A.
JUDUL PENELITIAN
PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN IPA (FISIKA) SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS .............. SMP NEGERI .......... TAHUN PELAJARAN ...............
B.
IDENTITAS PENELITI
Nama :
NIP :
Golongan :
Unit Kerja :
C.
Latar Belakang
Di era globalisasi seperti saat ini,
keberadaan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya
(SDM). SDM yang berkualitas adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Untuk memperoleh SDM yang berkualitas harus didukung oleh
pendidikan yang berkualitas. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang
terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu
sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia,
maka pemerintah terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai
usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan
dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Namun upaya yang dilakukan masih bersifat umum belum
menyentuh langsung terhadap masalah-masalah yang dihadapi di kelas.
Perubahan kurikulum merupakan salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah sudah
berulang kali mengadakan perubahan dan perbaikan kurikulum. Perubahan kurikulum
1994 menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang kemudian disempurnakan
menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Penyempurnaan kurikulum
tidak sekedar memperbaiki kesalahan atau menyempurnakan kekurangan, tetapi juga
mencoba hal-hal baru yaitu hal-hal yang secara konseptual, prosedural dan
kualitatif berbeda dengan yang biasa digunakan (Hanafiah dan Suhana, 2009:93). Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), menuntut siswa
untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses
pembelajaran. Kompetensi merupakan kemampuan berpikir, bertindak, dan bersikap
secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai.
Kompetensi ini sebagai bekal bagi peserta didik agar dapat menanggapi: i) isu
lokal, nasional, kawasan, dunia, sosial, ekonomi, lingkungan dan etika; ii)
menilai secara kritisperkembangan dalam bidang Sains dan teknologi serta
dampaknya; iii) memberi sumbangan terhadap kelangsungan perkembangan Sains dan teknologi;
dan iv) memilih karir yang tepat (Depdiknas, 2004:6). Selama proses
pembelajaran siswa seharusnya ikut terlibat secara langsung agar siswa
memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran. Pendidikan Sains menekankan
pada pemberian pengalaman untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan
untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Carl Sagan dalam Koes (2003:5)
mendefinisikan Sains lebih sebagai sebuah cara berpikir
daripada
satu kumpulan pengetahuan.
Mata
pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam ru mpun Sains, yang
mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktifdan deduktif dalam
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwaalam sekitar. Fisika
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala gejala alam dan interaksi
didalamnya. Mata pelajaran Sains di SMP menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar guru mampu mengembangkan suatu
strategi dalam mengajar yang dapat meningkatkan motivasi siswa, sehingga
keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar meningkat.
Walaupun
telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kenyataannya
masih juga ditemukan Permasalahan yang
berkaitan dengan hasil belajar siswa. Permasalahan ini juga terjadi di SMP
Negeri 2 Selat, berdasarkan hasil observasi awal, dapat diketahui bahwa nilai
rata-rata ulangan harian siswa tentang pemantulan cahaya sebesar 60.
Melalui
observasi dan wawancara dengan siswa dan guru pengajar di kelas ..... SMP
Negeri ...., ditemukan penyebab masih rendahnya nilai rata-rata ulangan
hariandi kelas tersebut diantaranya:
Pertama,
dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, metode ceramah yang merupakan metode
konvensional masih mendominasi dalam proses pembelajaran fisika. Alasan
menggunakan pembelajaran konvensional yangdikemukakan oleh beberapa sumber
informasi (guru) antara lain :terbenturnya oleh waktu tatap muka di kelas,
kesulitan untuk menyusunbahan pelajaran yang menggunakan pendekatan yang
menarik, sarana danprasarana yang kurang mendukung. Alasan tersebut menjadikan
guru lebih memilih metode ceramah daripada metode lain.Metode mengajar seperti
ini sangat bertentangan dengan pandangan Piaget yang menyatakan bahwa
pengetahuan dikonstruksi sebagai usaha keras peserta didik untuk
mengorganisasikan pengalamannya dengan struktur kognitif yang telah ada dalam
kepalanya. Metode ceramah hanya mengutamakan produk atau hasilnya saja. Padahal
dalam pembelajaran fisika, proses dan produk sama pentingnya serta tidak dapat
dipisahkan. Oleh karena itu, penggunaan metode dan pendekatan pembelajaran yang
tepat dan bervariasidiharapkan akan meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan
denganmeningkatnya aktivitas selama pembelajaran, diharapkan dapatmeningkatkan
hasil belajar siswa.Guru dapat meningkatkan aktivitas anak didiknya melalui pembelajaran
yang berbasis laboratorium dan penyelidikan.
Kedua,
siswa memiliki tingkatkeaktifan yang rendah. Hasil ini dapat dilihat dari
setiap kali guru menerangkan selama pembelajaran berlangsung siswa yang aktif
hanya 45%. Sedangkan siswa yang lainnya hanya diam sebagai pendengar dan mencatat.
Ketiga,
banyak siswa mengeluhkan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran yang paling
sulit diantara semua pelajaran yang diperoleh di sekolah. Menurut mereka
pelajaran IPA khususnya fisika dijejali dengan rumus danbermacam-macam konsep
yang harus mereka pahami. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa jarang melakukan penyelidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran IPA (fisika) hendaknya dapat
menyiapkan kondisi yang mendukung untuk dikembangkannya aktivitas dan
kreatifitas berpikir siswauntuk memperoleh pengetahuan sendiri melalui proses
IPA.
Untuk
kepentingan ini salah satu metode pembelajaran yang sesuai adalah inkuiri.
Inkuiri merupakan metode pembelajaran Sains yang mengacu pada suatu cara untuk
mempertanyakan, mencari pengetahuan, informasi, atau mempelajari suatu gejala
(Koes, 2003:12). Apabila siswa belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan
kegiatan-kegiatan inkuiri, maka diperlukan bimbingan yang cukup luas dari guru.
Hal inilah yang disebutdengan inkuiri terbimbing.
Dari
uraian di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul
PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING DALAMPEMBELAJARAN IPA (FISIKA) SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS .....SMP NEGERI .... TAHUN
PELAJARAN ....
D.
Rumusan Msalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang masalah di atas, maka secara eksplisit ada tiga
masalah yang akan diupayakan pemecahannya dalam penelitian ini. Adapun rumusan
masalah tersebut adalah sebagai berikut:
- Apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas .... SMPNegeri ......?
- Apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas .... SMPNegeri ......?
- Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran.
E.
Tujuan
Tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
- Meningkatkan
aktivitas siswa kelas VIIIC SMPNegeri 2 Selat pada pelajaran IPA (fisika)
- Mendeskripsikan
dan menganalisis tanggapan siswa terhadap penerapan model inkuiri
terbimbing dalam pembelajaran.
F.
Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah :
1. Bagi sekolah sebagai informasi dalam rangka meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam proses pembelajaran.
2. Bagi guru-guru selaku pendidik sebagai strategi pembelajaran bervariasi
yang dapat memperbaiki dan meningkatkan system pembelajaran di kelas, serta
membantu guru menciptakan kegiatabelajar yang menarik.
3. Bagi siswa dapat meningkatkan minat belajar Sains melalui aktivitas laboratorium
sehingga siswa lebih mendalami konsep yang sedang dipelajari. Serta
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih
aktif mengajukan pendapat, bertanya, menyanggah pendapat, dan menjawab
pertanyaan selama pembelajaran berlangsung.
4.
Bagi peneliti digunakan untuk
menambah pengetahuan dalam membekali diri sebagai calon guru fisika yang
memperoleh pengalaman penelitian secara ilmiah agar kelak dapat dijadikan modal
sebagai guru dalam mengajar.
G.
KAJIAN PUSTAKA
- Belajar
Dalam Konteks Pembelajaran
Ada
beberapa ahli yang mendefinisikan tentang pengertian belajar atau “learning”,
baik secara umum maupun khusus. Seringkali perumusan dan penafsiran itu berbeda
satu sama lain. Adapun beberapa perumusan tentang belajar dalam Hamalik (
2005:27-28 ) sebagai berikut. a. Dalam pengertian lama, mendefinisikan belajar
adalah memperoleh pengetahuan, latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara
otomatis .b. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengtheningof behavior through
experiencing). Jadi belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar disin bukan hanya mengingat, akan tetapi
juga mengalami atau berpartisipasi langsung. c. Sejalan dengan perumusan
diatas, ada pula tafsiran lain tentang belajar yaitu belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Belajar
disinilah menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di
dalam interaksi tersebut akan terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman
belajar. Namun pada dasarnya belajar merupakan proses yang menghendaki adanya
perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan.
Gagne
dan Berliner menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana organisme
mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Teori Piaget menyatakan
bahwa anak menjadi tahu dan memahami lingkungannya melalui jalan interaksi dan
beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Menurut teori ini siswa harus membangun
pengetahuannya sendiri melalui observasi, eksperimen, diskusi, dan lain-lain.
Implikasi dari teori tersebut terhadap pembelajaran Sains adalah bahwa guru
harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan
akalnya.
Jadi
unsur-unsur pokok yang terkadung dalam pengertian belajar
adalah
:
1.
Belajar sebagai proses pengalaman.
2.
Perolehan pengetahuan dan keterampilan.
3.
Perubahan tingkah laku bersifat relatif permanen.
4.
Aktivitas diri.
Adapun
ciri-ciri belajar menurut William Burton dalam Hamalik (2005:31) sebagai
berikut.
1. Proses belajar ialah pengalaman,
berbuat, mereaksi, dan melampaui (Under going).
2. Proses situasi melalui
bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat
pada suatu tujuan tertentu.
3. Pengalaman belajar secara maksimum
bermakna bagi kehidupan murid.
4. Pengalaman belajar bersumber dari
kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu.
5. Proses belajar dan hasil belajar
disyarati oleh hereditas dan lingkungan.
6. Proses belajar dan hasil usaha
belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual
dikalangan murid-murid.
7. Proses belajar berlangsung secara
efektif apabila pengalamanpengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan
disesuaikan dengan kematangan murid.
8. Proses belajar yang terbaik
apabila murid mengetahui status dan kemajuan.
9. Proses belajar merupakan kesatuan
fungsional dari berbagai prosedur.
10. Hasil-hasil belajar secara
fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara tepisah.
11. Proses belajar berlangsung secara
efektif di bawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan
paksaan.
12. Hasil-hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi,
abilitas, dan keterampilan.
13. Hasil-hasil belajar diterima oleh
murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna
baginya.
14. Hasil-hasil belajar dilengkapi
dengan serangkaian pengalamanpengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan
pertimbangan yang baik.
15. Hasil-hasil belajar itu lambat
laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda.
16. Hasil-hasil belajar yang telah
dicapai adalah bersifat komplek dan dapat berubah-ubah (adaptabel). Jadi
tidak sederhana dan statis.
Pembelajaran
pada hakekatnya adalah proses interaksi antar peserta
didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah
yang
lebih baik (Mulyasa, 2003:100). Prakteknya, pembelajaran sangat terkait dengan
metode mengajar. Dalam proses perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa salah
satu hambatan yang paling menonjol dalam pelaksanaannya adalah metode mengajar.
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara
mengajar
yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah teknik
penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran
kepada siswa di dalam kelas, baik secara individu ataupun kelompok, agar
pelajaran dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.
Makin baik metode mengajar makin efektif pula pencapaian tujuan (Ahmadi,
1997:52). Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjangterjadinya perubahan perilaku bagi
peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal yaitu
pretest, proses belajar mengajar, dan postest. Pretest adalah permulaan dalam
proses pembelajaran yang bertujuan untuk menjajagi kemampuan awal peserta
didik, mengetahui tingkat kemajuan peserta didik berhubungan dengan proses
pembelajaran dan mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai.
Proses sebagai kegiatan dari pelaksanan proses pembelajaran yakni bagaimana
tujuan-tujuan
direalisasikan. Postest adalah kegiatan akhir pelaksanaa pembelajaran guna
melihat keberhasilan pembelajaran dengan membandingkan hasil pretest.
- Tentang
Aktivitas Belajar
Tidak
ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan
prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.
Sebagai rasionalitasnya, hal ini juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli
pendidikan. Frobel dalam Sardiman (2001:38) mengatakan bahwa “manusia sebagai
pencipta“. Dalam ajaran agama pun diakui bahwa manusia adalah sebagai pencipta
yang kedua (setelah Tuhan). Secara alami peserta didik memang ada dorongan
untuk menciptakan. Peserta didik adalah suatu organisme yang berkembang dari
dalam. Prinsip utama yang dikemukakan
Frobel
bahwa peserta didik harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka
dipopulerkan suatu semboyan “berpikir dan berbuat”. Begitu juga dalam belajar
sudah tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan berpikir dan berbuat. Montessori
juga menegaskan bahwa “anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang
sendiri, membentuk sendiri”. Pendidikan akan berperan sebagai pembimbing dan
mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan Montessori ini
memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas didalam pembentukan
diri adalah anak itu sendiri, sedangkan pendidikan memberikan bimbingan dan
merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.
Dalam
hal kegiatan belajar ini, Rousseou memberikan penjelasan bahwa segala
pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri,
penyelidikan sendiri, dengan belajar sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan
sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Oleh sebab itu, orang yang belajar
harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin
terjadi. Guru bertugas menyedikan bahanpelajaran, tetapi yang mengolah dan
menentukan adalah siswa sesuai dengan bakat, kemampuan, dan latar belakang
masing-masing. Belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang
membuat anak didik aktif dan mendominasi aktivitas adalah siswa. Agar anak
didik berpikir sendiri, maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Sehubungan
dengan ini, maka Piaget menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang
ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga terjadi interaksi yang
efektif antara guru dan siswa. Dalam pengajaran dapat dikatakan efektif apabila
pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas
sendiri. Sekolah merupakan area untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis
aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak
cukup hanya mendengar dan mencatat seperti yang lazim terdapat disekolah-sekolah
tradisional. Paul B. Diedrich dalam Sardiman
(2001:76 ) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang
antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :
1. visual
activities meliputi membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan,
pekerjaan orang lain.
2. Oral
activities, meliputi menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran,
mengemukakan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening
activities, meliputi uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4. Writing
activities, meliputi menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing
activities, meliputi menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor
activities, meliputi melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
7. Mental
activities, meliputi menangggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional
activities, meliputi menaruh minat, merasa bosan, gembira, semangat,
bergairah, tenang, dan gugup.
Aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah
bagi peserta didik, berupa hal-hal sebagi berikut (Hanafiah dan Suhana,
2009:24) yaitu : 1) peserta didik memiliki kesadaran untuk belajar sebagai
wujud adanya motivasi internal untuk belajar sejati, 2) peserta didik mencari
pengalaman dan langsung mengalami sendiri, 3) peserta didik belajar dengan
menurut minat dan kemampuannya, 4) menumbuhkembangkan sikap disiplin dan
suasana belajar yang demokratis, 5) pembelajaran dilaksanakan secara kongkret
sehingga dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta
menghindarkan terjadingya verbalisme, 6) menumbuhkembangkan sikap kooperatif di
kalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan, dan serasi
dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
- Tinjauan
Tentang Hasil Belajar
Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya
(Nana Sudjana, 2004:22). Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan
ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian
akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil
belajar berhubungan dengan adanya perubahan tingkah laku seperti dari tidak
tahu menjadi tahu.
Berdasarkan teori taksonomi
Bloom (Nana Sudjana, 2004:22-31) hasil belajar dalam pembelajaran dicapai
melalui tiga kategori ranah antara lain ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor. Jenis perubahan perilaku akibat dari proses belajar dapat
disebutkan sebagai berikut.
1) Ranah
Kognitif, yakni berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yaitu :
a. Pengetahuan, mencapai
kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam
ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah,
teori, prinsip atau metode,
b. Pemahaman, mencakup
kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari,
c. Penerapan, mencakup
kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah nyata dan baru,
d. Analisis, mencakup kemampuan
terperinci satu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan
dapat dipahami dengan baik,
e. Sintesis, mencakup kemampuan
membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu, dan
f. Evaluasi, mencakup kemampuan
memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment dan kriteria yang dimilikinya.
2) Ranah Afektif, yakni berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu :
a.
Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan
kesediaan memperhatikan tersebut,
b.
Memberikan respon, yang mencakup kerelaan, kesediaan
memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan, ketepatan reaksi,
perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar,
c. Penilaian, yang mencakup
menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap.
d. Organisasi, yang mencakup
membentuk sutau sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup, dan
e. Pembentukan pola hidup, yang
mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai
kehidupan pribadi.
3) Ranah Psikomotor, terdiri dari enam perilaku, yaitu :
a. Gerakan refleks, yaitu ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar,
b. Ketrampilan gerakan dasar,
yaitu ketrampilan untuk melakukan gerakan-gerakan dasar,
c. Kemampuan perceptual,
termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan
lain-lain,
d. Kemampuan dibidang fisik,
misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan,
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sederhana
sampai pada keterampilan yang kompleks,
f. Kemampuan yang berkenaan
dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interpretati,
g. Kreativitas mencakup
kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri.
Perlu diketahui bahwa kondisi awal pembelajar juga
mempengaruhi proses-proses belajar dan proses belajar ini akan mempengaruhi
hasil belajarnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut
Slameto (2003, 54-71), adalah :
1. Faktor internal yakni faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar. Faktor internal ini berupa: 1) faktor jasmaniah yang berupa:
kesehatan dan cacat tubuh, 2) faktor psikologis yang berupa: intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan dan 3) faktor
kelelahan.
2. Faktor eksternal yakni faktor yang berasal dari luar individu.
Faktor eksternal ini dikelompokkan menjadi tiga (3) faktor, yaitu: 1) faktor
keluarga seperti: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan, 2) faktor sekolah yang berupa: metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah, dan 3) faktor masyarakat yang berupa: kegiatan
siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat.
Sains
yang lebih kita kenal dengan IPA merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu
Natural Science. Jika kita tinjau darisejarahnya, IPA atau sains sudah dikenal
sejak jaman Yunani kuno dengan istilah natural filosofi. Seiring dengan
perkembangan IPTEK mengakibatkan natural filosofi tidak digunakan lagi
sedangkan natural science dalam bahasa sehari-hari disingkat menjadi science
atau IPA. (Kurniati, 2001:4)
Hakekat
sains (IPA) memiliki tiga komponen yaitu perangkat pengetahuan, proses, dan
prosedur serta sikap. (Hensons, 1984) Hakekat ipa dapat digambarkan dalam bentuk bagan seperti tampak pada gambar
4.1
![]() |
Komponen IPA (Hanson dan Janke, 1984:9)
Ipa
terdiri atas perangkat pengetahuan yang diperoleh dari proses-proses ilmiah
yang dilandasi dengan sikap-sikap ilmiah. Perangkat pengetahuan tersebut dapat
berupa: fakta, fenomena, asumsi, konsep, prinsif, hokum, postulat danteori. Proses
IPa dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh para
ilmuwan dalam melakukan penyelidikan guna menemukan pengetahuan baru.
Aktivitas-aktivitas ini yang sering dikenaldengan metode ilmiah, yang terdiri
dari: merumuskan masalah,merencanakan eksperimen, mengobservasi, merumuskan
hipotesis, mengklasifikasi, mengukur, menginterpretasi data, menyimpulkan,
meramal, dan mengkomunikasikan hasil yang selanjutnya dikenal dengan
keteerampilan proses IPA. IPA sebagai sikap dapat diartika sebagai sikap-sikap
yang melandasi proses dalam IPA, antara lain: rasaingin tahu, jujur, objektif,
kritis, terbuka, disiplin, teliti, dan skeptic.. Sikap-sikap ini yang sering
dikenal dengan sikap ilmiah.
Pendidikan
Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pendidikan Sains diarahkanun tuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga
dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
alam sekitar. Olehkarena itu, pendidikan Sains diterapkan dalam menyajikan
pembelajaran. Sains adalah memadukan antara pengalaman proses Sains dan pemahaman
produk Sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan
tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari
konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains
mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar
fakta-fakta empiris di lapangan.
5. Inkuiri Terbimbing
Inkuiri
berasal dari kata inquire yang berarti menanyakan, meminta keterangan,
atau penyelidikan, dan inkuiri berarti penyelidikan (Ahmadi, 1997:76). Siswa
diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang
disajikan guru bukan begitu saja diberikandan diterima oleh siswa, tetapi siswa
diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam
rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang direncanakan oleh guru (Ahmadi,
1997: 79).
Menurut
Carin dan Sund (1975), yang dimaksud dengan inkuiri ialah The process of
investigasing a problem. Inquiry differs from problem solving in that an
individual may origainate the problem and develop his own strategies for
obtaining information. Unlike problem solving there is not set pattern to
inquiry. An individual may be be involved in may methods of obtaining
information and be may take intuitive aporoaches to the problem. The and
product of inquiry may result in a to the problem. The end product of inquiry
may result in a discovery.
Inkuiri
adalah suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran fisika dan mengacu pada
suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan, informasi atau
mempelajari suatu gejala. Wayne Welch berpendapat bahwa metode penyelidikan
ilmiah sebagai proses inkuiri. Ia juga mengidentifikasi lima sifat dari proses
inkuiri, yaitu pengamatan, pengukuran, eksperimentasi, komunikasi, dan
proses-proses mental (Koes, 2003:12-13). Dalam pembelajaran Sains dengan
pembelajaran inkuiri, guru harus membimbing siswa terutama siswa yang belum
pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri. Atas
dasar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, W.R Romey (1968,h.22) membedakan
inkuiri menjadi dua tingkat, yaitu :
a. Inkuiri dengan aktivitas
terstruktur
Dalam inkuiri dengan “Aktivitas terstruktur” siswa memperoleh
petunjuk-petunjuk lengkap yang mengarahkan pada prosedur yang didesain untuk
memperoleh sesuatu konsep atau prinsip tertentu.
b. Inkuiri dengan aktivitas tidak
terstruktur
Dalam inkuiri dengan “Aktivitas Tidak Terstruktur”,hanya terdapat
penyajian masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan
prosedur-prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya,
menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan.
Carin
dan Sund (h.111) berpendapat bahwa pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri
induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan
masalah. Diantara model-model inkuiri yang lebih cocok untuk siswa siswa SMP
adalah inkuiri induktif terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran,
pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan. Pada inkuiri induktif terbimbing,
guru tidak lagiber peran sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima
informasi,
tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkahlangkah percobaan. Siswa
melakukan percobaan atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah
ditetapkan guru.
Menurut
Gulo (2002:86-87), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran
inkuiri adalah sebagai berikut.
a. Motivator, yang memberikan
rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir.
b. Fasilitator, yang
menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa.
c. Penanya, untuk menyadarkan siswa
dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri.
d. Administrator, yang
bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas.
e. Pengarah, yang memimpin arus
kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan.
f. Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu,
dan organisasi kelas.
g. Rewarder, yang memberi
penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat
heuristik pada siswa.
Menurut
Memes (2000:42), ada enam langkah yang diperhatikan dalam inkuiri terbimbing,
yaitu :
1.
Merumuskan masalah.
2.
Membuat hipotesa.
3.
Merencanakan kegiatan.
4.
Melaksanakan kegiatan.
5.
Mengumpulkan data.
6.
Mengambil kesimpulan.
Enam
langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih
keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan scenario pembelajaran
sehingga pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar. Skenario pembelajaran
inkuiri Menurut Gulo (2002:99) dapat dilihatpada bagan di bawah ini :
KEGIATAN SISWA |
SINTAKS ALIRAN KEGIATAN |
KEGIATAN GURU |
KETERANGAN |
1.1
Mengerjakan pretest 1.2
Menunjukkan kebutuhan masalah
dan minta informasi |
Menentukan tujuan pengajaran |
1.1
Menentukan entry behaviour 1.2
Menjelaskan tujuan
pengajaran |
1. Guru mempersiapkan hand-outs
tentang materi
dan yang berhubungan dengan
konten |
2.1
Mendengarkan, mempertanyakan, mengusulkan |
Pengantar singkat tentang konten dan prosedur |
2.1
Memberikan penjelasan
singkat dan
menyeluruh tentang
konten dan
prosedur kerja |
2. Menentukan
batas waktu |
3.1
Masuk ke dalam kelompok |
Membentuk kelompok |
3.1
Mengorganisasi fasilitas
dan kelompok |
3.
Menjajaki cara pembentukan kelompok |
4.1
Merumuskan, mengklasifikasika n tujuan 4.2
Urutan tugas |
Klasifikasi tujuan |
4.1
Mengamati, membantu, mengarahkan |
|
5.1
Membaca, bertanya, mengamati, membuat
catatan, meneliti, mengorganisasi data |
Kerja individual |
5.1
Menganjurkan, memberi
fasilitas, dan
bimbingan |
5.
Saling membantu antarsiswa |
6.1
Analisis data, kesimpulan individual |
Laporan pada
kelompok |
6.1
Menganjurkan, memberi
fasilitas dan
bimbingan |
6.
Saling membantu antarsiswa |
7.1
Sharing penemuan, kritik
mengambil catatan, kesimpulan pandahuluan |
Diskusi kelompok |
7.1
Menganjurkan, memberi
fasilitas dan
bimbingan. |
7.
Saling membantu antarsiswa |
8.1
Menulis laporan kelompok antarsiswa |
Laporan kelompok |
8.1
Memberi bantuan 8. Saling membantu |
8. Saling
membantu |
9.1 Menanggapi
dan bertanya |
Diskusi kelas |
9.1
Memantau, membantu mengelola
kelas |
9.
Memimpin diskusi |
10.1
Tanya jawab, catat |
Rangkuman |
10.1
Sintesis, menyimpulkan |
10.
Memimpin diskusi |
11.1
Mamberi saran |
Tindakan lanjut |
11.1
Menentukan tindak
lanjut berdasarkan
hasil diskusi |
11.
Memimpin diskusi |
Gambar 1. Skenario pembelajaran inkuiri Menurut Gulo
Menurut
Suryobroto (2002:201), ada beberapa kelebihan pembelajaran inkuiri antara lain
:
1. Membantu siswa mengembangkan atau
memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.
2. Membangkitkan gairah pada siswa
misalkan siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan
dan kadang-kadang kegagalan.
3. Memberi kesempatan pada siswa
untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuan.
4. Membantu memperkuat pribadi siswa
dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.
5. Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga
termotivasi untuk belajar.
6. Strategi ini berpusat pada anak,
misalkan member kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama
dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan
yang jawabanya belum diketahui.
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau
meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih professional
(Kanca, 2006:94).
Ojan SN (1988
dalam kanca, 2006:100) menyebutkan terdapat empat bentuk penelitian kelas,
yaitu: (1) guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3)
simultan terintegrasi, dan (4) administrasi sosial eksperimental. Dalam
penelitian ini, jenis penelitian yang akan digunakan adalah guru sebagai
peneliti, yaitu guru dalam hal ini peneliti berperan sangat penting dalam
proses PTK. Guru/peneliti terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi
(tindakan), dan refleksi (Kanca, 2006:100). Penelitian tindakan kelas pada
dasarnya merupakan salah satu cara untuk menjadikan pembelajaran menjadi lebih
efektif yang akan dilihat dari kemajuan yang telah dicapai siswa.
2.
Subyek Penelitian
Subyek yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIIC
SMP Negeri 2 Selat tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 36 siswa (laki-laki 15 orang
dan perempuan 21 orang).
3. Objek Penelitian
Objek
penelitian ini adalah, penerapan pendekatan inkuiri terbimbing, hasil belajar
siswa, tanggapan siswa terkait dengan pendekatan inkuiri terbimbing
4.
Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan sebanyak dua
siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pertemuan
pertama dengan pemberian materi sedangkan pertemuan kedua dengan pemberian
materi yang bersifat pengulangan dan pemantapan serta dilakukan evaluasi hasil belajar. Masing-masing siklus
terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3)
observasi/evaluasi, dan (4) refleksi. Adapun rancangan tahapan penelitian
tersaji seperti gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
(Sumber: Kanca, 2008:6)
1.
Siklus I
Perencanaan
Tindakan :
a. Permasalahan diidentifikasi mengenai pelaksanaan pembelajaran
Fisika meliputi aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa secara umum melalui
wawancara dengan guru fisika kelas VIII C SMP Negeri 2 Selat
b. Menggunakan
model inkuiri sebagai solusi pemecahan masalah.
c. Membuat
skenario pembelajaran yang meliputi pembuatan silabus, rencana pembelajaran,
membuat soal pretest dan postest, membuat LKS, lembar observasi siswa,
penyediaan alat dan bahan yang akan digunakan untuk percobaan, dan angket
balikan.
Pelaksanaan
tindakan :
a.
Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
b.
Guru membagi siswa menjadi 9 kelompok, setiap kelompok 4 orang siswa.
c.
Guru menjelaskan rencana kegiatan yang akan dilakukan.
d. Siswa melakukan percobaan sesuai
dengan petunjuk yang ada dalam LKS dan guru membimbing siswa melakukan
percobaan.
e. Setelah selesai, Masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil percobaannya untuk didiskusikan dan ditarik
kesimpulan.
f.
Guru memberikan latihan aplikasi konsep dan memberikan tugas berikutnya.
g.
Memberikan tes diakhir tahap (postest).
Pengamatan
:
a.
Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran dan menilai kemampuan siswa
dalam bekerja dan menyelesaikan tugaskelompok.
b.
Mengkoreksi dan menilai jawaban LKS dan soal pretest danpostest.
Refleksi
:
Setelah
siklus I selesai, data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui apakah
pembelajaran inkuiri yang diterapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Pada siklus I belum bisa meningkatkan aktivitas siswa dengan
baik, maka desain pembelajaran pada siklus I perlu diperbaiki agar pembelajaran
pada siklus selanjutnya lebih baik dan berhasil.
2.
Siklus II
Perencanaan
Tindakan :
a.
Guru merancang kembali kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri yang merupakan
perbaikan dari siklus I.
b.
Membuat skenario pembelajaran yang meliputi pembuatan silabus, rencana
pembelajaran, membuat soal pretest dan postest, membuat LKS, lembar observasi
siswa, penyediaan alat dan bahan yang akan digunakan untuk percobaan, dan
angket balikan.
Pelaksanaan
tindakan :
a.
Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
b.
Guru membagi siswa menjadi 9 kelompok, setiap kelompok 5 orang siswa.
c.
Guru menjelaskan rencana kegiatan yang akan dilakukan.
d.
Siswa melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam LKS dan guru
membimbing siswa melakukan percobaan.
e.
Setelah selesai, Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil percobaannya
untuk didiskusikan dan ditarik kesimpulan.
f.
Guru memberikan latihan aplikasi konsep.
g.
Memberikan tes diakhir tahap (postest), setelah itu memberikan angket balikan
untuk diisi siswa.
Pengamatan
:
a.
Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran dan menilai kemampuan siswa
dalam bekerja dan menyelesaikan tugas kelompok.
b.
Mengkoreksi dan menilai jawaban LKS, soal pretest dan posttest dan angket
balikan.
Refleksi
:
Setelah
siklus II selesai, data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui apakah
pembelajaran inkuiri yang diterapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar
siswa dengan baik melalui pembelajaran inkuiri terbimbing, sehingga
pembelajaran tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
5.
Setting Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada siswa kelas VIIIC SMP Negeri 2 Selat tahun pelajaran 2012/2013 pada semester ganjil dalam
pembelajaran pemantulan cahaya
I.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1.
Sumber data
Sumber
data penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP N 13
Semarang
Tahun Pelajaran 2006/2007 dan guru serta lingkungan yang
mendukung
pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
2.
Jenis data
a.
Data tentang kondisi awal, untuk metode pengajaran guru berdasarkan
hasil
wawancara dengan guru kelas, nilai laporan ulangan harian siswa
pokok
bahasan bunyi.
2 Aktivitas
yang akan dinilai dalam penelitian yaitu penilaian
psikomotorik
dan afektif. Penilaian psikomotorik meliputi aspek merangkai
alat
percobaan, mengukur, menghitung, analisis data dan melukis jalannya
sinar.
Data
tentang peningkatan aktivitas siswa diperoleh dari hasil
pengamatan
langsung melalui lembar observasi dan nilai laporan LKS.
3
Peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan dari jawaban tiap soal
mengerjakan
soal evaluasi (pretest dan postest).
4
Data tentang keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan dalam
penelitian
diperoleh dari Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
LKS,
dan lembar observasi guru.
5 Penilaian
afektif (minat) meliputi kehadiran di kelas, bertanya dan
memberikan
tangggapan, partisipasi dalam kegiatan laboratorium, dan
ketepatan
waktu mengumpulkan laporan. Sedangkan penilaian afektif
(sikap)
meliputi bekerjasama dalam kelompok, kejujuran, ketekunan belajar,
dan
tangungjawab.
Data
hasil belajar afektif (sikap) diperoleh melalui lembar angket
sebagai
pendapat atau tanggapan siswa terhadap pelaksanaan
pembelajaran
inkuiri terbimbing.
3.6
Metode Analisis Data
Metode
analisis data penelitian ini adalah deskriptif persentase. Data
hasil
penelitian yang dianalisis meliputi rata-rata kelas, ketuntasan belajar
individu,
dan ketuntasan belajar secara klasikal.
Selanjutnya
hasil analisis data diperolah baik kualitataf maupun
kuantitatif.
Hasil ini diinterpetasi dan disimpulkan yang digunakan untuk
menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan.
1).
Rata-rata kelas.
Untuk
menghitung rata-rata kelas pada masing-masing siklus
digunakan
rumus :
N
X
X Σ = (Sudjana, 1989:109)
Keterangan
;
X = rata-rata kelas
ΣX = jumlah seluruh skor
N = banyaknya subjek.
2).
Ketuntasan belajar secara individu
Untuk
menghitung ketuntasan belajar secara individu digunakan
rumus
:
= ×100%
jumlah
soal seluruhnya
ketuntasan
individu jumlah jawaban soal yang benar
(Usman,
1993:138)
3).
Ketuntasan belajar secara klasikal
Nilai
postest diperoleh setelah dilakukan tindakan kelas, kemudian
dianalisis
untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar.
Ketuntasan
secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus :
65 ×100%
≥
=
jumlah
siswa yang mengikuti
ketuntasan
klasikal jumlah siswa yang mendapat nilai
(Mulyasa,
2003:102)
3.7
Indikator Keberhasilan
Tolak
ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah :
1.
Siswa dipandang mencapai tuntas belajar psikomotorik, afektif apabila
seluruhnya
atau setidak-tidaknya 75% peserta didik terlibat aktif, baik
fisik,
mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran (Mulyasa,
2003:101).
2.
Siswa mencapai tuntas belajar kognitif apabila siswa mampu
menyelesaikan,
menguasai kompetensi atau tujuan pembelajaran minimal
65%
dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas
diperoleh
dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai
minimal
65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti
tes
(Mulyasa, 2003:99).
Ketuntasan
individu digunakan untuk menentukan ketuntasan secara
klasikal,
sedangkan ketuntasan klasikal digunakan untuk menentukan
keberlangsungan
penelitian tindakan kelas (siklus selanjutnya
4.
5.
Untuk menentukan aktivitas belajar baik secara
individu maupun klasikal dianalisis berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar
deviasi ideal (SDi) dengan mengkonversikan rata-rata prosentase ke dalam kriteria
sebagai berikut.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,
Abu. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
Anonim.1980.
Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta : Depdikbud.
Amien,
Moh. 1987. Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan
Menggunakan
Metode “Discovery” dan “Inquiri”. Jakarta : Dekdikbud.
Arikunto,
Suharsimi. 1991. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara
Darsono,
Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang
Press
Depdiknas.
2003. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains
Sekolah
Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah.
Jakarta :
Depdiknas.
Depdiknas.
2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata
Pelajaran
Fisika. Jakarta : Depdiknas.
Dimyati,
dan Mudjiono. 1994. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Proyek
Pembinaan
dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Depdikbud.
Gulo,
W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Hamalik,
Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Kanginan,
Marthen. 2004. Sains Fisika SMP untuk kelas VIII semester 2.
Jakarta:Erlangga.
Koes
H, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Bandung : JICA
Memes,
Wayan. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta : Proyek
Pengembangan
Guru Sekolah Menengah Depdiknas.
Mulyasa,
E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Sardiman,
A. M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT
Rajagrasindo
Persada.
Sudjana,
Nana. 1989. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Suherman,
Erman. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi
Pendidikan
Matematika. Bandung : Wijayakusumah
Suryosubroto,
B. 2002. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Tim
Penelitian Program Pascasarjana UNY. 2004. Pedoman Penilaian afektif.
Yogyakarta
: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan menengah
Direktorat
pendidikan lanjutan Tingkat Pertama.
Usman,
Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung :
Rosda Karya
Tabel 11. Kriteria
Penggolongan Aktivitas Belajar Siswa (Dimodifikasi dari Nurkancana dan
Sunartana, 1992)
No |
Kriteria |
Kategori |
1 |
|
Sangat Aktif |
2 |
Mi + 0,5 SDi |
Aktif |
3 |
Mi – 0,5 SDi |
Cukup Aktif |
4 |
Mi – 1,5 SDi |
Kurang Aktif |
5 |
|
Sangat Kurang Aktif |
Keterangan :
Rumusan untuk Mi dan SDi adalah :
Mi = (skor ideal + skor
terendah ideal)
SDi = (skor tertinggi ideal
– skor terendah ideal)
2) Analisis Hasil Belajar Siswa
a. Menghitung rata-rata skor
siswa, adapun rumusnya adalah :
=
(Sudjana,
2004:109)
Keterangan:
= Rata-rata skor
siswa
= Jumlah skor siswa
= Jumlah Evaluator
b. Data hasil belajar siswa
secara individu dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
NA = x NI
(Sukardjo
dan Nurhasan, 1992:119)
Keterangan :
NA = Nilai Akhir
SHT =
Skor Hasil Tes
SMI =
Skor Maksimal Ideal
NI = Nilai Ideal dalam Skala
c. Tingkat ketuntasan belajar
secara klasikal menggunakan rumus sebagai berikut.
KB = x 100%
(Depdiknas,
2006)
Keterangan :
KB = Ketuntasan Belajar
3) Kriteria Keberhasilan
Tindakan
a. Aktivitas Belajar Siswa
Data dikumpulkan dengan metode
observasi terhadap kemunculan indikator aktivitas belajar sesuai dengan yang
tertera pada lembar observasi. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan
prosentase tertinggi adalah 100% dan persentase terendah adalah 0%. Dengan
demikian perhitungan Mi dan SDi adalah sebagai berikut.
Mi = (skor tertinggi ideal
+ skor terndah ideal)
= (100% + 0%)
= 50%
SDi = (skor tertinggi ideal
– skor terendah ideal)
= (100% - 0%)
= 16,67 %
Pedoman
penggolongan respon siswa selanjutnya dapat dinyatakan seperti pada tabel
berikut.
Tabel 12. Pedoman Penggolongan Aktivitas
Belajar Siswa
No |
Kriteria |
Kategori |
1 |
|
Sangat Aktif |
2 |
58,34% ≤ |
Aktif |
3 |
41,66% ≤ |
Cukup Aktif |
4 |
24,99% ≤ |
Kurang Aktif |
5 |
|
Sangat Kurang Aktif |
Penelitian
tindakan kelas untuk mengetahui aktivitas belajar siswa ini dikatakan berhasil
apabila aktivitas belajar siswa minimal berada pada kategori aktif (58,34% ≤ < 75,01%), baik
secara individual maupun klasikal.
b. Hasil Belajar Siswa
Untuk menentukan keberhasilan belajar
siswa, maka dilakukan penskoran dan penentuan standar keberhasilan belajar.
Sistem penilaian ini berpedoman pada criteria sekolah yaitu ketuntasan secara
individu 67% penguasaan dan secara klasikal dikatakan tuntas apabila 75%
penguasaan (sesuai dengan KKM mata pelajaran penjasorkes kelas IXA1 SMP Negeri
4 Singaraja). Apabila pencapaian penguasaan materi telah mencapai 67% secara
individu atau 75% secara klasikal maka penelitian ini akan dihentikan, serta
akan dijadikan kesimpulan dan pembahasan bahwa pada siklus tersebut telah
berhasil. Setelah mendapat nilai akhir akan dimasukkan ke dalam konversi raport
dengan menggunakan kriteria penguasaan, yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang
dan sangat kurang yang dapat dilihat pada tabel 13 berikut.
Tabel
13. Kriteria Kelulusan Penjasorkes SMP Negeri 4 Singaraja
(Sumber : SMP N 4 Singaraja)
Tingkat Penguasaan Kompetensi |
Nilai Huruf |
Predikat |
Ketuntasan |
87% - 100% |
A |
Sangat Baik |
Tuntas |
77% - 86% |
B |
Baik |
|
67% - 76% |
C |
Cukup |
|
57% - 66 % |
D |
Kurang |
Tidak Tuntas |
0% - 56% |
E |
Sangat Kurang |
0 komentar:
Posting Komentar