Sabtu, 12 Juni 2021

PROPOSAL PENELITIAN

 



A.    JUDUL PENELITIAN

PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN  IPA (FISIKA) SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS .............. SMP NEGERI .......... TAHUN PELAJARAN ...............

 

B.     IDENTITAS PENELITI

Nama               :

NIP                 : 

Golongan        :

Unit Kerja       :

 

C.    Latar Belakang

Di era globalisasi seperti saat ini, keberadaan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya (SDM). SDM yang berkualitas adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Untuk memperoleh SDM yang berkualitas harus didukung oleh pendidikan yang berkualitas. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Namun upaya yang dilakukan masih bersifat umum belum menyentuh langsung terhadap masalah-masalah yang dihadapi di kelas.

Perubahan kurikulum merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah sudah berulang kali mengadakan perubahan dan perbaikan kurikulum. Perubahan kurikulum 1994 menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang kemudian disempurnakan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Penyempurnaan kurikulum tidak sekedar memperbaiki kesalahan atau menyempurnakan kekurangan, tetapi juga mencoba hal-hal baru yaitu hal-hal yang secara konseptual, prosedural dan kualitatif berbeda dengan yang biasa digunakan (Hanafiah dan Suhana, 2009:93). Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Kompetensi merupakan kemampuan berpikir, bertindak, dan bersikap secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Kompetensi ini sebagai bekal bagi peserta didik agar dapat menanggapi: i) isu lokal, nasional, kawasan, dunia, sosial, ekonomi, lingkungan dan etika; ii) menilai secara kritisperkembangan dalam bidang Sains dan teknologi serta dampaknya; iii) memberi sumbangan terhadap kelangsungan perkembangan Sains dan teknologi; dan iv) memilih karir yang tepat (Depdiknas, 2004:6). Selama proses pembelajaran siswa seharusnya ikut terlibat secara langsung agar siswa memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Carl Sagan dalam Koes (2003:5) mendefinisikan Sains lebih sebagai sebuah cara berpikir

daripada satu kumpulan pengetahuan.

Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam ru mpun Sains, yang mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktifdan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwaalam sekitar. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala gejala alam dan interaksi didalamnya. Mata pelajaran Sains di SMP menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar guru mampu mengembangkan suatu strategi dalam mengajar yang dapat meningkatkan motivasi siswa, sehingga keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar meningkat.

Walaupun telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kenyataannya masih juga ditemukan  Permasalahan yang berkaitan dengan hasil belajar siswa. Permasalahan ini juga terjadi di SMP Negeri 2 Selat, berdasarkan hasil observasi awal, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa tentang pemantulan cahaya sebesar 60.

Melalui observasi dan wawancara dengan siswa dan guru pengajar di kelas ..... SMP Negeri ...., ditemukan penyebab masih rendahnya nilai rata-rata ulangan hariandi kelas tersebut diantaranya:

Pertama, dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, metode ceramah yang merupakan metode konvensional masih mendominasi dalam proses pembelajaran fisika. Alasan menggunakan pembelajaran konvensional yangdikemukakan oleh beberapa sumber informasi (guru) antara lain :terbenturnya oleh waktu tatap muka di kelas, kesulitan untuk menyusunbahan pelajaran yang menggunakan pendekatan yang menarik, sarana danprasarana yang kurang mendukung. Alasan tersebut menjadikan guru lebih memilih metode ceramah daripada metode lain.Metode mengajar seperti ini sangat bertentangan dengan pandangan Piaget yang menyatakan bahwa pengetahuan dikonstruksi sebagai usaha keras peserta didik untuk mengorganisasikan pengalamannya dengan struktur kognitif yang telah ada dalam kepalanya. Metode ceramah hanya mengutamakan produk atau hasilnya saja. Padahal dalam pembelajaran fisika, proses dan produk sama pentingnya serta tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, penggunaan metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat dan bervariasidiharapkan akan meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan denganmeningkatnya aktivitas selama pembelajaran, diharapkan dapatmeningkatkan hasil belajar siswa.Guru dapat meningkatkan aktivitas anak didiknya melalui pembelajaran yang berbasis laboratorium dan penyelidikan.

Kedua, siswa memiliki tingkatkeaktifan yang rendah. Hasil ini dapat dilihat dari setiap kali guru menerangkan selama pembelajaran berlangsung siswa yang aktif hanya 45%. Sedangkan siswa yang lainnya hanya diam sebagai pendengar dan mencatat.

Ketiga, banyak siswa mengeluhkan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran yang paling sulit diantara semua pelajaran yang diperoleh di sekolah. Menurut mereka pelajaran IPA khususnya fisika dijejali dengan rumus danbermacam-macam konsep yang harus mereka pahami. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa jarang melakukan penyelidikan. Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran IPA (fisika) hendaknya dapat menyiapkan kondisi yang mendukung untuk dikembangkannya aktivitas dan kreatifitas berpikir siswauntuk memperoleh pengetahuan sendiri melalui proses IPA.

Untuk kepentingan ini salah satu metode pembelajaran yang sesuai adalah inkuiri. Inkuiri merupakan metode pembelajaran Sains yang mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan, informasi, atau mempelajari suatu gejala (Koes, 2003:12). Apabila siswa belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri, maka diperlukan bimbingan yang cukup luas dari guru. Hal inilah yang disebutdengan inkuiri terbimbing.

Dari uraian di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul

PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING DALAMPEMBELAJARAN  IPA (FISIKA) SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS .....SMP NEGERI .... TAHUN PELAJARAN ....

 

D.       Rumusan Msalah

            Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka secara eksplisit ada tiga masalah yang akan diupayakan pemecahannya dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas .... SMPNegeri ......?
  2. Apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas .... SMPNegeri ......?
  3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran.

 

 

 

E.   Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

  1. Meningkatkan aktivitas siswa kelas VIIIC SMPNegeri 2 Selat pada pelajaran IPA (fisika)
  2. Mendeskripsikan dan menganalisis tanggapan siswa terhadap penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran.

 

F.     Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1.      Bagi sekolah sebagai informasi dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran.

2.      Bagi guru-guru selaku pendidik sebagai strategi pembelajaran bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan system pembelajaran di kelas, serta membantu guru menciptakan kegiatabelajar yang  menarik.

3.      Bagi siswa dapat meningkatkan minat belajar Sains melalui aktivitas laboratorium sehingga siswa lebih mendalami konsep yang sedang dipelajari. Serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih aktif mengajukan pendapat, bertanya, menyanggah pendapat, dan menjawab pertanyaan selama pembelajaran berlangsung.

4.      Bagi peneliti digunakan untuk menambah pengetahuan dalam membekali diri sebagai calon guru fisika yang memperoleh pengalaman penelitian secara ilmiah agar kelak dapat dijadikan modal sebagai guru dalam mengajar.

 

G. KAJIAN PUSTAKA

  1. Belajar Dalam Konteks Pembelajaran

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang pengertian belajar atau “learning”, baik secara umum maupun khusus. Seringkali perumusan dan penafsiran itu berbeda satu sama lain. Adapun beberapa perumusan tentang belajar dalam Hamalik ( 2005:27-28 ) sebagai berikut. a. Dalam pengertian lama, mendefinisikan belajar adalah memperoleh pengetahuan, latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis .b. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengtheningof behavior through experiencing). Jadi belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar disin bukan hanya mengingat, akan tetapi juga mengalami atau berpartisipasi langsung. c. Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsiran lain tentang belajar yaitu belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Belajar disinilah menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi tersebut akan terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Namun pada dasarnya belajar merupakan proses yang menghendaki adanya perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan.

Gagne dan Berliner menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Teori Piaget menyatakan bahwa anak menjadi tahu dan memahami lingkungannya melalui jalan interaksi dan beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Menurut teori ini siswa harus membangun pengetahuannya sendiri melalui observasi, eksperimen, diskusi, dan lain-lain. Implikasi dari teori tersebut terhadap pembelajaran Sains adalah bahwa guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya.

Jadi unsur-unsur pokok yang terkadung dalam pengertian belajar

adalah :

1. Belajar sebagai proses pengalaman.

2. Perolehan pengetahuan dan keterampilan.

3. Perubahan tingkah laku bersifat relatif permanen.

4. Aktivitas diri.

Adapun ciri-ciri belajar menurut William Burton dalam Hamalik (2005:31) sebagai berikut.

1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (Under going).

2. Proses situasi melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.

3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid.

4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu.

5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan.

6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual dikalangan murid-murid.

7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalamanpengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.

8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.

9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.

10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara tepisah.

11. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.

12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.

13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.

14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan serangkaian pengalamanpengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.

15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda.

16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat komplek dan dapat berubah-ubah (adaptabel). Jadi tidak sederhana dan statis.

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antar peserta

didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah

yang lebih baik (Mulyasa, 2003:100). Prakteknya, pembelajaran sangat terkait dengan metode mengajar. Dalam proses perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa salah satu hambatan yang paling menonjol dalam pelaksanaannya adalah metode mengajar. Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara

mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individu ataupun kelompok, agar pelajaran dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik metode mengajar makin efektif pula pencapaian tujuan (Ahmadi, 1997:52). Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjangterjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal yaitu pretest, proses belajar mengajar, dan postest. Pretest adalah permulaan dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk menjajagi kemampuan awal peserta didik, mengetahui tingkat kemajuan peserta didik berhubungan dengan proses pembelajaran dan mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai. Proses sebagai kegiatan dari pelaksanan proses pembelajaran yakni bagaimana

tujuan-tujuan direalisasikan. Postest adalah kegiatan akhir pelaksanaa pembelajaran guna melihat keberhasilan pembelajaran dengan membandingkan hasil pretest.

 

  1. Tentang Aktivitas Belajar

Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Sebagai rasionalitasnya, hal ini juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli pendidikan. Frobel dalam Sardiman (2001:38) mengatakan bahwa “manusia sebagai pencipta“. Dalam ajaran agama pun diakui bahwa manusia adalah sebagai pencipta yang kedua (setelah Tuhan). Secara alami peserta didik memang ada dorongan untuk menciptakan. Peserta didik adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam. Prinsip utama yang dikemukakan

Frobel bahwa peserta didik harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan suatu semboyan “berpikir dan berbuat”. Begitu juga dalam belajar sudah tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan berpikir dan berbuat. Montessori juga menegaskan bahwa “anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri”. Pendidikan akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas didalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedangkan pendidikan memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

Dalam hal kegiatan belajar ini, Rousseou memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan belajar sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Oleh sebab itu, orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Guru bertugas menyedikan bahanpelajaran, tetapi yang mengolah dan menentukan adalah siswa sesuai dengan bakat, kemampuan, dan latar belakang masing-masing. Belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik aktif dan mendominasi aktivitas adalah siswa. Agar anak didik berpikir sendiri, maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Sehubungan dengan ini, maka Piaget menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga terjadi interaksi yang efektif antara guru dan siswa. Dalam pengajaran dapat dikatakan efektif apabila pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Sekolah merupakan area untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengar dan mencatat seperti yang lazim terdapat disekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich dalam Sardiman
(2001:76 ) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :

1. visual activities meliputi membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, meliputi menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengemukakan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3. Listening activities, meliputi uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities, meliputi menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

5. Drawing activities, meliputi menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6. Motor activities, meliputi melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental activities, meliputi menangggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Emotional activities, meliputi menaruh minat, merasa bosan, gembira, semangat, bergairah, tenang, dan gugup.

Aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah bagi peserta didik, berupa hal-hal sebagi berikut (Hanafiah dan Suhana, 2009:24) yaitu : 1) peserta didik memiliki kesadaran untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi internal untuk belajar sejati, 2) peserta didik mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, 3) peserta didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya, 4) menumbuhkembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis, 5) pembelajaran dilaksanakan secara kongkret sehingga dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan terjadingya verbalisme, 6) menumbuhkembangkan sikap kooperatif di kalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan, dan serasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

 

  1. Tinjauan Tentang Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2004:22). Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar berhubungan dengan adanya perubahan tingkah laku seperti dari tidak tahu menjadi tahu.

Berdasarkan teori taksonomi Bloom (Nana Sudjana, 2004:22-31) hasil belajar dalam pembelajaran dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Jenis perubahan perilaku akibat dari proses belajar dapat disebutkan sebagai berikut. 

1)   Ranah Kognitif, yakni berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu :

a.       Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode,

b.      Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari,

c.       Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah nyata dan baru,

d.      Analisis, mencakup kemampuan terperinci satu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik,

e.       Sintesis, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu, dan

f.       Evaluasi, mencakup kemampuan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment dan kriteria yang dimilikinya.

2)   Ranah Afektif, yakni berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu :

a.       Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan tersebut,

b.      Memberikan respon, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan, ketepatan reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar,

c.       Penilaian, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap.

d.      Organisasi, yang mencakup membentuk sutau sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup, dan

e.       Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

3)   Ranah Psikomotor, terdiri dari enam perilaku, yaitu :

a.       Gerakan refleks, yaitu ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar,

b.      Ketrampilan gerakan dasar, yaitu ketrampilan untuk melakukan gerakan-gerakan dasar,

c.       Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain,

d.      Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan,

e.       Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks,

f.       Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretati,

g.      Kreativitas mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri.

            Perlu diketahui bahwa kondisi awal pembelajar juga mempengaruhi proses-proses belajar dan proses belajar ini akan mempengaruhi hasil belajarnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Slameto (2003, 54-71), adalah :

1.   Faktor internal yakni faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal ini berupa: 1) faktor jasmaniah yang berupa: kesehatan dan cacat tubuh, 2) faktor psikologis yang berupa: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan dan 3) faktor kelelahan.

2.   Faktor eksternal yakni faktor yang berasal dari luar individu. Faktor eksternal ini dikelompokkan menjadi tiga (3) faktor, yaitu: 1) faktor keluarga seperti: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan, 2) faktor sekolah yang berupa: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah, dan 3) faktor masyarakat yang berupa: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

           

 Tentang Hakikat Sains-Fisika

Sains yang lebih kita kenal dengan IPA merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu Natural Science. Jika kita tinjau darisejarahnya, IPA atau sains sudah dikenal sejak jaman Yunani kuno dengan istilah natural filosofi. Seiring dengan perkembangan IPTEK mengakibatkan natural filosofi tidak digunakan lagi sedangkan natural science dalam bahasa sehari-hari disingkat menjadi science atau IPA. (Kurniati, 2001:4)

Hakekat sains (IPA) memiliki tiga komponen yaitu perangkat pengetahuan, proses, dan prosedur serta sikap. (Hensons, 1984) Hakekat ipa dapat digambarkan  dalam bentuk bagan seperti tampak pada gambar 4.1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Komponen IPA (Hanson dan Janke, 1984:9)

Ipa terdiri atas perangkat pengetahuan yang diperoleh dari proses-proses ilmiah yang dilandasi dengan sikap-sikap ilmiah. Perangkat pengetahuan tersebut dapat berupa: fakta, fenomena, asumsi, konsep, prinsif, hokum, postulat danteori. Proses IPa dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan guna menemukan pengetahuan baru. Aktivitas-aktivitas ini yang sering dikenaldengan metode ilmiah, yang terdiri dari: merumuskan masalah,merencanakan eksperimen, mengobservasi, merumuskan hipotesis, mengklasifikasi, mengukur, menginterpretasi data, menyimpulkan, meramal, dan mengkomunikasikan hasil yang selanjutnya dikenal dengan keteerampilan proses IPA. IPA sebagai sikap dapat diartika sebagai sikap-sikap yang melandasi proses dalam IPA, antara lain: rasaingin tahu, jujur, objektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti, dan skeptic.. Sikap-sikap ini yang sering dikenal dengan sikap ilmiah.

Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkanun tuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Olehkarena itu, pendidikan Sains diterapkan dalam menyajikan pembelajaran. Sains adalah memadukan antara pengalaman proses Sains dan pemahaman produk Sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.

 

5. Inkuiri Terbimbing

Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti menanyakan, meminta keterangan, atau penyelidikan, dan inkuiri berarti penyelidikan (Ahmadi, 1997:76). Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberikandan diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang direncanakan oleh guru (Ahmadi, 1997: 79).

Menurut Carin dan Sund (1975), yang dimaksud dengan inkuiri ialah The process of investigasing a problem. Inquiry differs from problem solving in that an individual may origainate the problem and develop his own strategies for obtaining information. Unlike problem solving there is not set pattern to inquiry. An individual may be be involved in may methods of obtaining information and be may take intuitive aporoaches to the problem. The and product of inquiry may result in a to the problem. The end product of inquiry may result in a discovery.

 

Inkuiri adalah suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran fisika dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan, informasi atau mempelajari suatu gejala. Wayne Welch berpendapat bahwa metode penyelidikan ilmiah sebagai proses inkuiri. Ia juga mengidentifikasi lima sifat dari proses inkuiri, yaitu pengamatan, pengukuran, eksperimentasi, komunikasi, dan proses-proses mental (Koes, 2003:12-13). Dalam pembelajaran Sains dengan pembelajaran inkuiri, guru harus membimbing siswa terutama siswa yang belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri. Atas dasar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, W.R Romey (1968,h.22) membedakan inkuiri menjadi dua tingkat, yaitu :

a. Inkuiri dengan aktivitas terstruktur

     Dalam inkuiri dengan “Aktivitas terstruktur” siswa memperoleh petunjuk-petunjuk lengkap yang mengarahkan pada prosedur yang didesain untuk memperoleh sesuatu konsep atau prinsip tertentu.

b. Inkuiri dengan aktivitas tidak terstruktur

     Dalam inkuiri dengan “Aktivitas Tidak Terstruktur”,hanya terdapat penyajian masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan prosedur-prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya, menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan.

Carin dan Sund (h.111) berpendapat bahwa pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan masalah. Diantara model-model inkuiri yang lebih cocok untuk siswa siswa SMP adalah inkuiri induktif terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan. Pada inkuiri induktif terbimbing, guru tidak lagiber peran sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima

informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkahlangkah percobaan. Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru.

Menurut Gulo (2002:86-87), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut.

a. Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir.

b. Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa.

c. Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri.

d. Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas.

e. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan.

f.  Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

g. Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

Menurut Memes (2000:42), ada enam langkah yang diperhatikan dalam inkuiri terbimbing, yaitu :

1. Merumuskan masalah.

2. Membuat hipotesa.

3. Merencanakan kegiatan.

4. Melaksanakan kegiatan.

5. Mengumpulkan data.

6. Mengambil kesimpulan.

Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan scenario pembelajaran sehingga pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar. Skenario pembelajaran inkuiri Menurut Gulo (2002:99) dapat dilihatpada bagan di bawah ini :

 

 

KEGIATAN SISWA

SINTAKS ALIRAN

KEGIATAN

KEGIATAN GURU

KETERANGAN

 

1.1 Mengerjakan pretest

1.2 Menunjukkan

kebutuhan

masalah dan minta

informasi

 

Menentukan

tujuan

pengajaran

1.1 Menentukan entry

behaviour

1.2 Menjelaskan

tujuan pengajaran

 

1. Guru

mempersiapkan

hand-outs tentang

materi dan yang

berhubungan

dengan konten

 

2.1 Mendengarkan,

mempertanyakan,

mengusulkan

 

Pengantar

singkat tentang

konten dan

prosedur

2.1 Memberikan

penjelasan singkat

dan menyeluruh

tentang konten

dan prosedur kerja

 

2. Menentukan batas

waktu

 

3.1 Masuk ke dalam

kelompok

 

Membentuk

kelompok

3.1 Mengorganisasi

fasilitas dan

kelompok

 

3. Menjajaki cara

pembentukan

kelompok

 

4.1 Merumuskan,

mengklasifikasika

n tujuan

4.2 Urutan tugas

 

Klasifikasi

tujuan

4.1 Mengamati,

membantu,

mengarahkan

 

 

5.1 Membaca,

bertanya,

mengamati,

membuat catatan,

meneliti,

mengorganisasi

data

Kerja

individual

5.1 Menganjurkan,

memberi fasilitas,

dan bimbingan

 

5. Saling membantu

antarsiswa

 

6.1 Analisis data,

kesimpulan

individual

 

Laporan pada kelompok

6.1 Menganjurkan,

memberi fasilitas

dan bimbingan

 

6. Saling membantu

antarsiswa

 

7.1 Sharing penemuan,

kritik mengambil

catatan,

kesimpulan

pandahuluan

 

Diskusi

kelompok

7.1 Menganjurkan,

memberi fasilitas

dan bimbingan.

 

7. Saling membantu

antarsiswa

 

8.1 Menulis laporan

kelompok

antarsiswa

Laporan

kelompok

8.1 Memberi bantuan 8. Saling membantu

 

8. Saling membantu

9.1 Menanggapi dan

bertanya

 

Diskusi

kelas

9.1 Memantau,

membantu

mengelola kelas

 

9. Memimpin

diskusi

 

10.1 Tanya jawab, catat

Rangkuman

10.1 Sintesis,

menyimpulkan

 

10. Memimpin

diskusi

 

11.1 Mamberi saran

Tindakan

lanjut

11.1 Menentukan

tindak lanjut

berdasarkan hasil

diskusi

 

11. Memimpin

diskusi

 

Gambar 1. Skenario pembelajaran inkuiri Menurut Gulo

Menurut Suryobroto (2002:201), ada beberapa kelebihan pembelajaran inkuiri antara lain :

1. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

2. Membangkitkan gairah pada siswa misalkan siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.

3. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuan.

4. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.

5.  Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi untuk belajar.

6. Strategi ini berpusat pada anak, misalkan member kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang jawabanya belum diketahui.

 

H. METODE PENELITIAN

1.   Jenis Penelitian

                  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih professional (Kanca, 2006:94).

                  Ojan SN (1988 dalam kanca, 2006:100) menyebutkan terdapat empat bentuk penelitian kelas, yaitu: (1) guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) simultan terintegrasi, dan (4) administrasi sosial eksperimental. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang akan digunakan adalah guru sebagai peneliti, yaitu guru dalam hal ini peneliti berperan sangat penting dalam proses PTK. Guru/peneliti terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi (tindakan), dan refleksi (Kanca, 2006:100). Penelitian tindakan kelas pada dasarnya merupakan salah satu cara untuk menjadikan pembelajaran menjadi lebih efektif yang akan dilihat dari kemajuan yang telah dicapai siswa.

 

2.   Subyek Penelitian

Subyek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIIC SMP Negeri 2 Selat tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 36 siswa (laki-laki 15 orang dan perempuan 21 orang).

 

3.   Objek Penelitian

      Objek penelitian ini adalah, penerapan pendekatan inkuiri terbimbing, hasil belajar siswa, tanggapan siswa terkait dengan pendekatan inkuiri terbimbing

 

4.   Rancangan Penelitian

            Penelitian tindakan kelas ini direncanakan sebanyak dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dengan pemberian materi sedangkan pertemuan kedua dengan pemberian materi yang bersifat pengulangan dan pemantapan serta dilakukan  evaluasi hasil belajar. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi. Adapun rancangan tahapan penelitian tersaji seperti gambar 4.1 berikut.

                  Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas

(Sumber: Kanca, 2008:6)

 

1. Siklus I

Perencanaan Tindakan :

a. Permasalahan diidentifikasi mengenai pelaksanaan pembelajaran Fisika meliputi aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa secara umum melalui wawancara dengan guru fisika kelas VIII C SMP Negeri 2 Selat

b.   Menggunakan model inkuiri sebagai solusi pemecahan masalah.

c.  Membuat skenario pembelajaran yang meliputi pembuatan silabus, rencana pembelajaran, membuat soal pretest dan postest, membuat LKS, lembar observasi siswa, penyediaan alat dan bahan yang akan digunakan untuk percobaan, dan angket balikan.

Pelaksanaan tindakan :

a. Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

b. Guru membagi siswa menjadi 9 kelompok, setiap kelompok 4 orang siswa.

c. Guru menjelaskan rencana kegiatan yang akan dilakukan.

d. Siswa melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam LKS dan guru membimbing siswa melakukan percobaan.

e. Setelah selesai, Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil percobaannya untuk didiskusikan dan ditarik kesimpulan.

f. Guru memberikan latihan aplikasi konsep dan memberikan tugas berikutnya.

g. Memberikan tes diakhir tahap (postest).

Pengamatan :

a. Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran dan menilai kemampuan siswa dalam bekerja dan menyelesaikan tugaskelompok.

b. Mengkoreksi dan menilai jawaban LKS dan soal pretest danpostest.

Refleksi :

Setelah siklus I selesai, data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui apakah pembelajaran inkuiri yang diterapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus I belum bisa meningkatkan aktivitas siswa dengan baik, maka desain pembelajaran pada siklus I perlu diperbaiki agar pembelajaran pada siklus selanjutnya lebih baik dan berhasil.

2. Siklus II

Perencanaan Tindakan :

a. Guru merancang kembali kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri yang merupakan perbaikan dari siklus I.

b. Membuat skenario pembelajaran yang meliputi pembuatan silabus, rencana pembelajaran, membuat soal pretest dan postest, membuat LKS, lembar observasi siswa, penyediaan alat dan bahan yang akan digunakan untuk percobaan, dan angket balikan.

Pelaksanaan tindakan :

a. Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

b. Guru membagi siswa menjadi 9 kelompok, setiap kelompok 5 orang siswa.

c. Guru menjelaskan rencana kegiatan yang akan dilakukan.

d. Siswa melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam LKS dan guru membimbing siswa melakukan percobaan.

e. Setelah selesai, Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil percobaannya untuk didiskusikan dan ditarik kesimpulan.

f. Guru memberikan latihan aplikasi konsep.

g. Memberikan tes diakhir tahap (postest), setelah itu memberikan angket balikan untuk diisi siswa.

Pengamatan :

a. Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran dan menilai kemampuan siswa dalam bekerja dan menyelesaikan tugas kelompok.

b. Mengkoreksi dan menilai jawaban LKS, soal pretest dan posttest dan angket balikan.

Refleksi :

Setelah siklus II selesai, data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui apakah pembelajaran inkuiri yang diterapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan baik melalui pembelajaran inkuiri terbimbing, sehingga pembelajaran tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

 

5.      Setting Penelitian

            Penelitian akan dilakukan pada siswa kelas VIIIC SMP Negeri 2 Selat tahun pelajaran 2012/2013 pada semester ganjil dalam pembelajaran pemantulan cahaya

 

I.       Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Sumber data

Sumber data penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP N 13

Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007 dan guru serta lingkungan yang

mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

2. Jenis data

a. Data tentang kondisi awal, untuk metode pengajaran guru berdasarkan

hasil wawancara dengan guru kelas, nilai laporan ulangan harian siswa

pokok bahasan bunyi.

2 Aktivitas yang akan dinilai dalam penelitian yaitu penilaian

psikomotorik dan afektif. Penilaian psikomotorik meliputi aspek merangkai

alat percobaan, mengukur, menghitung, analisis data dan melukis jalannya

sinar.

Data tentang peningkatan aktivitas siswa diperoleh dari hasil

pengamatan langsung melalui lembar observasi dan nilai laporan LKS.

3 Peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan dari jawaban tiap soal

mengerjakan soal evaluasi (pretest dan postest).

4 Data tentang keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan dalam

penelitian diperoleh dari Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

LKS, dan lembar observasi guru.

5 Penilaian afektif (minat) meliputi kehadiran di kelas, bertanya dan

memberikan tangggapan, partisipasi dalam kegiatan laboratorium, dan

ketepatan waktu mengumpulkan laporan. Sedangkan penilaian afektif

(sikap) meliputi bekerjasama dalam kelompok, kejujuran, ketekunan belajar,

dan tangungjawab.

Data hasil belajar afektif (sikap) diperoleh melalui lembar angket

sebagai pendapat atau tanggapan siswa terhadap pelaksanaan

pembelajaran inkuiri terbimbing.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data penelitian ini adalah deskriptif persentase. Data

hasil penelitian yang dianalisis meliputi rata-rata kelas, ketuntasan belajar

individu, dan ketuntasan belajar secara klasikal.

Selanjutnya hasil analisis data diperolah baik kualitataf maupun

kuantitatif. Hasil ini diinterpetasi dan disimpulkan yang digunakan untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

1). Rata-rata kelas.

Untuk menghitung rata-rata kelas pada masing-masing siklus

digunakan rumus :

N

X

X Σ = (Sudjana, 1989:109)

Keterangan ;

X = rata-rata kelas

ΣX = jumlah seluruh skor

N = banyaknya subjek.

2). Ketuntasan belajar secara individu

Untuk menghitung ketuntasan belajar secara individu digunakan

rumus :

= ×100%

jumlah soal seluruhnya

ketuntasan individu jumlah jawaban soal yang benar

(Usman, 1993:138)

3). Ketuntasan belajar secara klasikal

Nilai postest diperoleh setelah dilakukan tindakan kelas, kemudian

dianalisis untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar.

Ketuntasan secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus :

65 ×100%

=

jumlah siswa yang mengikuti

ketuntasan klasikal jumlah siswa yang mendapat nilai

(Mulyasa, 2003:102)

3.7 Indikator Keberhasilan

Tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah :

1. Siswa dipandang mencapai tuntas belajar psikomotorik, afektif apabila

seluruhnya atau setidak-tidaknya 75% peserta didik terlibat aktif, baik

fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran (Mulyasa,

2003:101).

2. Siswa mencapai tuntas belajar kognitif apabila siswa mampu

menyelesaikan, menguasai kompetensi atau tujuan pembelajaran minimal

65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas

diperoleh dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai

minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti

tes (Mulyasa, 2003:99).

Ketuntasan individu digunakan untuk menentukan ketuntasan secara

klasikal, sedangkan ketuntasan klasikal digunakan untuk menentukan

keberlangsungan penelitian tindakan kelas (siklus selanjutnya

4.  

5.    

 

 

      Untuk menentukan aktivitas belajar baik secara individu maupun klasikal dianalisis berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi) dengan mengkonversikan rata-rata prosentase ke dalam kriteria sebagai berikut.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia

Anonim.1980. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Jakarta : Depdikbud.

Amien, Moh. 1987. Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan

Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiri”. Jakarta : Dekdikbud.

Arikunto, Suharsimi. 1991. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi

Aksara

Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang

Press

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains

Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta :

Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata

Pelajaran Fisika. Jakarta : Depdiknas.

Dimyati, dan Mudjiono. 1994. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Proyek

Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Depdikbud.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Kanginan, Marthen. 2004. Sains Fisika SMP untuk kelas VIII semester 2.

Jakarta:Erlangga.

Koes H, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Bandung : JICA

Memes, Wayan. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta : Proyek

Pengembangan Guru Sekolah Menengah Depdiknas.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan

Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Sardiman, A. M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT

Rajagrasindo Persada.

Sudjana, Nana. 1989. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Suherman, Erman. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi

Pendidikan Matematika. Bandung : Wijayakusumah

Suryosubroto, B. 2002. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta : PT Rineka

Cipta.

Tim Penelitian Program Pascasarjana UNY. 2004. Pedoman Penilaian afektif.

Yogyakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan menengah

Direktorat pendidikan lanjutan Tingkat Pertama.

Usman, Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung :

Rosda Karya

 

 

Tabel 11. Kriteria Penggolongan Aktivitas Belajar Siswa (Dimodifikasi dari Nurkancana dan Sunartana, 1992)

 

No

Kriteria

Kategori

1

Sangat Aktif

2

Mi + 0,5 SDi  < Mi + 1,5 SDi

Aktif

3

Mi – 0,5 SDi   < Mi + 0,5 SDi

Cukup Aktif

4

Mi – 1,5 SDi   < Mi – 0,5 SDi

Kurang Aktif

5

 < Mi – 1,5 Sdi

Sangat Kurang Aktif

      Keterangan :

      Rumusan untuk Mi dan SDi adalah :

      Mi              = (skor ideal + skor terendah ideal)

      SDi            =  (skor tertinggi ideal – skor terendah ideal)

 

2)   Analisis Hasil Belajar Siswa

a.       Menghitung rata-rata skor siswa, adapun rumusnya adalah :

 =

                        (Sudjana, 2004:109)

 

Keterangan:

    = Rata-rata skor siswa

= Jumlah skor siswa

    = Jumlah Evaluator

 

b.      Data hasil belajar siswa secara individu dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

NA =  x NI     

 

                        (Sukardjo dan  Nurhasan, 1992:119)

Keterangan :

NA                  = Nilai Akhir

SHT                 = Skor Hasil Tes

SMI                 = Skor Maksimal Ideal

NI                    = Nilai Ideal dalam Skala

 

 

c.       Tingkat ketuntasan belajar secara klasikal menggunakan rumus sebagai berikut.

KB =  x 100%       

                                    (Depdiknas, 2006)

Keterangan :

KB = Ketuntasan Belajar

 

3)      Kriteria Keberhasilan Tindakan

a.       Aktivitas Belajar Siswa

      Data dikumpulkan dengan metode observasi terhadap kemunculan indikator aktivitas belajar sesuai dengan yang tertera pada lembar observasi. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan prosentase tertinggi adalah 100% dan persentase terendah adalah 0%. Dengan demikian perhitungan Mi dan SDi adalah sebagai berikut.

Mi        =  (skor tertinggi ideal + skor terndah ideal)

            =  (100% + 0%)

            = 50%

SDi      =  (skor tertinggi ideal – skor terendah ideal)

            =  (100% - 0%)

            = 16,67 %

                  Pedoman penggolongan respon siswa selanjutnya dapat dinyatakan seperti pada tabel berikut.

      Tabel 12. Pedoman Penggolongan Aktivitas Belajar Siswa

No

Kriteria

Kategori

1

 ≥ 75,01%

Sangat Aktif

2

58,34% ≤  < 75,01%

Aktif

3

41,66% ≤  < 58,34%

Cukup Aktif

4

24,99% ≤  < 41,66%

Kurang Aktif

5

 < 24,99%

Sangat Kurang Aktif

 

      Penelitian tindakan kelas untuk mengetahui aktivitas belajar siswa ini dikatakan berhasil apabila aktivitas belajar siswa minimal berada pada kategori aktif (58,34% ≤  < 75,01%), baik secara individual maupun klasikal.

b.      Hasil Belajar Siswa

      Untuk menentukan keberhasilan belajar siswa, maka dilakukan penskoran dan penentuan standar keberhasilan belajar. Sistem penilaian ini berpedoman pada criteria sekolah yaitu ketuntasan secara individu 67% penguasaan dan secara klasikal dikatakan tuntas apabila 75% penguasaan (sesuai dengan KKM mata pelajaran penjasorkes kelas IXA1 SMP Negeri 4 Singaraja). Apabila pencapaian penguasaan materi telah mencapai 67% secara individu atau 75% secara klasikal maka penelitian ini akan dihentikan, serta akan dijadikan kesimpulan dan pembahasan bahwa pada siklus tersebut telah berhasil. Setelah mendapat nilai akhir akan dimasukkan ke dalam konversi raport dengan menggunakan kriteria penguasaan, yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang yang dapat dilihat pada tabel 13 berikut.

 

 Tabel 13. Kriteria Kelulusan Penjasorkes SMP Negeri 4 Singaraja

                 (Sumber : SMP N 4 Singaraja)

 

Tingkat Penguasaan Kompetensi

Nilai Huruf

Predikat

Ketuntasan

87% - 100%

A

Sangat Baik

Tuntas

77% - 86%

B

Baik

67% - 76%

C

Cukup

57% -  66 %

D

Kurang

Tidak Tuntas

0% - 56%

E

Sangat Kurang

                                                                       

     

0 komentar:

Posting Komentar