berpendekatan stml untuk
meningkatkan motivasi
dan Prestasi belajar IPA siswa
kelas IX F
SMPN 1 Abang
Oleh
I Wayan Suriasa,S.Pd.
Guru IPA SMP Negeri 1
Abang
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk (1) meningkatkan motivasi belajar siswa, (2) meningkatkan prestasi belajar siswa dan (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw berpendekatan STML (Sains, Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan) pada pelajaran IPA.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX F SMP Negeri 1 Abang pada semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 32 orang. Obyek penelitian ini adalah (1) motivasi belajar siswa, (2) prestasi belajar siswa dan (3) respon siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Data penelitian berupa: data motivasi belajar siswa, data prestasi belajar, dan data respon siswa. Data motivasi belajar dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner, data prestasi belajar siswa dikumpulkan dengan tes dan respon siswa dikumpulkan dengan angket. Data yang telah terkumpul tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif atau kualitatif.
Hasil analisis data penelitian ini, pada siklus I rata-rata motivasi belajar adalah 76,35 dengan kualifikasi tinggi. Pada siklus II rata-rata motivasi belajar adalah 87,56 dengan kualifikasi sangat tinggi. Pada siklus I rata-rata hasil belajar dan ketuntasan klasikal berturut-turut adalah 69,74 dan 76,47 % dengan kualifikasi belum tuntas. Pada siklus II rata-rata kelas dan ketuntasan klasikal secara berturut-turut adalah 79,18 dan 97,06 % dengan kualifikasi tuntas. Respon siswa kelas IX F SMP Negeri 1 Abang setelah diterapkan penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw berpendekatan STML dengan rata-rata 47,59 dalam kualifikasi positif.
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan jembatan yang menghantarkan kita pada suatu tujuan hidup berbangsa
dan bernegara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Undang-Undang No 20
tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa tujuan
Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yang cerdas,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
berkepribadian mantap dan mandiri, serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan (dalam Depdiknas, 2003). Dengan demikian, pendidikan pada
berbagai jenis dan jenjang sangat penting dan diharapkan mampu menghasilkan
kualitas sumber daya manusia yang profesional dalam bidangnya, dan memiliki
disiplin tinggi serta berbudi pekerti yang luhur. Di sisi lain dalam
meningkatkan mutu pendidikan khususnya IPA memerlukan peranan guru yang cukup
besar dan partisipasi siswa di dalam pendidikan itu sendiri serta fasilitas
sekolah yang memadai. Kurikulum juga sangat berperan dalam keberhasilan
pendidikan terutama kurikulum IPA yang menekankan agar siswa menjadi pembelajar
aktif dan kreatif dalam mengungkapkan fenomena-fenomena alam dalam kehidupan
sehari-hari.
Dewasa ini prestasi belajar IPA yang
dicapai oleh siswa masih tergolong rendah. Sebagai contoh, prestasi belajar IPA
di SMP Negeri 1 Abang tempat penelitian ini diadakan masih tergolong rendah. Rendahnya
prestasi belajar IPA juga dialami oleh kelas IX F SMP Negeri 1 Abang. Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan terhadap siswa kelas IX F terungkap beberapa permasalahan mendasar antara
lain sebagai berikut. Pertama, motivasi belajar siswa masih relatif rendah,
sebagian besar siswa beranggapan bahwa IPA adalah pelajaran sulit, banyak rumus sehingga membosankan.
Di samping itu, siswa kelas IX F kurang tertarik belajar IPA, terbukti dengan
banyaknya siswa yang bercakap-cakap dan kurang merespon apa yang disajikan guru
selama pembelajaran berlangsung. Kedua,
siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep, ini merupakan dampak
dari pembelajaran konvensional yang lebih menekankan pada pengahafalan materi-materi
atau contoh-contoh yang diberikan oleh guru tanpa terjadi pembentukan konsep
yang benar dalam struktur kognitif siswa. Ketiga,
selama proses pembelajaran, metode yang digunakan kurang variatif yaitu lebih didominasi satu metode sehingga
menimbulkan kejenuhan dalam diri siswa saat belajar. Pembelajaran IPA di kelas IX
F jarang sekali mengkaitkan konsep-konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari dan
lingkungan dimana siswa itu berada.
Salah satu model pembelajaran yang
lebih memberikan kesempatan pada siswa berperan aktif dalam pembelajaran adalah
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Berpendekatan STML (Sain, Teknologi,
Masyarakat dan Lingkungan).
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota
dalam satu kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan
bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan
materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Pada
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok
ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal
merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang
terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk
mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok
asal.
Pendekatan
STML merupakan suatu pendekatan yang menggabungkan Sains, Teknologi, dan
Masyarakat (STM) dengan ilmu lingkungan. Pendekatan Sains, Teknologi,
Masyarakat, dan Lingkungan (STML) ini memiliki keunggulan-keunggulan sebagai
berikut.
(1)
Pendekatan STML mendorong siswa
untuk menerapkan ilmu yang dipelajari dalam kehidupan mereka dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
(2)
Pendekatan STML dapat mengkondisikan siswa
agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi
(sederhana atau yang lebih rumit tergantung jenjang pendidikannya) disertai
dengan pemikiran untuk mengurangi dampak negatif yang muncul akibat
produk teknologi tersebut bagi lingkungan dan masyarakat.
(3)
Pendekatan
STML merupakan pendekatan yang sesuai untuk memecahkan masalah-masalah yang
berhubungan dengan kemajuan sains dan teknologi, kebutuhan masyarakat dan
lingkungan.
Oleh karena itu pendekatan STML tepat diterapkan
dalam pembelajaran karena memberikan
berbagai pengalaman belajar bagi siswa untuk memahami konsep dan proses sains
serta bermanfaat bagi siswa. Atas dasar kenyataan yang
diuraikan tersebut, maka dilaksankan penelitian dengan menerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
berpendekatan STML untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPA siswa kelas IX F SMP
Negeri 1 Abang.
Metode
Penelitian
Jenis Penelitian yang akan
dilaksanakan ini adalah penelitian tindakan kelas atau class room action
research. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2016
sampai bulan April 2016 di kelas IX F
SMP Negeri 1 Abang dengan jumlah 34 orang dengan 19 orang siswa laki-laki
dan 15 orang siswa perempuan. Adapun obyek penelitian ini terdiri
dari (1) motivasi belajar, (2) prestasi
belajar IPA, dan (3) respon siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan.
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian tindakan kelas dengan mengikuti beberapa tahapan seperti yang
dikemukakan Kemmis & Taggart (1998) yaitu: 1) tahap perencanaan (planing), 2) tahap tindakan (action), 3) tahap observasi/ evaluasi (evaluation), dan 4) tahap refleksi (reflection), kemudian kembali lagi ke
tahap perencanaan, tahap tindakan dan seterusnya.
Penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan ini berlangsung selama
dua siklus dari bulan Januari 2016 sampai dengan bulan April 2016. Hasil penelitian
mencakup motivasi prestasi belajar, prestasi belajar, dan respon siswa. Penelitian
ini dilaksanakan dengan dua siklus dimana masing-masing siklus terdiri dari lima
pertemuan, dengan distribusi waktu empat pertemuan untuk pelaksanaan tindakan
dan satu pertemuan untuk pemberian evaluasi. Data-data yang telah dikumpulkan
selanjutnya dianalisis sesuai dengan metode yang telah ditetapkan sebelumnya.
Siklus I
Hasil penelitian pada siklus I
mancakup motivasi belajar dan prestasi belajar. Hasil analisis data motivasi belajar,
diperoleh skor rata-rata motivasi Belajar siswa siklus I sebesar 76,35 dengan
kategori tinggi dengan persentase jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar termasuk kategori
sangat tinggi sebesar 38,24% kategori
tinggi sebesar 23,53% kategori sedang sebesar 29,41% kategori rendah sebesar 8,82%,
dan tidak ada siswa dengan kategori sangat rendah.
Data
Prestasi belajar siswa diperoleh persentase
jumlah siswa yang termasuk kategori sangat baik sebesar 2,94%, kategori baik
sebesar 67,65%, kategori cukup sebesar 29,41% dan tidak ada siswa dengan
kategori kurang dan sangat kurang. Untuk daya serap dan dan ketuntasan belajar
klasikal sebesar 76,47%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa daya serapnya telah memenuhi
tuntutan kurikulum, sedangkan ketuntasan belajar klasikalnya masih belum
memenuhi tuntutan kurikulum. Berdasarkan
hasil pengamatan peneliti pada siklus I
ditemukan beberapa kendala atau hambatan
diantaranya : (1) Ada beberapa siswa
yang tidak mau berpartisipasi dalam kelompoknya baik di
kelompok asal maupun di kelompok ahli, (2) Ada beberapa orang siswa yang belum mampu menjawab soal LKS dengan baik sesuai tugas sebagai kelompok ahli. (3) Pada saat menghadapi tes, masih banyak siswa yang
belum mempersiapkan diri secara maksimal, hanya ada beberapa orang siswa saja
yang mau dan berani bertanya pada guru pengajar di luar jam pelajaran.
Adanya
kendala atau hambatan tersebut menyebabkan belum optimalnya proses pembelajaran
yang dilangsungkan, beberapa kelompok yang anggotanya tidak mau berpartisipasi
tidak mampu menyelesaikan LKS dalam waktu yang telah ditentukan. Ketidaksiapan
beberapa siswa dalam menghadapi tes menyebabkan masih adanya siswa yang hasil tesnya di bawah standar yang
diharapkan sehingga ketuntasan belajarnya masih ada di bawah standar yang
diharapkan dalam penelitian ini. Upaya perbaikan untuk mengatasi kendala
tersebut yaitu dengan melakukan tindakan sebagai berikut. Pada siklus II dipilih salah satu kelompok sebagai
kelompok terbaik dengan kriteria dapat menyelesaikan LKS paling cepat dan bila
salah satu anggotanya yang ditunjuk secara acak mampu menyelesaikan soal-soal
yang diberikan oleh guru. Selain itu peneliti juga mengubah kelompok yang
terbentuk sebelumnya karena ada satu kelompok yang terlihat pasif dan jumlah
anggotanya lebih sedikit dari yang lainnya. Memberikan arahan kepada siswa agar
tidak malu bertanya, baik pada temannya maupun pada guru pengajarnya di luar
jam pelajaran jika ada soal-soal yang tidak mampu dipecahkannya. Selain itu
peneliti/guru juga memberikan kesempatan kepada siswa (±15 menit) untuk bertanya sebelum tes dimulai.
Siklus II
Sebelum
pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti mensosialisasikan kembali tentang
penerapan model belajar kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML dalam
pembelajaran. Secara umum proses belajar mengajar pada siklus II ini sama
dengan pelaksanaan tindakan siklus I. Namun ada beberapa peningkatan yang
ditunjukkan, siswa lebih aktif dan lebih termotivasi dalam belajarnya, mereka
berlomba untuk menjadi kelompok terbaik. Selain itu, siswa sudah banyak yang
berani bertanya kepada guru pengajar, baik pada saat jam pelajaran maupun di
luar jam pelajaran.
Hasil penelitian pada siklus II mencakup
motivasi belajar, prestasi belajar, dan respon siswa terhadap penerapan model
belajar kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML dalam pembelajaran IPA. Hasil
analisis data motivasi belajar, diperoleh skor rata-rata motivasi
belajar siswa siklus II sebesar 87,56
dengan kategori sangat tinggi dengan persentase jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar
dengan termasuk kategori sangat tinggi sebesar 79,41%, kategori tinggi sebesar 17,65%,
kategori sedang sebesar 2,94%, dan tidak ada siswa dengan kategori rendah
maupun sangat rendah. Dari gambar grafik 1.1 dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa
dari siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan.

Gambar 1.1 Diagram Batang Motivasi Belajar
Prestasi belajar pada siklus II diperoleh persentase jumlah siswa yang termasuk
kategori sangat baik sebesar 35,29%, kategori baik sebesar 52,94%,
kategori cukup sebesar 11,77 %, dan tidak ada siswa dengan kategori kurang dan
sangat kurang. Untuk daya serap dan dan ketuntasan belajar klasikal diperoleh sebesar 97,06%. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa daya serapnya telah memenuhi tuntutan kurikulum,
sedangkan ketuntasan belajar klasikalnya memenuhi tuntutan kurikulum. Perbandingan
Prestasi belajar untuk masing-masing siklus terlihat pada gambar 1.2 dan tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.
Perbandingan Prestasi belajar untuk masing-masing siklus
Siklus I
|
Siklus II
|
Kategori
|
2,94%
|
35,29%
|
Sangat
Positif
|
67,65%
|
52,94%
|
Positif
|
29,41%
|
11,77%
|
Cukup
Positif
|
0%
|
0%
|
Kurang
Positif
|
0%
|
0%
|
Sangat
Kurang Positif
|

Gambar 1.2
Diagram Batang Prestasi belajar
Data respon siswa terhadap penerapan
model belajar kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML diperoleh sebanyak 47,1%
siswa yang memberikan respon sangat positif, sebanyak 38,2% siswa memberikan
respon positif, sebanyak 14,7% siswa yang memberikan respon cukup positif dan
tidak ada siswa yang memberikan respon kurang positif maupun sangat kurang
positif. Profil respon siswa dapat disajikan dalam gambar 1.3.

Gambar 1.3
Diagram Batang Respon Siswa
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis pada siklus I, skor
rata-rata motivasi belajar sebesar 76,35 dengan kategori tinggi dan skor
rata-rata prestasi belajarnya sebesar 69,74 dengan kategori cukup. Temuan ini
menunjukkan bahwa hasil tersebut telah memenuhi tuntutan yang diharapkan dalam
penelitian ini. Namun ketuntasan belajar klasikalnya masih berada di bawah
standar yang diharapkan, ketuntasan belajar klasikal pada siklus I sebesar 76,47%
masih lebih kecil dari yang diharapkan yaitu sebesar 85%. Dari hasil refleksi
pada siklus I, terdapat kendala-kendala yang menyebabkan belum tercapainya
hasil yang diharapkan, yaitu : (1) Ada
beberapa siswa yang tidak mau berpartisipasi dalam kelompoknya. Dari hasil
pengamatan dan wawancara, hal ini disebabkan karena di kelompok ahli tersebut
tidak ada siswa yang memiliki kemampuan akademik yang bisa diharapkan mampu
membimbing teman-temannya. Siswa yang diharapkan mampu sebagai ketua kelompok
dan mampu membimbing teman-temannya ternyata jarang mengikuti pembelajaran; (2)
Ada beberapa orang siswa yang belum paham tentang model pembelajaran secara
kooperatif jigsaw ; (3) Pada saat menghadapi tes, masih banyak siswa yang belum mempersiapkan diri secara maksimal,
hanya ada beberapa orang siswa saja yang mau dan berani bertanya pada guru
pengajar di luar jam pelajaran.
Berdasarkan
kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I, maka pada siklus II dilakukan
upaya-upaya perbaikan yatu : (1) Peneliti mengubah kelompok yang terbentuk
sebelumnya, sehingga masing-masing kelompok benar-benar heterogen, baik
akademik maupun jenis kelaminnya. Selain itu, siswa yang jarang mengikuti
pembelajaran diberikan pembinaan dan bimbingan agar mau mengikuti pembelajaran IPA.
Untuk menambah antusias dan motivasi siswa pada siklus II peneliti/guru memilih
salah satu kelompok sebagai kelompok terbaik dengan kriteria dapat
menyelesaikan LKS paling cepat dan bila salah satu anggotanya yang ditunjuk
secara acak mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru ; (2) Pada
siklus II, peneliti memberikan arahan kepada siswa agar tidak malu bertanya,
baik pada temannya maupun pada guru pengajarnya di luar jam pelajaran jika ada
soal-soal yang tidak mampu dipecahkannya. Selain itu peneliti/guru juga memberikan
kesempatan kepada siswa (± 15 menit) untuk bertanya sebelum tes dimulai.
Dengan
melakukan perbaikan/pemecahan masalah terhadap kendala-kendala yang dihadapi
pada siklus I, pembelajaran pada siklus II tampak lebih baik dari sebelumnya,
hampir semua siswa berperan aktif dalam pembelajaran, hal ini berdampak pada
hasil yang didapatkan. Skor rata-rata motivasi belajar siswa meningkat dari
sebesar 76,35 dengan kategori tinggi pada siklus I menjadi sebesar 87,56 dengan
kategori sangat tinggi pada siklus II. Skor rata-rata prestasi belajarnya juga
meningkat dari sebesar 69,74 dengan kategori cukup pada siklus I menjadi
sebesar 79,18 dengan kategori baik pada siklus II. Ketuntasan belajar
klasikalnya juga meningkat dari sebesar 76,47% pada siklus I menjadi sebesar 97,06%
pada siklus II. Hasil analisis data respon siswa terhadap penerapan model
belajar kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML dalam pembelajaran IPA menunjukkan
bahwa skor rata-rata respon siswa diperoleh sebesar 47,59 yang berada pada
kategori positif.
Secara
umum penelitian ini dapat dikatakan berhasil, karena tiga butir kriteria
keberhasilan yang diharapkan dapat tercapai yaitu : (1) motivasi belajar siswa
selama penerapan model belajar kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML dalam
pembelajaran IPA mencapai kategori sangat tinggi ; (2) Prestasi belajar selama
penerapan model belajar kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML dalam
pembelajaran IPA sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan ketuntasan belajarnya sesuai
standar yang diharapkan; (3) respon siswa terhadap penerapan model belajar
kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML dalam pembelajaran IPA mencapai
kategori positif.
Keberhasilan
yang diperoleh dalam penelitian ini disebabkan karena adanya
kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh model
belajar kooperatif tipe jigsaw yang diterapkan dalam pembelajaran,
kelebihan-kelebaihan tersebut diantaranya : (1) dengan model belajar kooperatif
tipe jigsaw siswa menjadi lebih mudah
memahami konsep dan mereka menjadi tahu hubungan antara konsep-konsep IPA yang
dipelajari dengan situasi dunia nyata, hal ini menyebabkan siswa beranggapan
bahwa IPA sangat penting untuk dikuasai karena dapat diterapkan dalam dunia
kerja yang nantinya mereka geluti ; (2) suasana belajar di kelas tampak lebih
aktif, semua siswa berperan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan ; (3)
guru bisa lebih banyak menggunakan waktunya untuk menjalankan fungsinya sebagai
penasehat, pembimbing, motivator, dan fasilitator dalam kegiatan belajar bukan
sebagai penceramah di depan kelas ; (4) siswa lebih siap dalam menghadapi
pelajaran di kelas karena sebelum pertemuan mereka sudah membaca materi yang
tertuang dalam LKS yang dibagikan sebelumnya.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model belajar kooperatif tipe jigsaw
berpendekatan STML dalam pembelajaran mampu meningkatkan motivasi belajar dan prestasi
belajar, ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Yahya Muhaimin dan
Yohanes Surya. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Gede Sarya, dalam
penelitiannya menemukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw mampu meningkatkan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya dapat
meningkatkan prestasi belajarnya.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, penerapan model belajar
kooperatif tipe jigsaw berpedekatan STML dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX F SMP Negeri 1 Abang, skor
rata-rata motivasi belajar meningkat dari sebesar 76,35 pada siklus I dengan
kategori tinggi menjadi sebesar 87,56
pada siklus II dengan kategori sangat tinggi. Kedua, penerapan model
belajar kooperatif tipe jigsaw berpendekatan STML dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas IXF SMP Negeri 1 Abang, dengan
skor rata-rata prestasi belajar yang diperoleh pada siklus I dan II
masing-masing sebesar 69,74 dan 79,18. Ketuntasan belajar klasikal pada siklus
I dan II masing-masing sebesar 76,47% dan 97,06%. Ketiga, respon siswa
kelas IX F SMP Negeri 1 Abang terhadap penerapan model belajar kooperatif tipe
jigsaw berpendekatan STML dalam pembelajaran IPA adalah sangat positif dengan
skor rata-rata respon siswa sebesar 47,59.
Daftar
Pustaka
Arikunto, S. 1991. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Binadja, Ahmad. Science
in SETS (Science, Environment,
Technology,and Society) Context.
Training on Improving Teaching Proficiency of Indonesian Junior &
Senior Secondary Science Teachers. 16 February-10 May 1998. Ministry of
Education and Culture The Republic of Indonesia in Coordination with Southest
Asia Ministers of Education Organisation (SEAMEO) Regional Center For Education
in Science And Mathematics (RECSAM).
Carin, A. 1993. Teaching Modern Science. New York:
Macmillan Publishing Company.
Ibrahim, M., Fida R., Nur, M. dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa Press.
Kartawan, I Made Arya. 2004.
Pengaruh Metode Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi belajar IPA
(Studi Eksperimentasi pada Siswa SMU N di Kota Singaraja). Tesis (Tidak
Diterbitkan). Singaraja :IKIP
Kemmis,W.C & Taggart,R.M.
1998. The Action Research Planner.
Geelong Victoria : Deakin University Press.
Lie, A., 1994. Jigsaw: A Cooperative
Learning Method for the Reading Class. Waco: TeIX Fas: Phi Delta Kappa
Society.
Nurkancana,
Sunartana. 1990. Evaluasi Prestasi
belajar. Surabaya: Usaha Nasional
Purwati, Endang.dkk.2006. Ilmu Pengetahuan Alam Fisika untuk SMP Kelas
IX PT Intan Pariwara
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Slavin, Robert. 1995. Cooperative
Learning Teory, Research, and Practice. Boston : Allyn and Bacon
Suriasa,I Wayan. 2004. Penerapan
Pendekatan Sains, Teknologi, Masyarakat, dan Lingkungan (STML) sebagai Upaya
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika Siswa Kelas I3 SMA Negeri
1 Tabanan Pada Pokok Bahasan Bunyi. Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Singaraja :IKIP
Surya, Moh. 1997. Prinsip-Prinsip
Motivasi dalam Belajar. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah :
Depdikbud
0 komentar:
Posting Komentar