. Mitchell. 1979. The Design of Educational Experiments. USA:McGraw-Hill.
Depdiknas,2002a. Pedoman Umum Sistem Pengujian Hasil KBM Berbasis Kemampuan Dasar. Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas,2002b. Pedoman Khusus Sistem Pengujian Hasil KBM Berbasis Kemampuan Dasar. Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas,2002c. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Puskur Balitbang.
Depdiknas, 2003a. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika. Jakarta.
Depdiknas, 2003b. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas, 2003c. Sistem Penilaian Kelas SD, SMP, ..... dan SMK. Dirjen Dikdasmen Tendik.
Depdiknas, 2006, Standar Kompetensi Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2006, Jakarta, Depdiknas
Dimyati
dan Mudjiono. 2001. Belajar dan
Pembelajaran.
Djamarah,
Syaful Bahri. 2002. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.
Dryden. Gordon. 2002. Revolusi Cara Belajar. Cet. K.e-3. Bandung: Kaifa.
Ducch, Barbara J. 1996. Problem-Based Learning Physics . The Power of Students Teaching Students. Journal of College Science Teacher (JCST).25(5): 326-329.
Entang, M. 1984. Diagnosis Kesulitan dan Pengajaran Remi. Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. P2LPTK: Jakarta.
Erwin, Tuti Nuriah. 1999. Sikap Siswa SLTP Terhadap Pelajaran Sejarah (Suatu Eksperimen Tentang Pengaruh Metode Pembelajaran dan Penalaran Formal Terhadap Sikap Siswa SLTP Mengenai Pelajaran Sejarah. Disertasi. Jakarta: UNJ.
Fernandes,
H.J.X. 1984. Testing and Measurement.
Fogarty, Robin. 1997. Problem-Based
Learning and Other Curriculum Models for the Multiple Intelligences Classroom.
Australia: SkyLight.
Fraenkel,
Jack R. and Norman E. Wallen. 1993. How to Design and Evaluate Research in
Education. Second Edition.
Gagne,
Robert M. 1977. The Conditions of Learning. Third Edition.
Gall, Gall, dan Borg. 2003. Educational Research an Introduction : Seventh Edition.
Gallagher, Shelagh A & Stepien. William J. 1995. Implementing Problem Based Learning in Science Classroom. School Science and Mathemathic.
Gay,
L. R. 1987. Educational Research:
Competencies for Analysis and Application. Seventh Edition.
Good,
Thomas L. & Jere E. Brophy. 1990. Educational Psychology, A Realistic
Approach.
Gregory,
Robert J. 2000. Psychological Testing: History, Principles, and Applications.
Gronlund,
Norman E. 1982. Constructing Achievement
Tests. Third Edition.
Grouws, Douglas A. - Cebulla, Kristin J. 2000. Improving Student Achievement inMathematics, Part I: Research Findings. ERIC Digest.http://www.ericdigests.org/2003-l/math2.htm
Guilford, J. P. 1954 Psychometric Method. New York. MacGrew-Hill Compen. Inc.
Guilford. 1959. Fundamental Statistics in Psychology and Education : ThirdEdition. Tokyo : Kogakusha Company, Ltd.
Gunawan, Adi W. 2005. Born to be a Genius but Conditioned to be an Idiot.www.pembelajar.com/wmview.php
Hamalik,
Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar.
Herrhyanto,
Nar dan Hamid, Akib. 2006. Statistika
Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Hilke,
Eileen Veronica. 1998. Fastback Cooperative Learning.
Howe, Ann. 1996. Development of Science Compt Within Vygotskian Framework. Science Eduation. John Willey and So.
http://teachnet.edb.utexas.edu/~lynda/abbott/Social.html
Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : P2LPTKDepdikbud.
Huitt, W. 2001. Motivation to Learn : An Overview. Educational PsychologyInteractive.http://chiron.valdosta.edu/whuitL/coVmotivation/ motivate.html
Huitt, W. 2004. Self-Concept and Self-Esteem. Educational PsychologiInteractive,http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/regsys/self.html.
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jilid 2. Edisi ke-6. TerjemahanMeitasari Tjandrasa. Child Development. Sixth Editon. 1978. Jakarta:Erlangga.
Ibrahim, M. dan Mohamad Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. PusatSains dan Matematika Sekolah. Program Pascasarjana UNESA:University Press.
Ibrahim, Muslimin dan Mohammad Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa University Press.
Illionis Mathematics and Science Academic. 1998. How Does PBL. Compare with Othe Instructional Approaches. http://www.imsa.edu/team/cpbl/cpbl.html.
Inten,
I Gede. 2004. Pengaruh Model Pembelajaran dan Pengetahuan Awal Siswa Terhadap
Prestasi Belajar PKn dan Sejarah pada Siswa Kelas II di SMU Laboratorium IKIP
Negeri Singaraja. Tesis. Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja.
Irianto,
Agus. 1989. Bahan Ajaran Statistika
Pendidikan (Buku Kedua).
Johnson,
David W. and Roger T. Johnson. 1984. Circles of Learning.
Johnson,
David W. and Roger T. Johnson. 1984. Cooperation in the Classroom.
Johnson,
David W. and Roger T. Johnson. 1987. Learning Together and Alone:
Cooperation, Competition, and Individualistic Learning.
Joyce, B. And Weil. 2000. Model of Teaching. Needham Heights: Allyn & Bacon
Kardi, Soeparman dan Mohamad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. ProgramPascasarjana UNESA: University Press.
Kerlinger, Fred N. 2002. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: UGM.
Koster, Wayan. 2001. Analisis Komparatif Antara Sekolah Efektifdengan SekolahTidak Efektif.http://www.depdiknas.ao.id/Jumal/3l/analisis_komparatif_ antara_sekol.htm
Koyan, I Wayan. 2004. Konsep Dasar dan Teknik Evaluasi Hasil Belajar.Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Lickona,
Thomas. 1992. Educating For Character. How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibility.
Lonning. R. A. 1993. Effect Cooperative Learning Strategi on Student Verbal Interaction an Ahievement During Conceptual Change Instruction in 10th Grade General Science. Journal of Research in Science Teaching. Vol. 30 No. 9 PP 1087-1101.
Maksum,
Ahmad, 2006. Pengaruh Metode Pembelajaran
Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Sejarah dan Sikap Nasionalisme
Siswa Kelas XI ..... Negeri 1 Sukamulia, Lombok Timur, NTB. Tesis. Singaraja.
Universitas Pendidikan Ganesha. Program Pascasarjana.
Marthen Hamalik. 2003. Fisika untuk ..... Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Miles,
Matthew, B. Dan A. Michael Hubberman. 1992. Analisis
Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Roheadi Rohidi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Modern
Educators and Lexicographers. 1939. Webster’s
New American Detionary. New York: 140 Broadway, Books, Inc.
Montgomery,
Douglas C. 1991. Design and Analysis of Experiments. Third Edition.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Murwani, S. 1999. Statistik Terapan (Terkait Analisis Data). Jakarta: Erlangga.
Murwansyah
dan Mukaram. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pusat
Penerbit Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung, Indonesia.
Nana
Sudjana. 2000. http//www.scribd.com/doc/9037208/
Nasoetion, Andi Hakim. 1978. Landasan Matematika. Jakarta: Bhratara KaryaAksara.
Nasution,
S. 1972. Didaktik Sekolah Pendidikan
Guru: Asas-Asas Didaktik Metodologi Pengajaran dan Evaluasi. Depdikbud:
Nur,
Mohamad et al. 2001. Teori Belajar.
Nurman,
Muhammad, 2006. Pengaruh Penggunaan
Metode Pembelajaran Problem Based Learning dan Expositori terhadap SIkap
Politik Berdemokrasi dan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran PPKn di .....
(Tesis). Singaraja. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja,
Program Pascasarjana.
Oemar Hamalik. 2003. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
Ormrodd. J.E. 1999. Social Learning Theory.
Partosuwido, Sri Rahayu. 1992. Penyesuaian Diri Mahasiswa dalam
Kaitannyadengan Konsep Diri, Pusat
Kendali dan Status Perguruan Tinggi.Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Piaget, J. 1969. The Chil’d Conception of Physical Causality. New Jersey: Little Field, Adam & Co.
Popham,
W. James dan Eva L. Baker. 1984. Bagaimana Mengajar Secara Sistematis. Diterjemahkan
Oleh R.H. Dj. Sinurat et al.
Psychology.2005. Carl Rogers: Psikologi Aliran Humanisme.http://blog.kenz.or.id/2005/05/02/carl-rogers-psikolog-aliran-hurnanisme.html.
Puger,
I Gusti Ngurah. 2004. Belajar Kooperatif. Diktat Perkuliahan Mahasiswa
Unipas.
Puger,
I Gusti Ngurah. 2004. Pengaruh Metode Pembelajaran dan Kemampuan
Berpikir Silogisme Terhadap Prestasi Belajar Biologi pada Siswa Kelas III SMP
Negeri Seririt (Eksperimen pada Pokok Bahasan Reproduksi Generatif Tumbuhan
Angiospermae). Tesis. Program Pascasarjana IKIP Negeri
Singaraja.
Purwanto,
Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan.
Putrayasa,
Ida Bagus. 2005. Pembelajaran Bahasa
Indonesia Berbasis Problem Based Learning dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas,
Kreativitas, dan Logikalitas. (Tesis). Singaraja. Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja.
Rakhmat, Jalaluddin. 1996. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Cet. Ke-10.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rini, Jacinta F. 2002. Konsep Diri.http://www.e-psikologi.com/dewasa/l 60502
Romiszowski, A. J. 1990. Designing Instructional System. (London: Kogan Page, Ltd P. 296).
Sadia, dkk. 2003. Pengembangan Perangkat Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Rumpun Pelajaran Sains. Usulan Penelitian. IKIP Singaraja.
Sadia, dkk. 2006. Pengembangan Kemampuan Bepikir Para Siswa ..... di Kabupaten Buleleng Melalui Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle dan Problem Based Learning dalam Pembelajaran Matematika. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Pendidikan Ganesha.
Sadia. 1996. Pengembangan Model Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA di SMP. (Suatu Studi Eksperimental dalam Pembelajaran Konsep Energi Usaha dan Suhu di SMPN 1 Singaraja). Disertasi (tidak diterbitkan). IKIP Bandung.
Sadia. 1998. Model Konstruktivis dalam Pembelajaran Sains (Suatu Alternatif Pembelajaran Sains Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme). Orasi Ilmiah. Pada Dies Natalis V dan Wisuda IX STKIP Singaraja. Disampaikan tanggal 24 Maret 1998.
Sadia. 2000. Refosisi Fungsi dan Peran Guru pada Era Globalisasi. Makalah. Disajikan dalam Temu Alumni Program Pendidikan Fisika STKIP Singaraja pada tanggal 5 Nopember 2000.
Sadia. 2003a. Strategi Pembelajaran Berorientasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Makalah Disajikan pada
Seminar Peningkatan Profesionalisme Guru-Guru ..... Negeri 3 Singaraja dalam
Menyongsong KBK 2003 Tanggal 26 Januari 2003.
Sadia. 2003b. Konstruktivisme Dalam Belajar dan Mengajar. Materi Perkuliahan Program S2 Manajemen Pendidikan dan S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan.
Santoso, Singgih. 2002. Buku Latihan SPSS Multivariat. Jakarta : PT Gramedia.
Santyasa, I Wayan. 2004. Pengaruh Model dan Seting Pembelajaran terhadapRemidiasi Miskonsepsi, Pemahaman Konsep, dan Hasil Belajar Fisikapada Siswa SMU. Disertasi. Malang: Universitas Malang Negeri.
Sardiman,
A.M. 1988. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar Pedoman bagi Guru dan
Calon Guru.
Sarya, Gede. 2002. Penerapan Model Belajar Heuristik Vee dan ModelPengajaran Langsung pada Pembelajaran Fisika di SLTP (2002). Tesis.IKIP Singaraja.
Savoie, J. M & Andrew S.H. 1994. Problem Based Learning As Clasroom Solution. Journal. Educational Leadership.
Sax,
Gilbert. 1979. Foundations of Educational Research.
Silverius,
Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpanbalik.
Slameto.
2000. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin,
Robert E. 1995. Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. KonstalasiKeadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Direktorat JenderalPendidikan Tinggi Departemen Pendidikan National.
Soedomo,
M. 2001. Landasan Pendidikan.
Soemanto,
Wasty. 2001. Pengantar Psikologi Pendidikan.
Soetopo. 2000. Hubungan Kesanggupan Berfikir Formal dan Prestasi Belajar Pengetahuan Dasar MIPA. Jurnal Ilmu Pendidikan. Th. 27. No. 2. Malang: UNM.
Sriyono. 1992. http://www.scribd.com/doc/9037208/
Stein, StevenJ. dan Howard E. Book. 2002. Ledakan EQ : 15 dan Prinsip DasarKecerdasan Emoti0nal Meraih Sukses. Terjemahan Trinanda RainyJanuarsari dan Yudhi Murtanto. The EQ Edge : Emotional Intelligence andYour Success. 2000. Cet. Ke-3. Bandung: Kaifa.
Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang.Terjemahan T. Hermaya. Adversity Quotient: Turning Obstacles intoOpportunities. 1997. Jakarta: Grasindo.
Sudiarta, I Gusti Putu. 2004. Penerapan Pembelajaran Berorientasi Masalah"Open Ended" Berbanluan LKM untuk Meningkatkan Pemahaman danHasil Belajar Matematika Mahasiswa pada Matakuliah Pengantar DasarMatematika, Semester Ganjil tahun 2004/2005. Laporan Hasil PenelitianTidak Diterbitkan. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Sudijono,
Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Sudijono,
Anas. 2001. Pengantar Statistik
Pendidikan.
Sudjana,
Nana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Sudjana. 1986. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana. 1996. Metode Statislika. Bandung: Tarsito.
Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.
Suharsimi, A. 2003. Dasar-dasar Evaluasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharta, I Gusti Putu. 2002. Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana. JurnalPendidikan dan Kebudayaan, No. 38, Tahun ke-8.
Suharta, I Gusti Putu. 2004. Pembelajaran Pecahan di Sekolah Dasar dengan MenggunakanPendekatan Matematika Realistik. Disertasi. UNS.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Common Textbook. Edisi Revisi. Bandung : Universitas PendidikanIndonesia.
Sujanem, Rai. 2002. Optimalisasi Pendekatan STM dengan Strategi BelajarBerbasis Masalah dalam Pembelajarun Listrik Statis dan Dinamis sebagaiUpaya Mengubah Miskonsepsi. Meningkatkan Literasi Sains danTeknologi Siswa Kelas II3 SMUN I Singaraja. Laporan Hasil PenelitianTidak Diterbitkan. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Sukidin,
Basrowi, Suranto. 2002. Menajemen
Penelitian Tindakan Kelas. Penerbti: Insan Cendekia ISBN: 979 9048 33 4.
Sumadi Suryabrata. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sumadi Suryabrata. 1998. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Dirjen Dikti Depdiknas.
Sunardi. 2002. Hubungan antara Tingkat Penaralan Formal dan Tingkat Perkembangan Konsep Geometri Siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan Jilid 9 Nomor 1.
Supardi,
2005. Pengembangan Profesi dan Ruang
Lingkup Karya Ilmiah. Jakarta: Depdiknas.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.
Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta: RinekaCipta.
Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. IMSTEP.
Suriasumantri, J. S. 1984. Ilmu dan Perspektif. Gramedia: Jakarta.
Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Savery John R & Duffy Thomas M. 1994. Problem Based Learning: An Instructional Mode and Its Constructivist Framework Constructivist Studies in Instructional Design. Wilson G. Brent (ed). Educational Technology Publication Englewood Cliffs. New Jersey.
Suryabrata,
Sumadi. 2000. Pengembangan Alat Ukur
Psikologis.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Syaodih
Sukmadinata, Nana. 2007. Metode
Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tabachnick, Barbara G. dan Fidell, Linda S. 1989. Using Multivariate Statistics.Second edition. California State University: Harper Collins Publishers.
Tim Prima
Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Gramedia Press.
Tim Redaksi Focus Media. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional. Bandung: Focus Media.
Tim Redaksi
Fokus Media. 2006. Himpunan
Perundang-Undangan dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 dan
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005. Bandung: Focus Media.
Travers, R. M. 1982. Escential of Learning. The New Cotnitive for Students of Education. New York: Maemillan Publishing Co. Inc.
Tuckman,
Bruce W. 1972. Conducting Educational
Research.
Tulus Winarsunu. 2004. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Malang.
Udin, S.W. 1997. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Depdikbud: Jakarta.
Uno,
B. Hamzah, et. al. 2001. Pengembangan Instrumen Untuk Penelitian.
Wardani, I.
G. A. K Siti Julaeha. Modul IDIK 4307. Pemantapan
Kemampuan Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Weiner, Bernard. 1974. Cognitive Views of HumanMotivation. New York:Academic Press.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media: Jakarta.
Winkel, W.S. 2005. Psikologi Pengajaran. Cetakan Ketujuh. Yogyakarta: MediaAbadi.
Wojowasito.
1982. Kamus Umum Lengkap Inggris
Indonesia – Indonesia Inggris. Malang: Delta Citra Grafindo.
Woolfolk,
Anita E. 1993. Educational Psychology. Fifth Edition.
Yasa, I Putu. 2001. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Dengan Pendekatan Kooperatif Sistem Modul Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Perkuliahan Fisika, Matematika Pada Semester Pendek Jurusan Pendidikan IKIP Negeri Singaraja. Laporan Penelitian. Singaraja: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA IKIP N Singaraja.
Yasa, I Putu. 2002. Belajar Berdasarkan Masalah dengan Pendekatan Kelompok Koperatif Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Fisika Kelas IIIB SMPN 2 Singaraja. Laporan Penelitian. STKIP Singaraja.
Yasa, Putu. 2002. Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)dengan Pendekatan Kelompok Kooperatif sebagai Upaya PeningkatanKualitas Pembelajaran Fisika Siswa Kelas HI SLTP Negeri 2 Singaraja.Laporan Hasil Penelitian Tidak Diterbitkan. Singaraja IKIP NegeriSingaraja.
Yohanes Surya. 2004. Fisika untuk Semua. PT. Bina Sumber Daya MIPA: Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar